Hari demi hari telah berlalu. Tak terasa kini sudah tiga bulan Alvina memasuki tingkat sekolah menengah atas. Dan selama itu pula, dia menjalani kehidupan sekolahnya dengan baik.
Tak ada lagi Alvina yang tertekan karena harus belajar lebih keras dari yang lain. Tak ada lagi Alvina yang pendiam dan penyendiri karena trauma untuk berteman. Yang ada hanyalah Alvina yang periang dan dikenal oleh seantero sekolah. Gadis yang digadang-gadang akan menjadi juara satu paralel jurusan IPS.
Selama tiga bulan itu pula, persahabatan antara Alvina, Amel, juga Annisa kian mengerat. Kini Amel sudah bisa menerima Annisa yang mungkin saja akan sering berada di dekatnya. Malah, mereka kini menjadi lebih dekat karena Alvina seringkali memilih bergabung dengan Andika dan para sahabatnya.
Bicara tentang hubungan Alvina dan Andika, hampir semua penghuni sekolah sudah mengetahui kalau mereka adalah sahabat dari kecil. Hal ini bisa terjadi karena klarifikasi Andika beberapa saat lalu. Si Ketua OSIS itu memberikan penjelasan melalui akun menfess SMA Major.
Sebenarnya, Alvina merasa sedikit kebingungan dengan sikap sahabat lelakinya itu. Sejak SMP, entah mengapa Andika terkesan menjaga jarak darinya. Juga selalu berusaha agar orang lain tak salah mengartikan hubungan mereka.
Padahal, bagi Alvina pendapat orang lain tidaklah penting. Toh juga, mereka tidak merundungnya. Hanya memberikan tatapan sinis dan iri yang tak berarti apa-apa baginya.
Tapi apa boleh buat, keputusan ada di tangan Andika. Alvina tak merasa terganggu sedikit pun.
Seperti saat ini, Alvina tengah berjalan menuju Ruang OSIS. Semenjak SMA, Alvina tidak lagi mau diantar jemput oleh sopir. Maka dari itu Andika berinisiatif menggantikan tugas sopirnya. Lagipula mereka satu arah.
"Vin, nanti lo pulang sama Joseph aja ya. Soalnya gue masih ada urusan sama bendahara OSIS buat pendanaan event bulan depan," jelas Dika begitu Alvina sampai di ruang OSIS.
Gadis bertubuh setinggi satu koma enam meter itu mengangguk. Tak masalah. Joseph orang yang asik. Lain cerita jika harus pulang dengan teman Andika yang lain. Seperti Joshua yang hobi mengomel, atau Suryo yang begitu dingin.
"Kak Joseph-nya nggak keberatan, kan?" tanya Alvina. Dia hanya ingin memastikan. Tidak enak juga kalau harus menyusahkan orang lain.
"Aman. Gue tadi udah bilang ke dia, kok. Tunggu aja di sini. Bentar lagi anaknya keluar. Gue masuk dulu ya? Bye!" Andika mengelus puncak kepala Alvina. Kemudian kembali masuk untuk membahas tentang acara bulan depan.
Tak sampai lima menit, seorang laki-laki keluar dari Ruang OSIS dengan senyumannya. Joseph mulai menghampiri Alvina. Mengelus puncak kepalanya sayang.
"Mau langsung pulang?" tanya Joseph yang diangguki Alvina.
"Emangnya mau ke mana lagi?"
Keduanya berjalan bersisian. Kalau dilihat, mereka sudah seperti sepasang kekasih yang akan pergi kencan sepulang sekolah. Karena kedekatan mereka itulah, banyak orang yang mulai berspekulasi mengenai hubungan mereka.
"Ya ... jalan-jalan dulu gitu. Ke mana aja."
Keduanya sudah sampai di parkiran. Berbeda dengan Dika yang lebih suka bepergian dengan motor matic -nya, Joseph cenderung ke mana-mana dengan mobil Toyota Agya kuningnya. Katanya sih, Joseph tidak tahan menerima panasnya matahari siang maupun sore. Belum lagi kalau sedang macet.
"Yaudah jalan dulu aja, nanti kalau pengen mampir tinggal mampir." Joseph mengangguk setuju dengan usulan Alvina.
Joseph segera mengemudikan mobilnya keluar dari area sekolah. Keduanya sama-sama bergeming. Tak ada pembicaraan sebab keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Reason
Fiksi Remaja[Sequel Di Balik Sebuah Imajinasi] Menceritakan kisah dari sudut pandang berbeda. Alvina, seseorang yang selama ini dianggap menjadi antagonis dalam kisah hidup Lala ternyata menyimpan kenyataan pilu dalam hidupnya. Dika adalah satu-satunya tumpuan...