Di sini Luna, memeringatkan pembaca bahwa chapter ini adalah adegan berdarah dan pembunuhan. 5k kata cuma bunuh-bunuhan wkwkw. Kalau merasa nggak bisa menanganinya, kamu bisa skip ke adegan terakhir, ya.
***
Lagi-lagi, Helia mengulangi tragedi yang sama. Kala api disebar di penghujung senja, hingga warna oranyenya seakan menantang duel pada sang tenggelamnya matahari. Teriakan yang menggema memekak, seakan menyaingi kicauan para burung yang hendak singgah ke sarangnya. Dan juga, kala bunyi dua bilah pedang yang bertabrakan begitu melengking, menyaingi ringkikan kuda yang perlahan kehilangan jiwanya.
Helia menggigit bibirnya, mengeratkan pegangannya pada pedang yang berada di antara jemarinya, lantes meneguhkan hati.
Pada akhirnya, pemberontakan dilancarkan. Sesungguhnya, Helia percaya diri bahwa pemberontakan ini akan berjalan dengan mulus. Sebab, setelah Allan kembali ke Teratia dari Magnolia dengan pengumuman bahagia, segalanya akan menjadi mudah. Akan banyak orang yang mulai mendukung Allan. Para rakyat akan satu-persatu meninggalkan pemerintahan buruk Louise yang selalu ditonjolkan dalam berfoya-foya, dan beralih pada Allan yang kerap kali memikirkan nasib rakyatnya.
Tidak hanya itu, Floral berada di punggung mereka saat ini. Kekuatan militer yang mendominasi Kerajaan Teratia telah menodongkan pedang, membuat peluang kemenangan mereka meningkat secara signifikan. Kehadiran Ksatria Rahasia yang memimpin para rakyat pendukung Allan pun berperan besar dalam revolusi ini.
Trang! Trang!
Ksatria yang berperan sebagai perisai Allan mulai menyerang prajurit yang dikomandoi oleh Louise. Sementara itu, Allan, Helia, Nate, Demian, serta beberapa ksatria lainnya membelah jalan untuk mengakhiri revolusi ini dengan membunuh orang-orang penting dalam istana.
"Yang Mulia! Pangeran Salix dan Pangeran Pressa berada di Istana Elysee sesuai dugaan. Mereka bersembunyi di sana!"
Laporan dari komunikator pada Allan membuat laki-laki yang menginjak usia kesembilan belas tahunnya menyeringai.
"Salix dan Pressa yang aku cintai, aku datang pada kalian." Allan memecut kudanya hingga kuda putih yang gagah itu membelah jalanan secara kasar. Sang kuda terus melangkah, meringkik kala kakinya menendang atau menginjak prajurit yang dikomandoi oleh Louise.
Pasukan Allan mengekori di belakang sang pemimpin, melintasi jalanan yang penuh akan genangan darah, menekan keinginan untuk mengosongkan isi perut kala aroma kematian begitu menyengat.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Allan menghentikan kudanya di hadapan Istana Elysee, menyerahkan kendali kuda pada ksatrianya, lalu memasuki istana dengan seringaian gila di bibir.
Helia buru-buru melangkah di sampingnya, mengabaikan betapa mendebarnya situasi kala Istana Elysee yang setengah runtuh dikelilingi oleh para prajurit Teratia.
Ksatria Rahasia di belakang Allan langsung maju dan bertempur, mengulur waktu supaya Allan dapat tiba pada tujuannya, yaitu keluarga kerajaan. Selama pasukannya bertempur, Allan memasuki istana dengan langkah yang tenang.
Selain Helia, Demian dan Nate juga tidak pernah meninggalkan sisi Allan, tidak, lebih tepatnya Helia. Sang gadis yang baru menginjak usia empat belas tahun itu menjadi pusat atensi. Demian yang menyayangi Helia, serta Nate yang kagum pada Helia. Mereka tak ingin meninggalkan sisi Helia. Sementara itu, Helia-lah yang enggan meninggalkan sisi Allan, membuat keempatnya tidak pernah terpisah dalam situasi pertempuran yang membuat kepala pening.
Pedang perak di tangan Allan berkilauan kala sang purnama memasuki kisi-kisi jendela, lalu memantul di bilah peraknya, meninggalkan kesan mendalam. Kini, sebuah pedang di tangannya dengan cepat menebas musuh yang hendak menghalangi jalan. Setelah jalannya bersih, dia kembali melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]
Ficción históricaHelia Scarlett Floral mati karena meneguk racun, tetapi ketika dia membuka mata, Helia mendapati tubuhnya menyusut! Waktu telah terulang. Bukan hanya itu, ayah Helia yang awalnya sangat membencinya juga malah berbalik menyayangi Helia sekarang. Aka...