30. Rahasia dan Takdir

17 2 0
                                    

Pagi ini berlangsung seperti pagi biasanya. Biasanya, Alvina akan pergi ke kelas Dika untuk sekadar mengobrol sampai sepuluh menit sebelum bel. Kemudian gadis itu akan kembali ke kelasnya.

Hanya saja, pagi ini Alvina merasa enggan menghampiri kelas itu. Bukan, dia sama sekali tidak memiliki masalah dengan Dika, tapi teman lelaki itu. Alvina merasa canggung jika harus bertemu dengan Joseph.

Kalau boleh jujur, Alvina merasa bersalah. Dia jelas tahu bagaimana rasanya tertolak. Dia juga tahu rasanya cinta sepihak. Tapi menerima Joseph hanya akan membawa laki-laki itu pada kesengsaraan.

Hidupnya terlalu kelam untuk seseorang yang penuh warna. Sudah cukup Dika yang ia buat susah. Alvina tak ingin menyeret orang lain lagi. Sudah cukup penyesalan dan rasa bersalah yang ia terima selama ini.

Meskipun begitu, Alvina tetap melaksanakan kebiasaannya. Gadis itu melangkah menuju kelas seorang Andika Mahardika. Tak ingin jika orang lain mencurigai perubahannya.

"Akhirnya dateng juga, udah ditungguin dari tadi."

Alvina hanya tersenyum saat mendengar perkataan Joshua. Dia memilih duduk di samping Joshua. Tanpa peduli bahwa sepasang mata terus mengintainya.

"Tumben duduk di sini? Biasanya selalu nyempil di antara Dika sama Joseph," heran Joshua.

Alvina sedikit geram. Tak bisakah teman lelakinya ini mengurangi kecerewetannya? Perkataan lelaki itu hanya akan membawa kecanggungan yang lebih parah antara Alvina dan Joseph.

"Ya gapapa kali, suka-suka gue. Btw, kalian main apa?" tanya Alvina mengalihkan pembicaraan. Bisa bahaya kalau dia tidak mengalihkan perhatian Joshua.

"Truth or dare. Nggak boleh nawar, kalau curang siap-siap aja dikeluarin dari circle kita," jawab Joshua sedikit julid. Bukan apa-apa, masalahnya Alvina adalah yang paling sering nawar saat bermain ToD.

Kali ini waktunya Joshua untuk memutar. Mereka menggunakan pensil sebagai penunjuk. Dan yang mendapat giliran untuk memilih akan ditunjuk oleh bagian runcing pensil.

Orang itu adalah ... Alvina.

"Ih kok gue sih! Baru juga gabung," pekik gadis itu kesal. Ini alasan dia tidak suka bermain truth or dare. Dia selalu saja kena, apalagi jika Joshua yang memutar.

Tak peduli dengan kekesalan Alvina, Joshua tersenyum iseng. Perempuan satu-satunya dalam pertemanan mereka ini memiliki banyak rahasia. Karena itu sangat menyenangkan saat melihat gadis itu mengumpat saat bermain.

"Udah pilih aja! Kelamaan deh," sahut Joseph. Lelaki itu tampak begitu kusut.

Dua orang lain di sana mengerutkan kening, ada apa dengan Joseph? Tidak biasanya lelaki itu begitu ketus dengan Alvina. Padahal biasanya, Joseph bahkan rela dihukum demi meloloskan Alvina dari pertanyaan ataupun tantangan yang diberikan.

"Truth," pungkas Alvina. Pupil matanya sedikit bergetar. Baru kali ini Joseph bersikap judes kepadanya.

"Siapa cowok yang lagi lo taksir?"

Sialan!

Joshua memang laki-laki paling menyebalkan di dunia. Kalau ada nominasi laki-laki ternyebelin, Alvina jamin bahwa Joshua akan juara dua puluh tahun berturut-turut.

"Nggak ada pertanyaan lain apa? Pertanyaan lo nggak berbobot banget," dumel gadis berkulit tan itu.

"Eits, nggak boleh protes!" Ngambeknya Joseph, dimanfaatkan dengan baik oleh Joshua. Kali ini tidak ada lagi yang akan melindungi Alvina.

"Tapi gue ngasih taunya bisik-bisik aja ya! Lo juga jangan ember!" pinta Alvina yang langsung diangguki.

Tidak ada pentingnya memberitahu orang lain. Jadi Joshua menerima saja syarat itu. Yang lain pun tidak tampak keberatan.

"Kembaran lo."

Bisikan itu membuat Joshua membelalakkan matanya. Yang benar saja? Bagaimana bisa ada orang yang menyukai kembaran biadabnya?

"Yang bener lo? Sumpah?" tanya Joshua masih tidak percaya.

Alvina mengerucutkan bibir. "Yaudah kalau nggak percaya. Ngapain juga gue bohong!"

"Gue kira lo suka sama ... temennya." Pernyataan itu dibalas gelengan kepala oleh Alvina.

Joseph menatap kedua orang di depannya datar. Jujur, dia sedikit penasaran mengapa Joshua terlihat begitu terkejut. Padahal sangat wajar kalau Alvina menyukai Dika.

Kecuali kalau ternyata ... Alvina menyukai orang lain.

"Emang Vina suka sama siapa?" tanya Joseph. Dia harus memastikan sesuatu.

Joshua menoleh sebentar mendengar kembarannya bicara. Kemudian lelaki itu tersenyum usil pada Alvina. Membuat perasaan tidak enak mendadak menyelimuti Alvina.

Baru saja akan membuka mulut, Alvina sudah membekapnya. Gadis itu tampak panik.

Joseph sedikit termenung. Mengapa Alvina panik? Bukannya ia sudah tahu siapa yang gadis itu sukai? Apa mungkin Alvina berbohong kemarin? Atau kemungkinan lainnya, Alvina tak ingin Dika mengetahui perasaannya.

🌷🌷🌷

Seluruh siswa tengah fokus kepada pelajaran sebelum suara dari speaker sekolah mengganggu mereka. Tumben sekali, biasanya pengumuman selalu disampaikan melalui wali kelas atau sosial media sekolah agar tak mengganggu konsentrasi siswa. Lantas hal penting apa sehingga harus diumumkan saat ini juga?

"Pengumuman hasil seleksi olimpiade fisika dan ekonomi."

Suasana di kelas sepuluh dan sebelas mungkin sedang tegang. Sangat berbeda dengan kelas dua belas yang tampak santai. Mereka sudah tidak perlu memikirkan olimpiade itu lagi.

Meskipun begitu, mereka tetap penasaran dengan kandidat perwakilan sekolah. Apakah dua jenius yang menggemparkan tahun lalu akan kembali sebagai juara bertahan?

"Seperti biasa, lima kandidat berasal dari masing-masing jurusan IPA dan IPS. Untuk urutan pertama, Aqila Azzahra dari XI IPA-1 dan Chiquita Aprillia dari XI IPS-2, urutan kedua Claudya Putri dari XI IPA-1 dan Fanny Ida dari XI IPS-1, urutan ketiga Laifina Khofi dari XI IPA-1 dan Ivana Kayana dari XI IPS-1, urutan keempat Josefine Putri dari XI IPA-1 dan Jovanca Channa dari XI IPS-1, kemudian yang terakhir Alfa Ramadlana dari XI IPA-1 dan Muhammad Aldo dari XI IPS-1. Sekian pengumuman dari saya, kepada yang dipanggil bisa segera menuju aula untuk pengarahan."

Yah, seperti yang sudah diduga-duga. Duo jenius yang menjadi perwakilan tahun lalu sudah pasti kembali masuk nominasi tahun ini. Mereka kembali dengan persiapan yang jauh lebih matang daripada sebelumnya. Mungkin gadis bernama Chiquita itu bisa memberikan hasil yang lebih baik. Juga Lala yang kemungkinan besar akan menjadi satu-satunya perwakilan SMA Major yang mendapat juara satu olimpiade nasional fisika berturut-turut.

Pengumuman selesai, para siswa tentunya tak bisa langsung tenang. Mereka sibuk membicarakan dan bertaruh siapa yang akan menjadi perwakilan SMA Major tahun ini. Dan lebih dari sembilan puluh lima persen meyakini jikalau Lala akan kembali menjadi perwakilan, kemudian menang dengan mudah.

Salah seorang yang mempercayai hal itu adalah Dika. Lelaki itu merasa begitu bangga hanya dengan mendengar nama gadisnya disebutkan pada peringkat pertama. Sepertinya dia harus mengadakan perayaan.

Dengan sembunyi-sembunyi, Dika mengeluarkan ponselnya dari tas. Tak apalah sesekali melanggar peraturan. Lagipula selama ini dia terbelenggu dengan predikat 'anak disiplin' yang selalu disematkan padanya. Padahal ia hanya melaksanakan kewajiban sebagai Ketua OSIS.

Lala

Pulang nanti, mampir ke parkiran dulu, ya!
Ada yang mau gue omongin


***
To Be Continued

A ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang