Allan menelan kembali keluhannya kala berhadapan dengan ruang makan di istana raja. Lagi-lagi, Allan diundang untuk sarapan bersama dengan seluruh keluarga kerajaan dan Allan sama sekali tidak menantikannya. Lagipula, siapa yang akan menantikan situasi di mana dirinya akan diracuni, tetapi tak ada yang berdiri di sampingnya untuk mendukungnya?
Allan memang terus berhasil bertahan hidup walau puluhan racun telah melewati kerongkongannya, tetapi bukan berarti rasa derita yang dia rasakan tiap malam itu merupakan sebuah kebohongan.
Setelah diracuni, suhu tubuhnya akan meningkat, rasa mual terus mendominasi, dan perasaan pening di kepalanya terus menjadi. Mencengkeram perutnya bahkan sudah menjadi rutinitas. Akan tetapi, Allan perlu menyembunyikan segalanya.
Ya, menyembunyikannya agar orang-orang picik tidak meraup kelemahan Allan dan menendangnya dari garis menuju takhta. Walau kursi raja tak lagi menjadi tujuan hidupnya, Allan tetap meyakinkan diri bahwa mahkota raja itu perlu dia miliki.
Juga, Allan tak ingin membayangkan apabila dia menolak untuk menelan racun di ruang makan nanti, keluarga kerajaan lainnya—terlebih Ferdinanz—pasti akan mencari cara lainnya dalam menyiksa Allan dengan rasa sakit yang lebih perih.
Pintu ganda akhirnya dibuka oleh pelayan setelah Allan mengetuk.
Di hadapan Allan sudah berkumpul seluruh keluarga kerajaan di kursi masing-masing, menyisakan satu sudut kursi di bagian ujung milik Allan.
"Maafkan saya karena terlambat menghadiri sarapan kali ini, Yang Mulia." Allan membungkukkan tubuhnya dengan santun sebagai permintaan maaf.
Louise yang duduk di kepala meja hanya tersenyum. Sosok yang biasanya hanya bungkam di meja makan, kini ikut angkat bicara, "Tidak masalah, Allan. Mengingat betapa jauhnya Istana Jersville dan istanaku ini, aku bisa menolerirmu."
Allan menelan keluhannya akan mulusnya sindiran Louise pada kondisi istananya yang buruk hingga tak pernah pantas berada di dekat istana raja, lalu memutuskan untuk duduk di kursinya.
Louise memerintahkan pelayan untuk menyajikan sarapan. Kini, piring Allan telah dipenuhi berbagai menu yang terlihat menggugah selera. Namun, kala Allan menilik makanannya lebih dalam, rasa lapar sepenuhnya lenyap.
Meski begitu, Allan tetap tenang. Dia duduk dengan tegak di kursinya, mengangkat peralatan makan sesuai etiket, dan mulai mengunyah makanan beracun.
Allan sesekali ingin memuji para keluarga kerajaan yang berpura-pura tidak melihat reaksi logam terhadap racun. Mereka tak acuh terhadap situasi Allan. Allan bisa membayangkan bahwa Ferdinanz yang duduk di dekat Louise sedang berpesta karena Allan lagi-lagi menelan makanan beracun, yang bertujuan untuk mendekatkan Allan dengan malaikat kematian.
"Kalau dipikir-pikir, usiamu sekarang adalah empat belas tahun, Allan." Vokal Louise memecah hening di ruang makan.
Allan meletakkan peralatan makan dan menatap Louise dengan senyuman lembut, memasang topeng palsu untuk yang kesekian kalinya di hadapan Louise.
"Ya, Yang Mulia. Saya merasa bahagia Yang Mulia bisa mengingatnya."
Allan mengabaikan delikan Ferdinanz di sudut meja.
"Tentu saja aku ingat usia putraku," balas Louise dengan tenang. Dalam wajah yang begitu identik dengan Allan, terulas sebuah seringaian. "Karena sudah memasuki usia remaja, persaingan antartakhta akan semakin intens. Benar bukan, Ferdinanz?"
Ferdinanz terlonjak kala Louise tiba-tiba memanggilnya, tetapi memutuskan untuk melontarkan tawa kecil. "Benar sekali, Ayah. Aku, Gale, Heminoe, dan Allan. Kami berempat mau tidak mau harus saling bersaing akan takhta."
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]
Narrativa StoricaHelia Scarlett Floral mati karena meneguk racun, tetapi ketika dia membuka mata, Helia mendapati tubuhnya menyusut! Waktu telah terulang. Bukan hanya itu, ayah Helia yang awalnya sangat membencinya juga malah berbalik menyayangi Helia sekarang. Aka...