Chapter 47

401 28 8
                                    

"hari ini jam pelajaran Seni Budaya di ganti sama Bimbingan Konseling," ujar Andrea selaku ketua kelas XII IPS 1.

Bimbingan Konseling memang wajib dilakukan di SMA Kencana untuk anak murid yang sudah duduk di bangku akhir sekolah, guru-guru biasa akan bertanya akan kemana tujuan mereka setelah lulus nantinya dan memberikan beberapa saran untuk murid-murid tersebut.

"gak ada yang boleh keluar kelas selain yang lagi bimbingan!" seru Andrea begitu melihat beberapa anak laki-laki yang sudah berniat meninggalkan kelas.

"lo sudah ada bayangan gak mau lanjut ke mana, Go?" tanya Ruri sambil melirik teman sebangkunya itu.

Ago mengacak-acak rambutnya, "keknya gue bakal ngambil Sekolah Penerbangan, gue pengen traveling," jawab Ago, cowok itu memang memiliki hobi ke sana kemari.

"lo gimana?" Ago meninju pelan bahu Ruri.

Ruri melipat kedua tangannya, kepalanya mendongak untuk menatap langit-langit kelasnya, "gak tau," jawabnya.

"paling lanjut kuliah, ambil jurusan teknik mesin atau bisnis terus kerja di perusahaan keluarga," ucapnya karena memang hal tersebut yang sudah pasti terjadi dihidupnya.

Ago menggeleng pelan, "pikir bener-bener, Ru, kita masih ada satu semester lagi, jangan sampai lo lulus tanpa tujuan," nasehat temannya itu sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduk karena namanya sudah di panggil untuk bimbingan.

Ruri tak pernah memikirkan masa depannya, ia hanya memikirkan bagaimana kehidupannya di hari esok. Cowok itu kemudian melihat sekelilingnya, ada beberapa teman sekelas yang tengah sibuk memikirkan jawaban untuk bimbingan nanti dan ada beberapa yang tampak bodo amat, mereka malah asik bermain game online di pojok kelas.

Cowok itu lalu menatap Ratna yang kini sedang tertidur di mejanya, sama seperti Ruri, Ratna juga tipe cewek yang hanya memikirkan kehidupan untuk hari esok.

"Na," panggil Ruri.

Mata cewek itu sedikit terbuka, "apa?"

Ruri tersenyum kecil, "apa gue jadi Romo aja, ya, Na?"

***

Setelah selesai berpamitan dengan ibu yang membimbingnya, Rumi pun dengan segera keluar dari ruangan tersebut, diluar ruangan ia bertemu dengan Ratna yang ternyata baru menyelesaikan bimbingannya juga. Rumi melemparkan senyum tipisnya dan melangkah pergi.

"sebentar lagi saingan lo bukan manusia, Rum," ujar Ratna yang berdiri di belakang Rumi dengan kedua tangan terlipat.

Rumi perlahan menoleh ke belakang, "maksudnya?" kening nya berkerut tipis.

Ratna berjalan mendekat, "Ruri gak ngasih tau? Dia bilang sama gue mau jadi Romo," ucap cewek berambut pendek tersebut.

Kerutan di kening itu pun semakin terlihat jelas, "kok bisa?" tanyanya kaget.

Kedua bahu Ratna terangkat, "I don't know, tanya aja sendiri, Ruri di ruang musik, dia gak datang buat bimbingan." Ratna kemudian melangkah pergi setelah selesai memberitau Rumi.

Tanpa menunggu lama Rumi lantas segera pergi ke ruang musik tempat di mana Ruri bersembunyi, sesampainya di depan ruang musik, Rumi dengan samar mendengar suara piano dari luar ruangan, cewek itu lantas membuka perlahan pintu ruang musik, berantisipasi takutnya ada kelas lain yang menggunakan ruangan tersebut.

Rumi tak melihat siapa pun di ruangan tersebut, ia lalu masuk ke dalam berjalan dengan pelan menuju ke sumber suara sampai akhirnya ia melihat Ruri yang kini sedang duduk di depan grand piano sambil memainkan alat musik besar tersebut. Cowok itu sepertinya tidak sadar akan kehadiran Rumi, diperhatikannya jari-jari panjang Ruri yang dengan lihai menekan tuts-tuts piano.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang