"Rumi, lo ngelamun lagi," ujar Matheo menyadarkan cewek di depannya itu dari lamunannya.
Rumi mengerjapkan matanya beberapa kali, "ah, maaf, Mat," ucap Rumi sedikit gelabakan.
"Theo, Rumi," koreksi cowok itu karena Rumi terus melupakan nama panggilannya.
Cewek itu hanya tersenyum seadanya, akhir-akhir ini pikiran Rumi sedang kacau, efek dari perkelahiannya dengan Ruri dua hari yang lalu. Semejak kejadian itu Rumi sama sekali tak mendapat kabar dari Ruri, Leah yang biasanya memberikan informasi tentang cowok itu pun hanya diam tak bersuara.
"lo mikirin apa sih, Rum?" tanya Matheo, ia lalu melipat kedua tangannya di atas meja, bersiap untuk mendengarkan curhatan Rumi.
Tapi alih-alih menjawab pertanyaannya Rumi hanya menggeleng kecil, "enggak, gak mikirin apa-apa, ayo fokus belajar, lo sudah banyak ketinggalan materi, The."
Matheo sedikit kecewa mendapatkan reaksi yang tak ia harapkan, cowok itu kemudian memperhatikan bagaimana Rumi menjelaskan materi untuknya, tapi tak ada satu kalimat pun yang berhasil masuk ke otaknya.
"lo sama Ruri sudah jadian berapa lama?" tanya Matheo lagi dan dapat dilihatnya ekspresi Rumi yang berubah menjadi kaget dan malu, kini ia tau topik macam apa yang dapat menarik perhatian cewek di depannya ini.
"Matheo, kalau lo gak mau belajar mending kita sudahin aja," ucap Rumi lalu menyimpuni barang-barangnya.
Matheo menahan tangan Rumi yang ingin menutup buku dihadapannya, keduanya lalu saling pandang.
"lo beneran suka sama Ruri, Rum?" tanya Matheo lagi.
Rumi sendiri sudah mulai tak nyaman dengan topik mereka, cewek itu menarik tangannya perlahan dan menaruh kedua tangannya di atas meja.
"kenapa dari tadi nanya itu mulu?" tanya Rumi balik.
"penasaran aja sih," jawab Matheo acuh tak acuh.
Cowok itu memainkan pulpen yang ada di jari tangannya, "padahal dulu kita dekat banget, kok bisa lo lupain gue semudah itu?" ucapnya sambil tersenyum miring.
Rumi lantas menatap cowok itu tak terima, "lo sendiri gimana?" tanyanya balik dengan nada dingin.
"kok bisa-bisanya gak ngasih kabar apa-apa selama ini? bahkan lo pergi ke luar negeri pun gue taunya dari orang lain, padahal kita sedekat itu," ucapnya membalikkan perkataan Matheo.
Cowok itu terdiam sambil memperhatikan Rumi, ia lalu melepaskann pulpen yang sedari tadi dimainkannya dan menggenggam tangan Rumi, Matheo mengelus-elus punggung tangan cewek itu dengan penuh kelembutan, ia mendongak menatap Rumi sambil tersenyum lembut.
"kecelakaannya tiba-tiba, Rum. Orang tua gue waktu itu gak punya pilihan lain selain langsung bawa gue pergi, gue juga gak mau ninggalin lo tiba-tiba dan buat kabar, handphone gue rusak total, jangankan lo, temen yang lain pun gak bisa gue hubungi sama sekali," ucap Matheo serius.
Rumi menatap tangan Matheo yang kini tengah menggengam kedua tangannya, ia selalu merasa aneh ketika Matheo menggengam atau menyentuh tangannya, ia terbiasa dengan sentuhan tangan Ruri, Rumi terbiasa merasakan jari-jari tangannya dimainkan oleh cowok tersebut.
Karena merasa semakin tak nyaman, Rumi pun kembali menarik tangannya dan kali ini menaruhnya di bawah meja. Matheo jelas merasa tidak suka terhadap penolakan halus Rumi, cewek itu selalu menolak segala sentuhan fisiknya.
"Ruri terancam dikeluarin dari sekolah," ucap Matheo yang pada akhirnya tak mampu menahan diri untuk tak memberi tau Rumi, sepertinya hanya topik tentang Ruri saja yang berhasil menarik perhatian cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Teen Fiction"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...