Chapter 44

399 28 6
                                    

"lo yakin mau kerja? Lo sudah kelas tiga, loh," ujar Matheo setelah Rumi menceritakan jika cewek itu akhirnya mendapatkan pekerjaan.

Rumi tersenyum kecil, "gue yakin, kok, lagian kita masih di semester satu jadi masih gak papa."

Matheo tak bertanya lebih jauh lagi karena sepertinya keputusan cewek itu sudah bulat, satu hal yang menjadi masalah jika Rumi bekerja paruh waktu adalah itu artinya ia tak memiliki cukup waktu untuk bersama dengan Rumi, berbeda kelas saja sudah membuat Matheo cukup kesusahan mendekati cewek itu.

"oh iya, PR lo kemarin gimana? Bisa gak ngerjainnya?" tanya Rumi.

"lumayan, gue ketinggalan pelajaran banget."

Rumi lantas mengusap-usap pundak Matheo, ia berniat menyemangati cowok tersebut, "kalau ada yang susah lo bisa tanya gue kok, bakal gue bantu semampu gue," ujar cewek tersebut.

Mendengar itu membuat Matheo terpikirkan sebuah ide, ia lantas tersenyum kecil.

"kalau gitu lo gak keberatan dong buat habisin waktu istirahat lo sama gue?"

Rumi terdiam sesaat, "enggak, kok," jawabnya yang berhasil membuat senyum Matheo menjadi tambah lebar.

Ia akan melakukan apa pun selama ini bisa membuat Rumi menjadi dekat dengannya.

***

"jadi lo mau tau apa tentang Hanum?" tanya Ruri, cowok itu datang sambil membawa nampan berisi minuman Danver.

Danver tak langsung bertanya, ia meminum minumannya terlebih dahulu, "Hanum punya pacar baru?"

Jika Danver sudah bertanya seperti itu artinya cowok tersebut sudah bertemu dengan kekasih Hanum, Ruri menyandar kan punggungnya di kursi dan melipat kedua tangannya.

"iya," jawabnya singkat.

"sesudah atau sebelum lo berdua tunangan?"

Jika saja Ruri masih menyukai Hanum mungkin sekarang cowok itu akan menjawab dengan jujur, sumber permasalahan kenapa pertunangannya dengan cewek tersebut bisa dibatalkan. Tapi ia sudah tak peduli lagi dengan masalah yang lalu, Ruri pun melihat hubungan Ezra dan Hanum baik-baik saja, jadi ia tak ingin ikut campur dalam hubungan keduanya.

"sesudah," jawabnya bohong, "Danver, lo bisa cari cewek lain. Lo gak harus fokus sama Hanum," nasihatnya.

Danver tertawa hambar, "tau apa lo soal Hanum, hah?" ia menatap sang lawan bicara tajam.

"dia pengkhianat, Danver," ucap Ruri tenang, sudah cukup dirinya dihancurkan oleh Hanum, Ruri tak ingin sepupunya ini ikut hancur oleh orang yang sama, terlebih lagi setelah berpisah lama Danver masih mengharapkan cewek tersebut.

"shut you fucking mouth! You're the only one traitor here!" Danver menunjuknya dengan penuh kemarahan.

"lo beruntung karena saat itu gue di San Diego! Lo beruntung karena dua tahun lalu gue gak ngebunuh lo! Kalau tau lo bakal berkhianat, Ru, mungkin lo gak bakal hidup sampai sekarang!"

Ancaman seperti itu tak membuat Ruri takut, ia sudah sering mendengar ancaman mengerikan itu dari mulut Damara dulu. Ruri hanya bisa duduk dengan tenang di tempat duduknya, menatap Danver datar.

"fine! Kalau lo anggap gue kayak gitu, silakan. Sekarang lo bisa ambil Hanum lo."

Ruri beranjak dari tempat duduknya dan kembali ke meja kasir.

***

"lo cepat belajar, ya!" puji Lorenza ketika ia mengajari Rumi bagaimana cara menggunakan mesin kopi.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang