Langkah Casterius sedikit gemetar. Adrenalin telah mencapai puncaknya. Sebab, keselamatan Helia kini berada di tangannya. Keselamatan Helia ditentukan olehnya. Apabila Casterius gagal, maka Helia akan hancur.
Dan Casterius tahu betul, siapa yang harus dia lawan kali ini. Casterius sedikit tidak yakin, dibandingkan dengan Allan, Casterius pasti tidak akan sekuat sang raja. Casterius takut apabila dia tak bisa melawan Allan, dan malah berakhir kehilangan Helia.
Itu mimpi buruk.
Namun, Casterius harus melakukannya. Sebelumnya, Casterius merasa bahwa dia adalah sosok tak berguna yang bahkan tak dapat memperjuangkan cintanya, tetapi kali ini Tuhan telah memberikan Casterius kesempatan untuk ikut berjuang demi cintanya. Maka, akan Casterius lakukan apabila dia berakhir mati sekalipun.
Paviliun lantai tiga tidak seluas lantai pertama, seharusnya mudah untuk menemukan kekasihnya di sini. Bahkan, Casterius tak perlu berusaha banyak setelah melihat salah satu pintu yang terbuka di ujung paviliun.
Tepat seperti perkiraannya, Helia ada di dalamnya, dengan Allan yang memegang tangan Helia seolah hendak membawa Helia lari. Akan tetapi, Casterius berada di sini, berada di hadapan Helia untuk membawa jemari Helia dan berlari menuju ruang kosong bagi keduanya, ruang romansa yang sama kala Casterius pertama kali mengungkapkan perasaannya, ruangan di mana Helia tampak begitu manis dan penuh kasih kala itu.
"Caste?" Bahkan suara mendayu Helia yang sudah lama tak terdengar dalam gendang telinga Casterius kedengaran begitu merdu. Musisi mana pun akan kalah apabila disandingkan dengan Helia.
Casterius tersenyum lembut. "Helia."
"Caste!" Helia hendak berlari menuju rengkuhan Casterius, tetapi genggaman Allan pada pergelangan tangan Helia begitu kuat hingga Helia kesulitan lepas.
Bahkan setelah Allan melihat Casterius di ambang pintu, pria itu mengambil langkah mundur, menyeret Helia bersamanya.
Tatapan dingin Allan menyapu Casterius. "Kau, menyingkir dari sana."
Casterius tidak takut. Dia bahkan maju satu langkah dengan mantap. "Tidak, kau yang menyingkir dari sana. Kembalikan Helia padaku."
"Helia adalah milikku," tekan Allan, jemarinya gemetaran.
"Tidak, Helia tidak pernah berkata secara gamblang bahwa dia adalah milikmu."
Mata Allan memerah karena marah, dia lalu menatap Helia. "Katakan padaku bahwa kau memilihku, Helia."
Helia meneguk ludah. "Tidak, aku tidak pernah ingin menjadi milikmu. Hanya Caste—"
"Diam! Sangat sulitkah bagimu untuk mengatakan bahwa kamu adalah milikku, Helia?!"
"Allan!" panggil Casterius. "Lepaskan Helia jika kau tidak ingin menjadi lawanku."
Allan menatap Casterius, lalu tertawa meremehkan. "Kau yang bahkan baru terbangun dari kematian, mau bersikap arogan dengan ingin sok bisa mengalahkanku?"
Helia di sisi Allan menggigit bibirnya. Bangun dari kematian? Apa benar rupanya bahwa Casterius telah sempat mati? Namun, orang yang mati tidak bisa kembali hidup. Sepertinya kala itu, Allan hanya mengungkapkan tipu daya saja.
Casterius menggenggam pedangnya dengan erat. "Lawan aku, Allan. Kita akan buktikan siapa pemenangnya."
Allan tertawa kesal, lalu mengeluarkan pedang dari sarungnya yang tersampir di pinggangnya. Kemudian, tak membutuhkan waktu lama hingga dua bilah pedang beradu, menghasilkan bunyi memuakkan yang tiada bandingannya.
Dalam segi kekuatan, Casterius memang kalah. Dalam segi stamina, Casterius memang kalah. Dalam kebugaran tubuh, Casterius memang kalah. Allan lebih unggul. Bahkan selama keduanya berduel—Helia memperhatikan dengan gelisah di belakang mereka—Casterius kian didorong mundur oleh Allan dengan mudah, bahkan tubuhnya mulai menunjukkan banyak luka gores berdarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]
Ficção HistóricaHelia Scarlett Floral mati karena meneguk racun, tetapi ketika dia membuka mata, Helia mendapati tubuhnya menyusut! Waktu telah terulang. Bukan hanya itu, ayah Helia yang awalnya sangat membencinya juga malah berbalik menyayangi Helia sekarang. Aka...