Ketika Helia membuka matanya, dia mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang sangat familier, di mana Helia telah tinggal di tempat yang sama selama lebih dari tujuh belas tahun lalu, sebelum tiga tahun yang lalu dia pindah ke Istana Romeo.
Ini panorama yang membuat Helia bernostalgia.
Cat dinding warna-warni yang tentunya sangat norak, semata-mata untuk menarik perhatian Holland dulu. Akan tetapi, Helia yakin ketika usianya memasuki sepuluh, Helia sudah merenovasi kamarnya menjadi kamar yang elegan dan tidak kekanakan. Tidak seperti ini. Warna merah muda dan pastel yang mencolok, seluruh perabotan yang memiliki warna serupa, entah dengan ranjangnya juga yang memiliki ukiran kekanakan.
Ini ... membuat Helia nostalgia sekaligus merasa frustrasi.
Bagaimana mungkin, ketika Helia bangun tidur dan menatap kedua telapak tangannya, Helia mendapati tubuhnya menyusut! Iya, menyusut!
Helia ingat dia mati karena meneguk racun. Alasan Helia membunuh dirinya sendiri adalah Allan. Pria yang Helia cintai saat itu telah meninggalkan Helia. Pria yang dicintai Helia telah mati, meninggalkan kepalanya yang terpenggal dari kiriman Magnolia dan menyatakan kemenangan Kerajaan Magnolia atas Kerajaan Teratia.
Helia lalu mati karena kesulitan bernapas. Setelah itu, Helia membuka matanya hanya untuk mendapati tubuhnya menyusut!
Helia turun dari atas ranjang, lalu mendekati cermin yang dia hias dengan permata dan manik-manik warna pastel secara berlebihan dan norak.
Lalu, refleksi yang dicerminkan adalah Helia. Itu adalah Helia, tetapi Helia kecil.
Rambutnya belum sepanjang Helia berusia dua puluh tahun, tetapi hanya sebatas punggung. Itu pendek. Helia ingat, dia memotong rambut panjangnya karena Helia sengaja mencampur rambutnya ke sarapannya untuk menarik perhatian Holland.
Jika diingat kembali, Helia merasa kesal pada dirinya yang dulu. Mencari perhatian pada Holland dengan sebegitunya.
Bukankah itu menyebalkan?
Helia hanya bengong menatap refleksinya di cermin dengan lama. Sesekali mencubit pipinya, dan itu menyakitkan. Tandanya ini semua bukan mimpi.
Tok, tok, tok.
Pintu berwarna putih yang dihias pita-pita diketuk. Helia menoleh dan mendapati Mary di sana.
Mary berusia lima tahun lebih tua dari Helia, dan dia sudah melayani Helia ketika usianya yang ke-7.
"Nona Muda Helia—"
"Helia!"
Sebelum Mary menyelesaikan kalimatnya, seorang pria telah memotongnya terlebih dahulu.
Itu adalah pria berambut pirang dan mata merah. Helia yakin dia tidak salah lihat ketika pria itu tersenyum lebar pada Helia.
Helia membulat, nyaris tidak percaya, tidak, mustahil baginya untuk percaya. Selama hidupnya, Helia tidak pernah melihat senyuman pria itu sekali pun! Tidak pada teman bisnis, tidak pada raja, tidak pada keluarga dan kerabatnya. Pria itu tidak pernah tersenyum! Helia tidak pernah melihat dua sudut bibir itu tertarik ke atas, membentuk senyuman menawan yang rupanya seolah mengenang masa muda.
"Helia!" Pria itu lalu menarik Helia ke dalam gendongannya.
Helia makin terkejut. "A-Ayah?" panggil Helia dengan suara bergetar.
"Ada apa, putri kecilku?" tanya Holland kembali dengan senyuman yang lembut.
Helia makin bergetar, membuat Holland mengernyitkan dahinya khawatir.
"Putri Kecilku, kenapa tubuhmu bergetar?" tanya Holland, dia mendekatkan keningnya pada kening Helia. "Ini tidak panas, ini suhu yang normal. Apa tubuhmu kesakitan? Katakan pada Ayah. Jangan buat Ayah khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]
Historical FictionHelia Scarlett Floral mati karena meneguk racun, tetapi ketika dia membuka mata, Helia mendapati tubuhnya menyusut! Waktu telah terulang. Bukan hanya itu, ayah Helia yang awalnya sangat membencinya juga malah berbalik menyayangi Helia sekarang. Aka...