49. Kepergian si Gadis Cantik

30 3 0
                                    

Lala kecelakaan.

Kejadian itu mengumpulkan kedua kakak dan orang tuanya. Jika saja Lala dalam keadaan sadar, dia pasti senang.

Ah, sosok yang baru saja mantan kekasih Lala juga hadir.

Semua orang sama khawatirnya. Ditambah lagi ini sudah dua belas jam sejak Lala dilarikan ke rumah sakit. Setelah penanganan pertama, Lala dinyatakan mengalami pembekuan darah yang diakibatkan oleh pendarahan yang parah di otaknya. Gadis itu sempat dipindahkan ICU karena kondisinya telah stabil. Akan tetapi, lima jam setelahnya kondisi Lala tiba-tiba saja memburuk. Dokter pun menyarankan agar segera dilakukan tindakan operasi.

Tak lama, lampu ruang operasi mati. Sang dokter pun keluar dengan ekspresi yang tidak bisa dikatakan baik. Dika hanya mampu menatap dari jauh ketika seseorang yang sepertinya adalah ayah dari Lala menghampiri sang dokter.

"Mohon maaf sebelumnya, pendarahan yang terjadi di otak pasien menekan dan merusak jaringan otak. Selain itu, pembekuan darah yang dialami pasien semakin meluas dan menekan otak sehingga tidak dapat menerima oksigen. Akibatnya, otak kekurangan oksigen dan mengalami pembengkakan. Dengan berat hati, saya menyatakan pasien yang bernama Aqila Azzahra telah meninggal dunia pukul 04.15, hari ini."

Dika jatuh terduduk mendengarnya. Kesempatannya sudah habis. Lala sudah pergi dan tak mungkin akan kembali.

Dua orang yang baru datang pun sama lemasnya. Mereka adalah Ica dan Agatha. Hanif meminta Rayyan mengabarkan keadaan Lala kepada teman-temannya. Harapannya, setelah Lala sadar dia akan mendapat banyak dukungan dari orang terdekatnya.

Sayangnya, Lala tetap tidur dan tak akan pernah membuka matanya lagi.

Tangisan sudah tak dapat lagi dibendung. Kepergian Lala terasa begitu cepat. Gadis itu meninggal di usianya yang ke-tujuh belas.

Namun, semuanya tak dapat berlarut begitu saja. Hanif sebagai ayah dari Lala segera mempersiapkan pemakaman sang putri. Dia juga meminta Dika, Ica, dan Agatha untuk pulang dan bersiap.

Setidaknya ... Hanif ingin memperlakukan anak bungsunya dengan begitu baik sebelum dia benar-benar tidak bisa bertemu dengan Lala lagi.

🌷🌷🌷

Dika pulang dengan keadaan linglung. Dia sudah tidak bisa memikirkan apapun. Dalam benaknya, yang terputar hanyalah kenangan bersama Lala.

Tentang bagaimana Lala kerap kali melihatnya dari jauh. Tentang Dika yang perlahan mulai mendekat. Tentang mereka yang sempat bermesra di bandara sebelum semuanya terjadi.

Dengan pikiran seperti itu, Dika begitu beruntung karena bisa sampai di rumah dengan selamat.

"Bang, kenapa ngelamun?" tegur Nadiva.

Dika menoleh, menatap wajah rupawan adiknya. Pelupuk matanya bergetar. Hingga pada akhirnya, Dika memilih memeluk adiknya kala tak kuat lagi menahan tangis.

"Abang capek, Nad. Abang nyesel juga. D-dia udah pergi," ujarnya dengan isakan.

Nadiva sejujurnya tidak mengerti apa yang terjadi pada kakaknya. Hanya saja, Dika bukanlah sosok cengeng. Jadi masalah yang menimpanya sudah pasti berat. Hingga Nadiva memutuskan tetap diam dan mengelus punggung kakaknya.

"Nangis aja, Kak. Jangan ditahan! Gapapa kok kalau sedih sesekali."

Tangisan Dika terus berlalu hingga tiga puluh menit telah berlalu. Itu pun berhenti sebab Dika mengingat jika pemakaman Lala akan diadakan sebentar lagi. Setidaknya, Dika ingin menemani Lala menuju peristirahatan terakhirnya. Dika pun bergegas pergi ke kamarnya.

Nadiva yang ditinggal sendirian memutuskan untuk membuka sosial medianya. Gadis itu membuka aplikasi berwarna hitam dengan logo X. Saat membuka trending, Nadiva terkejut melihat kabar duka.

Rest in Peace Aqila Azzahra

Sedih bangettt padahal suka banget sama karya-karya dia

Ini yang jadi Iris Biru bukan sih?

RIP Aqila, semoga diterima amal dan ibadahnya

Karena merasa penasaran, Nadiva memutuskan untuk membaca salah satu berita yang lewat.

Telah Berpulang Aqila Azzahra, Putri dari Pebisnis Hanif Rabbani

Nadiva membaca berita itu sampai akhir. Dia juga menatap foto gadis cantik yang tertera dalam berita itu. Di dalam hati, Nadiva menyayangkan sosok cantik dan sepertinya baik hati seperti Ashilla harus meninggal dunia secepat ini.

"Berarti dia beda satu tahun sama Abang, kan ya? Satu sekolah juga. Kira-kira abang kenal nggak ya?" gumam Nadiva.

Tak lama, Dika pun turun dari kamarnya. Lelaki itu menggunakan celana kain dan kemeja serba hitam. Bahkan jam tangannya pun berwarna hitam.

"Abang mau ke mana?" tanya Nadiva.

"Ngelayat ke rumah temen." Dika menjawab tanpa menoleh. Dia tetap meneruskan langkahnya.

"Temen yang namanya Aqila bukan?" Langkah Dika terhenti mendengar pertanyaan dari sang adik.

"Kamu ... tau dari mana?"

"Dari berita. Di sosmed juga udah banyak yang ngucapin rasa duka."

Dika terdiam. Jika berita kepergian Lala sudah terdengar oleh publik, maka kehancuran ada di depan mata.

🌷🌷🌷

Ica dan Agatha enggan untuk pulang. Mereka memaksa keluarga Lala untuk langsung mendatangi tempat berduka yang akan diadakan di rumah Lala. Hanif pun mengizinkan sebab tak tega dengan kedua teman putrinya. Lagipula, Lala pasti senang jika kedua temannya hadir 'kan?

Ica dan Agatha mengikuti ambulans yang membawa Lala menggunakan mobil milik Ica. Untungnya penampilan mereka masih rapi. Walaupun aneh jika digunakan untuk berduka, sebab warnanya yang cerah.

Sampai di kediaman Rabbani, Ica dan Agatha masih belum selesai dengan tangisannya. Beberapa waktu ini, Ica dan Agatha memilih kabur dari rumah dan tinggal di apartemen. Mereka sibuk saling menguatkan, hingga melupakan eksistensi Lala yang juga perlu dikuatkan.

"Maafin gue, La. Kalau aja gue nggak sibuk sama urusan gue sendiri. Kalau aja gue nggak ngelupain kehadiran lo. Mungkin lo masih ada di sini." Ica memeluk jasad Lala yang diletakkan di karpet ruang tamu.

Saat ini, ruang tamu luas milik keluarga Rabbani sudah disulap menjadi tempat duka. Kursi-kursi dipindahkan. Karpet sudah melapisi seluruh lantai dan di tengah-tengah, ada jasad Lala yang tertutup kain batik.

Agatha hanya diam. Namun, dalam hati gadis itu membenarkan perkataan Ica. Keduanya bahkan tidak tahu masalah apa yang menimpa Lala. Seberat apa masalah itu hingga Lala memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

"Nak, sudah ya? Lala pasti sedih kalau kalian begini. Om pastikan orang yang menabrak Lala akan mendapat hukuman yang setimpal," kata Hanif menenangkan walau hatinya sendiri hancur berkeping-keping.

Menabrak? Jadi Lala kecelakaan? Ica dan Agatha sedikit bersyukur karena Lala tidak mengakhiri hidupnya sendiri.

Ica dan Agatha memilih mundur. Bergantian dengan tamu serta keluarga yang hendak melihat jenazah Lala. Untungnya, raga itu masih terlihat bagus. Hanya ada beberapa luka dan jahitan, tidak ada satu pun bagian tubuh yang menghilang atau pun hancur.

Hingga seorang laki-laki datang dan menarik atensi keduanya. Andika Mahardika.

Sangat wajar jika lelaki yang menjabat sebagai kekasih Lala itu merasa sedih, tapi ... kenapa dia terlihat merasa bersalah?

***
To Be Continued

Hai, ini update terakhir sebelum aku ambil cuti seminggu buat nulis. Jadi seminggu penuh aku bakal meliburkan diri dari semua bukuku. Keputusan ini aku ambil karena aku mulai kewalahan sampai sakit. So i hope you guys understand.

See You!

A ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang