Keisengan membawa Dika pada kebingungan. Tadinya, ia hanya iseng ingin berjalan-jalan karena bosan di rumah. Kini ia bingung harus pergi ke mana.
Ah, di saat seperti ini Dika jadi menyesal tidak membawa Nadiva ataupun Alvina. Dua gadis kesayangannya itu pasti akan mengajaknya ke sana kemari jika berada di mall. Walaupun melelahkan, rasanya lebih baik daripada kebingungan seperti orang hilang.
Dika menatap lautan manusia di lantai bawah. Dari spanduk yang laki-laki itu lihat, diadakan meet and greet. Lalu, entah kerasukan setan apa, Dika iseng membeli tiket.
Dika duduk di barisan belakang. Tak terlalu jauh dari panggung. Ia sama sekali tak berniat duduk di dekat panggung. Toh dia hanya iseng.
Dika kembali melihat-lihat, kemudian mengetahui jika yang mengadakan acara ini adalah salah satu penulis muda terkenal. Namanya Iris Biru. Dan Dika seakan familiar dengan nama itu.
Di sela Dika yang sibuk dengan pikirannya, MC mulai membuka acara.
"Mari kita sambut penulis buku 'Dalam Diamku', Aqila Azzahra."
Dika terhenyak kala mendengar nama yang disebutkan. Lelaki itu menoleh ke depan. Menatap sosok gadis yang kini berjalan naik ke atas panggung.
Dika seketika dirundung penyesalan. Seharusnya, ia bisa lebih peka. Iris Biru adalah nama pena Lala, dan gadis itu baru saja membongkar identitasnya.
Seandainya Dika tidak lupa, mungkin ia akan datang ke sini dengan pakaian yang lebih rapi. Memesan tiket VIP. Lantas duduk di barisan paling depan. Menikmati kecantikan gadis itu dari dekat.
Ah, Dika benar-benar kehilangan mood- nya sekarang. Bisa-bisanya ia kehilangan kesempatan emas seperti ini. Padahal kesempatan di luar sekolah seperti ini jarang sekali ada.
Ya sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Daripada meratap, lebih baik Dika menikmati acaranya.
"Baik, selamat datang, Aqila atau yang biasa kita kenal sebagai Iris Biru. Ini meet and greet pertama kamu 'kan? Jadi, mungkin ada hal yang ingin disampaikan kepada para pembaca tulisan kamu?" ucap sang MC setelah mempersilakan Lala duduk.
"Em, iya ini meet and greet pertamaku. Bahkan ini juga pertama kalinya aku mucul di publik sebagai Iris Biru. Untuk pembaca, mungkin aku mau ngucapin terima kasih aja karena udah baca karyaku dan terus dukung aku sampai sekarang," kata Lala.
"Kalau boleh tau, karya kamu ini terinspirasi dari mana sih?"
"Karya ini terinspirasi dari kisah cintaku sendiri yang menjadi pengangum rahasia seseorang. Tapi mungkin, aku nggak seberuntung tokoh yang aku buat karena kakak kelas itu belum notice sampai sekarang, hehe."
Dika menyeringai. Kebetulan sekali, ia sudah membaca buku terbaru karya Lala itu. Dan dia sangat amat sadar jika karakter laki-laki di dalam novel itu begitu mirip dengannya.
Dan Lala begitu salah jika mengira dirinya belum peka akan kehadiran gadis itu. Yang benar saja, Lala terlalu menarik untuk diabaikan. Dika bahkan sudah dibuat terkesan dari pertemuan pertama mereka.
MC memberikan beberapa pertanyaan seputar novel karya Lala. Gadis itu menjawab dengan lugas walaupun kegugupan tak dapat ditutupi dari wajahnya. Wajar saja, ini adalah kali pertama Lala muncul di hadapan publik sebagai Iris Biru.
Dika tak mampu menahan kegemasannya menatap gadis yang masih menjelaskan panjang lebar di depan sana. Bagaimana kulit putihnya sedikit merona saat gugup. Bagaimana tangan lentik gadis itu beberapa kali menyingkap poni yang menutupi wajahnya.
Tanpa Dika sadari, seseorang di sampingnya adalah salah satu tokoh penting dalam hidup Lala. Seseorang yang menjabat sebagai kakak sulung gadis itu. Seseorang yang diam-diam selalu mengawasi setiap pergerakan pujaan hati Dika itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Reason
Teen Fiction[Sequel Di Balik Sebuah Imajinasi] Menceritakan kisah dari sudut pandang berbeda. Alvina, seseorang yang selama ini dianggap menjadi antagonis dalam kisah hidup Lala ternyata menyimpan kenyataan pilu dalam hidupnya. Dika adalah satu-satunya tumpuan...