15. Menaruh Janji

1K 139 24
                                    

Setelah Allan diberikan perawatan kulit dan mengenakan pakaian yang layak, Allan jadi kelihatan cukup menawan sekarang. Hanya saja, tubuhnya terlalu kurus karena malnutrisi. Namun, tentu saja wajahnya yang memukau mengalahkan ketidaksedapan dalam pandangan mengenai betapa kurusnya tubuh Allan.

"Tuan Muda Allan memasuki ruang makan."

Ketika namanya diumumkan seiringan pintu ganda yang dibuka lebar, Allan dengan penampilan yang memukau memasuki ruang makan untuk bergabung dalam sarapan.

Helia bahkan perlu menggigit bibirnya dan menetralkan bunyi dentuman di dadanya yang tak keruan.

Bagaimana mungkin? pikirnya. Allan terus-menerus mengisi relung dadanya, walaupun Helia telah berkali-kali mencoba untuk mengusir figur yang sama dari benaknya, sosok itu terus membayangi, menghantui, dan menekan Helia. Seolah-olah berniat untuk mendominasi kehidupannya, membawanya ke dalam neraka dunia, dan mengundang Helia untuk menderita.

Helia kesal. Namun, di saat yang bersamaan, terpukau.

Pagi ini, Allan mengenakan pakaian putih dan biru, yang sangat kontras dengan warna rambutnya yang abu keperakan dan iris matanya yang safir. Aura yang dikeluarkannya begitu menenangkan, tetapi bersifat tegas. Helaian rambutnya yang awalnya sangat kusut dan kotor hingga mendekati warna cokelat kini berubah menjadi halus dan berkilauan, menandakan betapa besarnya perjuangan para pelayan untuk mengubah sebuah batu menjadi sebuah berlian yang gemerlapan. Tidak lupa, satu-satunya yang akan terus menang; wajahnya.

"Hah? Siapa anak itu?"

Satu suara yang menyela mampu membuat suasana yang melankoli menjadi pecah.

Demian mengerutkan keningnya tidak suka, lantas menatap Helia untuk meminta penjelasan lebih lanjut.

"Perkenalkan Kakak, namanya Allan," kata Helia setelah menormalkan raut wajahnya yang tampak bersemangat; tersihir.

"Allan?" Demian menegakkan tubuhnya dan menghampiri Allan. Dipandanginya Allan dari ujung rambut hingga ujung sepatunya.

"Helia memungutnya dari jalan," sela Holland.

Kalimat Holland membuat Allan memelotot. "Apa?! Apa-apaan ini Helia? Kamu tidak bisa sembarang memungut orang lain! Bagaimana jika dia adalah penjahat dan berniat melukaimu?!"

"Kamu adalah Tuan Muda Demian, apa aku benar?" tanya Allan dengan nada suara yang tenang dan sorot wajah yang santai, seolah tidak terganggu oleh kalimat Demian meski telah dihina secara terang-terangan.

"Benar. Dan siapa kau? Apa hubunganmu dengan Helia sampai Helia memberikan atensinya yang berharga untukmu?"

Allan tersenyum kecil dan membungkukkan tubuhnya sesuai etiket. Demian perlu menahan diri untuk tidak terpukau setelah melihat betapa sempurna dan anggunnya etiket yang digunakan. Demian bahkan ragu apakah etiketnya bisa sebaik anak itu.

"Perkenalkan, aku adalah Allan, calon Pangeran Keenam Kerajaan Teratia."

"Hah?" Demian sepertinya kesulitan mencerna informasi besar barusan sehingga dia hanya menatap Allan dengan tatapan aneh. "Apa anak ini sedang bermimpi, ya?"

"Aku tidak bermimpi, Tuan Muda Demian." Allan mengukir senyuman yang paling manis yang pernah dia buat.

"Sudahlah, Kakak," sela Helia. Dia melingkarkan tangannya pada lengan Demian dan menarik Demian ke meja makan. "Lupakan dulu dan mari kita mulai sarapannya. Ayah akan menjelaskan dengan rinci nantinya."

"Mengapa Ayah yang harus menjelaskan?" tanya Holland dengan kebingungan.

"Tidak bisa?"

"Bisa."

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang