Alvina berhasil selamat dari maut. Gadis itu beruntung sekali karena truk yang menabraknya tidak sedang dalam kecepatan tinggi. Sehingga benturan yang dialami tubuh terutama kepalanya tidak begitu keras.
Alvina tidak kehilangan begitu banyak darah karena penanganan yang cukup cepat. Gadis itu pingsan juga dikarenakan shock akibat benturan yang membuat tekanan darahnya turun seketika. Turunnya tekanan darah itu membuat pasokan darah ke otak menurun dan otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup.
Akan tetapi, benturan itu cukup menimbulkan dampak buruk bagi Alvina. Benturan kepala yang dialami Alvina terletak pada bagian yang cukup vital. Terhitung satu minggu sudah gadis itu belum bangun dari tidurnya. Selama itu pula, wajah Alvina menjadi headline surat kabar.
Seminggu ini, Firda tanpa ragu mencurahkan seluruh perhatiannya pada sang anak. Sementara Haidar sama sekali tidak datang menjenguk. Laki-laki itu sibuk meredam berita buruk tentangnya dan tentang keluarganya.
"Tan, kok Om Haidar nggak pernah jenguk ke sini sih?" celetuk Joseph.
Dika dengan segera menyenggol temannya yang lancang itu. Sementara Firda hanya melirik sejenak, kemudian kembali fokus dengan kegiatannya. Mengelus lembut tangan sang putri yang ada di genggamannya.
Selama ini, Joseph dan Dika yang membantu Firda untuk merawat Alvina. Wanita itu sama sekali tidak melarang mereka untuk datang. Hanya saja Firda enggan mengeluarkan sepatah kata pun.
"Eungh." Sebuah lenguhan mengalihkan perhatian tiga orang yang berada di dalam ruangan.
Mata yang selama seminggu ini tertutup kini terbuka. Mata itu kini melirik ke sekitar. Menatap tiga orang yang kini mengelilinginya.
Alvina mengernyit. Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena cahaya tertutup oleh kepala salah satu dari mereka. Sehingga Alvina tidak bisa mengenali siapa mereka. Menurut penglihatannya, ada dua laki-laki dan satu perempuan.
"Alvina sayang, akhirnya kamu bangun." Firda kembali mengelus tangan Alvina yang berada di genggamannya. Kali ini dia juga mencium punggung tangan putrinya.
Alvina membeku seketika. Dia sangat mengenali suara itu. Hanya saja panggilan sayang dari suara itu terasa begitu asing di telinga Alvina.
"Ma-ma," panggil Alvina. Air mata tergenang di pelupuk mata Alvina, kemudian turun begitu saja.
"Iya, ini mama, Sayang. Mama di sini sama kamu." Firda terus mengecupi punggung tangan Alvina dengan sayang.
Dika tersenyum melihat interaksi antara ibu dan anak itu. Dia tidak pernah melihat Alvina sebahagia ini. Jadi dia memilih untuk tidak mengganggu dan memencet tombol di dekat ranjang, memanggil dokter.
🌷🌷🌷
Kondisi Alvina menaik drastis. Gadis itu kini sudah sadar sepenuhnya dan bisa diajak berkomunikasi. Karena itu, Firda membulatkan tekadnya untuk menceritakan semuanya.
"Mama mau ngobrol berdua sama kamu," kata Firda. Secara tidak langsung, wanita itu meminta Joseph dan Dika untuk pergi.
Alvina mengernyit tidak senang. "Ngapain berdua? Kalau mau ngomong yaudah ngomong aja, nggak perlu suruh mereka pergi."
"Ini privasi keluarga kita, Alvina. Mereka orang luar—"
"Pokoknya aku nggak mau mereka pergi, titik."
Firda menghela napasnya. Dia tidak ingin keras kepala dan membuat Alvina marah padanya. Bisa-bisa Alvina malah tidak akan percaya pada perkataanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Reason
Teen Fiction[Sequel Di Balik Sebuah Imajinasi] Menceritakan kisah dari sudut pandang berbeda. Alvina, seseorang yang selama ini dianggap menjadi antagonis dalam kisah hidup Lala ternyata menyimpan kenyataan pilu dalam hidupnya. Dika adalah satu-satunya tumpuan...