Braaak
Aldian membanting pintu setelah memasuki kamar. Sementara Rafka
Setelah Rafka berhasil menenangkan Aldian, dia mulai bercerita tentang saudaranya yang hilang beberapa tahun yang lalu.
"Tiga tahun yang lalu gue punya saudara bernama Tony, dia adalah salah satu mahasiswa di sini." Rafka berjalan pelan menuju jendela kamar, menyingkap sebagian korden, lalu menatap ke arah hutan terlarang nan jauh di sana.
Cukup lama Rafka terdiam, enggan untuk melanjutkan ceritanya. Rasa perih yang ia rasakan tiga tahun lalu, seolah-olah terbuka kembali.
"Terus?" tanya Aldian penasaran.
"Dia menghilang entah di mana. Konon katanya, Tony melakukan pelanggaran fatal di asrama ini. Jiwanya hilang, jasadnya pun tidak ditemukan hingga sekarang. Keluarga gue sudah mencarinya kemana-mana bahkan nyokap bokap gue mengeluarkan banyak uang untuk mencari keberadaan Tony. Tapi semua itu sia-sia saja. Tony tidak bisa kami temukan."
"Pe ... pelanggaran apa?" tanya Aldian semakin penasaran.
"Dia telah memasuki tiga tempat terlarang di asrama ini. Penghuni-penghuni di sini tentu saja marah. Mereka yang tak kasat mata telah mengambil jiwa Tony, lalu menyembunyikan keberadaan Tony."
Aldian meneguk ludah. Semakin ia mendengarkan cerita Rafka, semakin ia percaya bahwa tiga tempat terlarang itu benar-benar tidak boleh dimasuki.
"Kalau lo tahu asrama ini berbahaya, ngapain lo masih tinggal di sini?" dahi Aldian berkernyit heran.
"Gue memiliki keyakinan kalau Tony masih hidup. Kalaupun Tony sudah tiada, setidaknya gue menemukan sisa tulang-belulangnya untuk dimakamkan secara benar."
"Terus, apa orang tua lo nggak ngelarang?"
"Gue berada di asrama ini tanpa sepengetahuan orang tua gue." Rafka berjalan, lalu duduk di kursi yang menghadap ke arah Aldian. "Gue sudah bertekad untuk menemukan Tony, saudara gue. Gue yakin, dia ada di suatu tempat, di asrama ini."
Aldian menoleh ke arah Redi yang meringkuk ketakutan di pojok kamar dengan mata ketakutan. Lantas Aldian bergidik. Dia mendadak memiliki firasat buruk.
"Kita sudah memasuki gudang penyimpanan. Menurut gue, sebaiknya kita segera pindah dari asrama ini sebelum terjadi sesuatu yang buruk pada kita. Gue nggak mau jadi seperti itu." Aldian menunjuk ke arah Redi.
"Terserah lo mau pindah atau enggak. Gue bakalan tetap di sini sampai gue menemukan Tony."
"Ngapain lo nyari Tony sih? Anggap aja dia sudah tenang di sisi-Nya."
Braaak
Rafka berdiri dari tempat duduknya, membuat kursi yang didudukinya terjatuh. Dia spontan menarik kerah kaos Aldian. Matanya melotot marah, sangat tersinggung dengan pernyataan Aldian barusan.
"Lo nggak bakal tahu rasanya kehilangan saudara. Bagaimana bisa gue menganggap dia sudah tenang walau bahkan jasadnya belum mendapatkan pemakaman yang layak, huh?" bentak Rafka.
"S-santai santai." perlahan Aldian menurunkan kedua tangan Rafka yang mencengkram kerah kaosnya.
Rafka menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Dia tidak ingin memperkeruh suasana.
"Sorry kalau gue salah ngomong. Gue cuma saran aja, sih. Kalau lo nggak mau pindah dari asrama ini, ya nggak apa-apa," jelas Aldian.
"Kalau lo mau pindah, silakan! Gue bakal cari tahu apa yang sebenarnya terjadi di asrama ini."
Aldian terdiam, masih bingung harus menimpali apa.
🖥🖥🖥
Zaimatul Hurriyyah
Minggu, 8 Desember 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghuni Asrama
HororAldian bukan anak indigo yang bisa melihat "mereka". Tapi Aldian bisa merasakan ada sesuatu di asrama barunya. "Mereka" mengincarnya. "Mereka" menginginkannya masuk ke alam "mereka". Aldian menyimpulkan bahwa penghuni asrama bukan hanya manusia, ta...