7. Dansa

2.4K 267 37
                                    

"Tuan Muda Casterius." Helia menghela napasnya, lalu melirik anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang berada di sampingnya. "Bisakah kamu tidak mengikutiku secara terus-menerus?"

"Eh? Memangnya kenapa?" balas Casterius dengan heran.

Senyuman di bibir Casterius pula terlihat lepas dan bebas. Helia entah mengapa tidak menyukai hal tersebut. Seolah ada suatu perasaan asing yang menghantam dadanya kala melihat senyuman itu.

Tidak, mungkin Helia bisa tahu perasaan apa yang dirasakan olehnya. Itu adalah perasaan iri.

Perasaan bahwa Helia tidak pernah merasa sebebas itu karena hatinya tidak pernah merasa tenang. Bahwa Helia selalu dikhawatirkan bahkan oleh hal-hal yang kecil. Bahwa Helia perlu menekan dirinya sendiri agar sesuai dengan ekspetasi orang lain. Bahwa Helia rupanya tidak cukup untuk dicintai oleh orang yang dikasihi.

"Nona sekalian saja tidak masalah, bukan?" tanya Casterius sambil melirik ketiga nona muda yang kini menjadi teman dekat Helia.

"Itu bukan masalah yang besar, Tuan Muda Casterius," balas Natalia dengan tenang.

"Benar. Jika melihat kalian berdua di saat yang sama, kalian berdua terlihat sangat serasi," kata Selena sambil menahan senyumannya.

Julia diam-diam menyetujui, tetapi tidak mengatakan apa pun.

Helia melirik Casterius dengan risi, lalu menghela napasnya. Jika ketiga temannya tidak masalah dengan ini, maka Helia juga tidak bisa memaksakan keinginannya.

"Baiklah. Tapi kuharap Tuan Muda Casterius tidak mengajakku bicara hingga pesta selesai."

"Nona Muda Helia sangat dingin." Casterius tersenyum jahil. "Jika kamu terlalu dingin di usiamu yang masih muda begini, tidak akan ada laki-laki yang mau menjadi suamimu, lho."

Tuk.

Helia menahan rasa kesalnya ketika jari telunjuk Casterius menekan pipi Helia berkali-kali.

"Apakah kamu berniat untuk membuatku marah?" tanya Helia dengan lelah, dia menghela napasnya.

Jujur saja, pertemuan pertama mereka sama sekali tidak impresif. Bagaimana mungkin Casterius menunjukkan banyak darah pada Helia ketika mereka pertama kali bertemu?

Jika Helia benar-benar berusia tujuh tahun, mungkin dia akan menangis. Namun, di dalamnya adalah jiwa berusia dua puluh tiga tahun. Jadi, bukan masalah baginya untuk melihat darah.

Akan tetapi, tentu saja bukan hal yang bagus untuk menunjukkan darah di pertemuan pertama, bukan?

Casterius menarik jemarinya dari pipi Helia dan tertawa. "Apa maksudmu, Nona Helia? Aku tidak berniat untuk membuatmu marah, tapi wajah marahmu juga cukup imut."

"Imut ...!"

Casterius makin tertawa kala melihat rona merah menyebar di pipi Helia.

Tuk, tuk. Casterius menekan pipi Helia lagi, berkali-kali.

"Tuan Muda Casterius."

Casterius langsung menarik jemarinya ketika Helia memanggilnya dengan nada yang dingin.

"Baiklah, baiklah. Maafkan aku, Nona Muda Helia. Aku tidak berniat untuk membuatmu marah, tenang saja."

Casterius lalu melirik para bangsawan yang mengelilingi lantai dansa. Di sana, orkestra dimainkan dengan mengudarakan nada-nada musikal yang klasik.

Casterius lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Helia, dia berbisik, "Aku kemari hanya untuk mengajakmu berdansa."

Tanpa menerima persetujuan Helia, Casterius segera menarik tangan Helia dan membawanya ke lantai dansa.

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang