48. Menuju Penyelamatan Helia

612 57 11
                                    

Perjalanan menuju paviliun ini bahkan tak lebih dari satu jam, tetapi baik Holland atau Demian, rupanya melewatkan pencarian mereka dari dasar hutan belantara yang kelihatan berbahaya ini.

Hutan ini adalah wilayah kekuasaan bangsawan lain. Jika Holland tak ingin mencari masalah, dia tak bisa masuk kemari tanpa izin. Akan tetapi, Carl berbeda. Dia mengatakan bahwa mereka bisa masuk asalkan tidak ketahuan. Jikapun ketahuan, Allan adalah raja, dia bisa menjadi jaminan bahwa wilayah ini adalah kekuasaannya walaupun tuan tanah protes.

Tak membutuhkan waktu yang banyak untuk menyusuri hutan hingga mereka melihat paviliun tiga lantai di tengah hutan. Lokasi yang strategis guna untuk mendapatkan pemandangan yang memanjakan mata.

Saat pasukan Floral dan Keehls tiba di paviliun, malam telah menunjukkan kuasanya. Purnama mengangkasa, gemintang berserakan, dan burung hantu mulai bersuara.

"Apa rencananya?" tanya Demian pada Holland.

"Tidak ada rencana. Habisi saja semuanya," balas Holland dengan dingin.

Sebelum mereka berangkat, Carl juga sudah mendiskusikan perihal tempat, pasukan ksatria rahasia, ksatria kerajaan, dan penjagaan apa saja yang berada di dalam paviliun. Rupanya, ksatria yang menetap di sana bahkan tak lebih dari tiga puluh.

Allan mengira, bahwa tak akan ada yang dapat menemukan tempat ini karena terletak di dasar hutan, makanya dia tak terlalu menempatkan banyak ksatria di dalam paviliun. Syukur bagi Holland, menghabisi tiga puluh ksatria akan mudah dengan tangannya sendiri.

Terlebih, pasukan Allan rupanya kalah jumlah.

"Serang sekarang!" komando Holland. Dan begitulah bagaimana ksatria Floral dan Keehls mulai maju sambil menodongkan pedang mereka.

Raungan semangat para ksatria saling beradu, membuat ksatria Allan mulai keluar dari tempat mereka dengan panik, sembari mengeluarkan senjata masing-masing. Suara memekik dari bilah senjata tajam yang beradu membuat telinga berdengung. Teriakan para ksatria yang saling berduel seakan menggetarkan tanah.

Holland mengganggam pedangnya dengan kuat. "Carl, kau tidak perlu ikut bertarung. Kami saja sudah cukup. Akan kuberikan balasan yang setimpal untukmu saat Helia sudah kuselamatkan, terima kasih."

Tepat setelah itu, Holland maju. Demian dan Casterius mengikuti di balik punggung Holland.

Mereka bertiga melewati ksatria yang saling beradu senjata. Melewati kericuhan, mengabaikan teriakan kesakitan dari figur yang terluka, dan terus maju hingga mendobrak masuk pintu kediaman.

Para pelayan yang tinggal di paviliun berteriak ketakutan dengan tubuh gemeteran mereka. Mereka segera berlari dan meninggalkan ruangan.

"Hei, tungggu! Katakan di mana Helia?!" teriak Casterius pada para pelayan yang berlari. "Sial!" sambungnya.

Paviliun ini lebih luas dan besar dibandingkan apa yang terlihat. Mencari Helia dalam paviliun yang memiliki puluhan ruangan tanpa informasi khusus hanya akan membuang waktu secara sia-sia.

"Carl hanya mengatakan bahwa Helia ditempatkan di lantai ketiga. Informasi itu saja sudah cukup," ujar Holland.

"Baiklah, ayo cepat!" Casterius mendahului. Namun, belum sempat dia mengambil langkah, sring! Bilah pedang ditebaskan padanya.

Refleks Casterius yang buruk membuat dia menghindar sedikit lebih lambat, dan bilah pedang yang melayang di udara membuat pakaian Casterius robek. Untungnya, tidak ada luka serius yang dihasilkan.

"Uh!" Casterius melangkah mundur sambil mengangkat pedangnya.

"Kau!" Demian berseru. "Bukankah kau pria yang Helia selamatkan?" geramnya.

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang