22. Intensi

729 105 19
                                    

Casterius mengembuskan napasnya dengan senyuman lebar di bibir yang pucat.

"Rasanya, seolah sudah lama aku tidak menghirup udara segar," bisik Casterius, mengeratkan genggaman tangannya dengan Helia.

Helia hanya tersenyum kecil ketika dia digandeng oleh kedua laki-laki berusia sepuluh dan dua belas tahun di sisi kanan serta kirinya, seolah keduanya tengah bermain peran sebagai ksatria penjaga untuk Helia.

"Itu karena Tuan Muda tidak meninggalkan kamarmu selama satu minggu," balas Helia, sedikit prihatin.

Pada akhirnya, Eros yang tengah meninggalkan kediaman Keehls untuk urusan bisnis membuat Satirie mengambil kesempatan dan membiarkan putranya dibawa lari oleh Helia dan Allan. Sebentar saja, hanya untuk sesaat, membiarkan Casterius kembali menghirup kebebasan yang didamba. Hanya untuk sejenak, membiarkan senyum Casterius terlukis manis di bibirnya yang pucat.

Maka dari itu, Helia memutuskan untuk membawa Casterius mengelilingi wilayah Keehls. Allan tidak ingin ditinggal sendirian di kediaman yang menguarkan suasana aneh, maka Allan mengikuti Helia dan Casterius.

"'Tuan Muda'?" Casterius mengerutkan dahinya. "Mengapa Helia tidak memanggil namaku lagi secara langsung seperti sebelumnya?"

Helia tersentak kecil dan menoleh ke kanannya untuk menatap Casterius, hanya untuk bertabrakan dengan violet yang menyerupai lentera, begitu cerah dan hangatnya.

"Aku melakukannya tanpa sengaja." Helia berdeham. "Bukankah wajar saja untuk bangsawan memanggil satu sama lain dengan hormat?"

"Tapi kamu tidak melakukannya dengan Pangeran Allan."

Allan yang namanya disebutkan langsung mendelik. Walau sedikit merasa simpatik pada nasib Casterius, Allan tetap saja masih membenci Casterius. Bukan hanya karena perihal duel dan provokasi dari Casterius, melainkan ada perasaan aneh yang mendorong Allan untuk terus membenci Casterius.

"I-Itu ...." Helia menatap kedua sepatunya, di mana kedua kakinya yang mungil membawa tubuhnya menuju keramaian kota di wilayah Keehls.

Namun, ada benarnya juga. Helia tidak pernah memanggil Allan dengan gelarnya, sebab, kebiasaan rupanya mengalahkan etiketnya. Semenjak dulu, Allan dan Helia memanggil satu sama lain dengan nama secara langsung, tidak memedulikan keformalan walau keduanya merupakan garis keturunan berdarah biru.

"Maka, tidak ada yang salah denganku untuk memanggil Helia dengan nama, kan?" lanjut Casterius setelah Helia memberikan jeda panjang. "Dan Helia juga harus memanggilku dengan namaku, Casterius. Atau kamu bisa memanggilku Caste."

"Baiklah." Helia menganggukan kepalanya, menyetujui kesepakatan tak tertulis di antara keduanya. "Akan kupanggil namamu mulai sekarang, Caste."

Casterius mengalihkan pandang, hendak menyembunyikan senyum lebar yang merekah di bibirnya.

Helia bagi Casterius, bahkan di awal keduanya pertama kali bertemu, merupakan sebuah dikejutan. Lantas, Helia di dalam kehidupan Casterius, kerap kali memberikan kejut demi kejut yang tak pernah Casterius duga. Bahkan menjemputnya dari sangkar tak kasat mata yang mencegah Casterius untuk melebarkan sayapnya.

"Omong-omong, bagaimana caranya Helia mengunjungi wilayah Keehls?" tanya Casterius, seolah telah menyadari sesuatu.

"Dengan kereta?" jawab Helia dengan sorot ragu.

"Maksudku ..., bukankah wilayah Keehls sedang tidak aman saat ini? Tentunya, jalanan akan diblokir sehingga tidak akan ada kereta yang bisa memasuki Keehls."

Helia melirik Allan di sampingnya, harus sedikit mendongak untuk bisa menemukan sorot waspada Allan, yang tak bisa berhenti mengobservasi sekelilingnya.

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang