19. Resah

890 111 3
                                    

Vote dulu say.

***

Dua hari telah berlalu ketika Casterius tidak mengunjungi Istana Jersville pun kediaman Floral. Hal ini tentu saja membuat Helia merasa resah. Perasaan pelik di dadanya membuat Helia akhirnya berani mendorong diri untuk meraih secarik kertas dan sebuah pena.

Ditulisnya beberapa patah paragraf pendek yang menanyakan keadaan Casterius. Helia tidak bisa menyembunyikannya lagi bahwa dia kini benar-benar telah mengkhawatirkan laki-laki itu.

Setelah menghabiskan banyak waktu bersama, Helia merasa bahwa terdapat suatu ikatan di antara keduanya, yang enggan lepas, yang terasa hambar apabila salah satu dari mereka tak nampak.

"Begitu mengkhawatirkan si rambut emas?" tanya Allan dengan kesal.

"Tentu saja," balas Helia dengan singkat. "Apakah kamu tidak mengkhawatirkan Tuan Muda Casterius? Biasanya, dia tidak pernah absen untuk mengunjungiku setiap hari, dan jika memang tidak bisa bertemu, dia akan mengirim surat. Namun, kini tidak ada kabar sama sekali darinya," keluh Helia, diam-diam menghela napasnya.

Allan mengerutkan dahi tidak suka. "Hanya dua hari tanpa orang itu. Bukannya akan ada masalah besar yang menimpa si rambut emas juga. Tidak perlu terlalu khawatir."

"Tapi tetap saja, bukan?" Helia menghela napasnya lagi. "Tuan Muda Casterius memang pribadi yang menyenangkan, makanya aku jadi khawatir ketika tidak merasakan aura menyenangkannya di sekitarku."

Allan memberi jeda, menyipitkan kedua matanya, sebelum membuka bibirnya, "Sejak kapan kalian bersama-sama?"

Helia mengangkat sebelah alis. "Belum lama ini aku dan Tuan Muda Casterius menjadi teman. Kami bertemu di pesta perayaan ulang tahun kerajaan."

"Oh?" Allan memutar bola mata. "Lihat, tidak perlu mengkhawatirkan si rambut emas. Tidak apa-apa, oke?"

"Tapi tetap saja, aku akan meminta Mary untuk mengirim suratku."

Allan tidak bisa protes lagi ketika Helia meninggalkan Allan sendirian untuk mencari pelayannya, dengan secarik kertas di antara jemari lentiknya, yang isinya hendak diserahkan pada orang yang kini mendengar namanya saja sudah membuat emosi Allan membludak.

***

Allan tersentak kecil kala melihat setumpuk buku yang melayang. Namun, kala melihat helaian hitam di balik tumpukan buku, Allan bisa tahu bahwa tubuh mungil yang membawa setumpuk buku tersebut adalah Helia.

Allan masih duduk di sofa yang sama ketika Helia keluar untuk mencari Mary, tetapi Helia kembali dengan puluhan buku di tangannya.

Allan menghela napas dan akhirnya menghampiri Helia. Mengambil alih seluruh buku dari tangan Helia, bahkan tubuh mungil si gadis berusia tujuh tahun hampir oleng akibat banyaknya buku yang dia bawa.

"Sebenarnya, apa yang kamu lakukan, Helia?" tanya Allan sembari meletakkan buku-buku di atas meja. "Kenapa tidak menyuruh pelayan saja yang membawa bukunya?"

Helia hanya memamerkan senyumannya yang manis dan duduk di atas sofa, menyandarkan punggungnya yang kaku pada sandaran beludru, mengistirahatkan tubuhnya setelah membawa puluhan buku di atas tangan.

"Karena tidak ada pelayan yang bisa kusuruh di istana ini, Allan. Mary sudah pergi untuk mengirim surat, dan para pelayan di Istana Jersville lebih memilih bergosip dan berbelanja dibandingkan membersihkan debu yang makin menebal."

Allan memutar mata. "Maaf saja kalau para pelayanku tidak becus."

Helia terkekeh kecil. "Yah, bukannya aku peduli juga mereka ada di sini atau tidak. Lagipula, kita harus waspada terhadap sepasang mata asing yang bersiap untuk mengintai. Ketidakhadiran para mata itu menguntungkan kita, Allan."

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang