25. Momen

827 106 53
                                    

Holland merasa apabila insiden penculikan Helia merupakan tanggung jawabnya. Holland telah abai pada Helia dengan alasan bahwa Kerajaan Teratia tengah dilanda krisis. Namun, baik Helia ataupun Kerajaan Teratia, keduanya merupakan hal yang berarti bagi Holland.

Meski begitu, Holland tidak menyangkal apabila hilangnya Helia merupakan kesalahan Holland. Seharusnya, Holland memberi tahu Helia bahwa wilayah Keehls tengah memiliki konflik internal sehingga berbahaya bagi Helia untuk memasukinya secara gegabah. Dan keinginan Helia untuk pergi dengan Allan, merupakan bentuk tidak percaya Holland terhadap Allan. Bagaimana bisa Holland memercayai Allan? Bukankah orang yang bertanggung jawab atas sakit hati putrinya di masa lampau merupakan orang yang sama? Lantas, atas alasan apa Holland harus memercayakan Helia pada Allan?

Holland juga telah mengetatkan penjagaan di wilayah Floral, terlebih pada Helia. Holland telah menambah jadwal latihan para ksatrianya untuk berjaga-jaga apabila ada situasi yang identik.

Kini, Holland telah sadar diri apabila dia tidak banyak menghabiskan waktunya dengan Helia sehingga Helia memutuskan untuk mencari perhatian dari yang lain. Memikirkannya membuat Holland geram pada dirinya sendiri.

Maka dari itu, alasan mengapa Holland datang tiba-tiba ke dalam kamar Helia pada pagi buta dengan senyuman lebar, adalah untuk mengosongkan jadwalnya hari ini dan menggantinya dengan jadwal khusus bersama Helia.

"Ayah?" Suara Helia yang baru saja bangun tidur mengisi sunyinya ruangan.

Holland tersenyum bahagia. Putriku sangat lucu, batinnya antusias.

"Helia, cuacanya cerah hari ini. Bagaimana jika kamu piknik dengan Ayah?" ajak Holland, mendekati ranjang Helia dan duduk di tepi kasur. Jemari Holland naik dan mengelus rambut hitam Helia yang berantakan.

"Cerah?" Helia melirik jendela. Matahari di balik kisi-kisi jendela baru seperempat naik, belum bisa dikatakan sebagai hari yang cerah, karena purnama pun masih berniat menyaingi seperempat mentari.

"Ya." Holland mengangguk antuasias. "Bagaimana, Helia? Ayah akan ajak Demian juga."

"Tapi bukankah aku memiliki jadwal latihan dengan Sir Romeo di pagi hari, lalu dilanjutkan menjadi teman bermain Allan hingga sore?"

Sorot Holland mendingin kala Helia menyebutkan nama Allan. Nama itu benar-benar mengganggu Holland. Tak ayal, mendengar sepatah nama itu saja sudah membuat pria itu merasa resah tak keruan. Takut apabila takdir di masa lampau tak akan berubah hingga Helia lagi-lagi harus rela mati demi pria brengsek itu.

"Mudah, Helia. Kita batalkan semuanya."

"Eh, tapi—?"

"Helia tidak mau menghabiskan waktunya dengan Ayah? Bukankah Helia merindukan Ayah?"

"Eh?" Helia mengerjapkan matanya.

Tak berani menyangkal, Helia sendiri tahu apabila dia mulai kehilangan sisi kasih sayang ayah—di mana Helia sudah mulai terbiasa dengan afeksi yang ditujukan padanya—karena ketidakhadiran figur tersebut. Berpikir positif mulai sulit ketika reka peristiwa kelam akan masa lalu terus menghantui. Helia pun harus meyakini bahwa masa kini bukanlah sekadar mimpi, tetapi kenyataan.

Holland cepat atau lambat akan kembali memberikan afeksi serta kehadirannya untuk menenangkan sisi resah di balik rongga dadanya, tetapi karena terlalu lama merasa resah, intuisinya mulai mencari sosok lain untuk menutupi rasa resah di dada.

"Bagaimana?" Holland menaikkan sebelah alis, tangannya masih mengelus rambut Helia secara lembut. "Sudah lama semenjak kita bertiga tidak berkumpul untuk bersantai, bukan?"

Helia mengulas senyum tipis. "Baiklah, Ayah."

Holland bersorak kecil dan segera mengecup puncak kepala putrinya dengan antusias. Semakin hari, Holland terus melihat sisi lucu Helia, hingga pria itu kesulitan untuk membayangkan apabila suatu hari nanti, tangan putrinya akan lepas dari jemarinya untuk diserahkan pada pria lain.

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang