Chapter 8

633 45 0
                                    

Mobil hitam itu berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan pagar kayu setinggi pinggang berwarna coklat kusam, Ruri menatap pemandangan luar rumah Rumi sebentar sebelum akhirnya mengalihkan tatapannya ke cewek di sampingnya. Tanpa berbicara Ruri langsung menekan seatbelt yang membelit tubuh Rumi sebelum cewek itu sempat melakukannya.

"lo... mau mampir?" tanya cewek itu terdengar sedikit tak yakin.

Jelas ia merasa tak yakin halaman rumahnya terlihat berantakan sekarang, bunga-bunga segar yang biasanya menghiasi halaman sedang layu karena jarang disirami, mainan-mainan anak kecil berserakan begitu saja. ditambah lagi, Rumi merasa tak mungkin bagi orang seperti Ruri menginjakkan kakinya dirumahnya.

Ruri tersenyum kecil, telapak tangannya lalu mendarat di puncak kepala Rumi, "lain kali," tolak cowok itu lembut.

Rumi tak mengatakan apa pun lagi, cewek itu segera keluar dari dalam mobil Ruri. Ia berdiri di depan pagar sampai mobil Ruri melaju pergi dan ia masuk ke dalam rumahnya.

***

Bagi sebagian orang yang mengenal Ruri di sekolah, mereka mengira Ruri adalah sosok yang menyenangkan, cowok itu mudah bergaul dengan siapa pun, mudah membuat orang merasa nyaman berada di dekatnya dan terlebih lagi Ruri itu jago dalam segala hal.

Tampan, baik hati, mudah tersenyum dan memiliki banyak bakat. Dimata orang-orang Ruri adalah seorang pangeran, tapi dimata keluarganya, Ruri hanyalah anak pembuat onar. Ia kerap terlibat beberapa perkelahian dengan para preman jalanan dan membiarkan sang kakak tertua untuk mengurus masalahnya.

Terlahir sebagai anak bungsu dan merupakan satu-satunya anak laki-laki dikeluarga membuat Ruri begitu dimanja sejak kecil. Tinggal tunjuk dan ia mendapatkan apa yang diinginkannya. Karena didikan seperti itu membuat Ruri tumbuh menjadi anak yang egois terkadang.

"kakak dengar kamu nabrak orang beberapa hari lalu." Perempuan dengan rambut berwarna coklat terang yang duduk di samping Ruri kini menatapnya.

"gak sengaja, kak," jawab Ruri.

Shana yang duduk di depan sang adik mendengus sebal, "gak sengaja apanya! Ruri, orang itu harus dapat penanganan intensif gara-gara kamu!" tegur sang tertua sambil menatap tajam adiknya.

Shani yang mendengar itu tercengang tak percaya, "demi apa, Ru?" sang kakak kedua menatapnya kaget.

Ruri tak mengucapkan apapun, ia hanya fokus pada makanannya. Ini makan malam pertamanya dengan para kakak-kakaknya setelah malam tahun baru, keluarga Ruri itu tidak tinggal di dalam satu rumah, mereka berpencar. Mereka jarang berkumpul bersama kecuali jika ada hal mendesak saja.

Seperti saat ini, Shana sengaja memaksa Ruri untuk ikut makan malam karena ingin membahas permintaan konyol sang adik beberapa hari lalu. Ruri jarang meminta hal-hal aneh kecuali jika anak tersebut memang sangat menginginkan hal tersebut.

"Arumi Dewandaru, dia siapa kamu, Ru?" tanya Shana tanpa ingin mengulur lebih banyak waktu lagi.

Sebagai yang tertua, sudah merupakan kewajibannya untuk tetap memastikan adik-adiknya menjalani hidup yang aman dan damai. Shana tak ingin mendapat telepon penuh omelan dari sang papa atau bahkan kakeknya karena tak mampu menjaga adik-adiknya.

"teman," jawab Ruri enteng.

Shana menatapnya datar, "you want her?" perempuan itu menaikkan sebelah alisnya.

Bagi orang yang melihat ekspresi wajah Ruri saat ini, cowok itu tak menunjukkan ekpsresi lain selain datar. Tapi dimata Shana, ia melihat sedikit sudut bibir sang adik terangkat dan kilat mata senang dari Ruri. Shana mengenal Ruri dengan sangat baik karena dirinya lah yang mengurus Ruri sejak masih kecil.

Shana menghela nafasnya lelah, "jangan gila, Ruri," peringat sang kakak.

Pada akhirnya Ruri tak mampu mempertahankan ekspresi datar itu, ia malah tertawa senang. Shani yang melihat itu jelas ikut tersenyum senang, perempuan itu lalu menopang dagunya dan menatap sang adik.

"adikku, senang banget kayaknya, ya~~" Shani mencubi pipi Ruri dengan gemas.

Bagi Shani, apapun itu demi kebahagiaan adik bungsunya. Shana mungkin merasa dirinya sangat mengenal Ruri, tapi Shani jauh lebih dekat dengan adik bungsu mereka. Sudah lama perempuan itu tak melihat adiknya seceria sekarang, ia pun jadi sedikit penasaran dengan perempuan yang bisa membuat Ruri tertawa begitu nyaring sampai mengeluarkan sedikit air matanya.

"Kak Shani harus ketemu sama Rumi!" ucap Ruri bangga.

"Shani doang?" ujar Shana terdengar tak senang.

Ruri tertawa kecil lalu menatap sang kakak tertua dengan tatapan menggoda, "enggak mau ketemuin Rumi sama Kak Shana! Nanti Rumi jadi lupa gender!"

Mendengar itu membuat Shani jadi tertawa lantang, memang benar ucapan sang adik. Shana itu walaupun perempuan tapi ia terlihat seperti laki-laki, kebanyakan Shana menggunakan baju formal dengan rambut hitamnya yang lurus, wajahnya selalu datar dan ia memiliki aura maskulin. Ditambah lagi Shana itu mandiri sejak masih remaja, ia juga berpendidikan tinggi jadi banyak laki-laki yang minder jika harus berdekatan dengannya.

Shana menggeleng kecil, "don't ruin people's heart, Ruri. You won't like it." Pesan sang tertua pada makan malam keluarga malam itu.

***

Si rese: thx for the toy

Si rese: Ily❣

"siapa, yang?"

Leah menoleh ke arah sang kekasih kemudian tersenyum kecil, "bukan siapa-siapa," jawabnya sambil mematikan HP dan kembali fokus menonton film sambil bersandar di pundak lebar sang pacar.



TBC.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang