Sedetik yang lalu, Dika ingat jika dia baru saja merasakan sakit yang luar biasa. Dia bahkan tak lagi dapat mengontrol tubuhnya. Namun, saat ini dia merasa ringan. Tubuhnya tak lagi merasakan sakit.
Apakah dia sudah mati? Apakah dia sudah menggapai alam selanjutnya?
Dika membuka matanya. Memastikan apa yang terjadi padanya. Sayangnya, yang dilihatnya adalah atap berwarna putih.
Dika mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tembok berwarna abu-abu dan segala macam perabotan.
Aneh sekali. Dika baru saja mengalami kecelakaan. Jika tidak meninggal, harusnya saat ini dia sedang berada di rumah sakit. Akan tetapi ruangan ini sama sekali tidak tampak seperti sebuah ruang rawat inap.
Malah terlihat seperti ... kamar?
Dika mencoba untuk menggerakkan tubuhnya secara acak. Berhasil, Dika bahkan tidak merasa sakit sedikit pun. Ketika dia memilih untuk bangun dan mengamati tubuhnya pun, tak ada satu pun alat medis yang berada di tubuhnya.
Aneh, sangat aneh.
"Nggak mungkin 'kan kalau gue transmigrasi ke tubuh orang lain kayak di novel-novel?" gumam Dika.
Dika menghampiri sebuah lemari yang terdapat kaca di bagian luarnya. Berdiri di depan kaca itu. Mendapati bayangan tubuhnya sendiri di depannya.
"Tuh, gue ada di badan sendiri. Nggak mungkin banget transmigrasi begitu. Ini bukan dunia fiksi."
Dika kembali ke kasur. Matanya bergerilya ke segala arah. Sampai tujuannya berakhir pada benda yang berada di atas nakas.
Tidak ada yang aneh dari benda itu. Hanya sebuah kalender meja yang tak terlalu nyentrik. Sesuai dengan selera Dika.
Dika mengernyitkan dahi. Ngomong-ngomong soal selera, Dika jadi ingat kalau kamar yang dia huni saat ini bukan kamarnya. Mulai dari warna, segala macam perabotan, bahkan tata letaknya sangat berbeda dengan kamarnya.
"Misal nih gue emang udah sembuh dan pulang ke rumah. Terus ini kamar siapa ya? Kenapa beda banget dari kamar gue? Apa kita pindah rumah karena papa beneran bangkrut? Kalau begitu, harusnya pindah ke rumah yang lebih kecil 'kan? Tapi ini kamar gue aja luas banget, apalagi rumahnya." Dika kebingungan.
Dika mengamati kalender tadi dengan seksama. Kemudian mengambilnya agar bisa lebih memperhatikannya. Jangan tanya mengapa, Dika hanya mengikuti perasaanya.
"Tiga puluh Juli berarti ya hari ini? Eh, tapi tahun berapa deh? Perasaan waktu itu gue kecelakaan udah akhir tahun."
Dika memeriksa tahun yang berada di bagian atas kalender. "Oh, 2047."
"Hah?! 2047?!"
***
Akhirnya selesai juga karya yang udah nemenin aku selama dua tahun ini. Terima kasih banyak buat yang udah baca dan vote dari awal sampai akhir. Vote kalian itu sangat berharga buat aku. Makasih juga buat yang udah masukin ke reading list. Aku pengen banget DM kalian buat ngucapin terima kasih, tapi wattpad sekarang udah nggak bisa DM.
Sampai jumpa di karya aku selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Reason
Teen Fiction[Sequel Di Balik Sebuah Imajinasi] Menceritakan kisah dari sudut pandang berbeda. Alvina, seseorang yang selama ini dianggap menjadi antagonis dalam kisah hidup Lala ternyata menyimpan kenyataan pilu dalam hidupnya. Dika adalah satu-satunya tumpuan...