Chapter 59

338 24 2
                                    

Rumi bangun dengan perasaan yang kacau, hatinya berdenyut sakit setiap kali mengingat kejadian di café sore kemarin, mengetahui jika salah satu teman dekatnya mengkhianati dirinya, salah satu orang yang dipercaya olehnya. Rasanya Rumi tidak ingin bangkit dari tempat tidur, hanya menangis di atas kasur sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Tapi bersedih terlalu lama bukanlah hal yang baik, Rumi tak ingin semua usahanya dalam membuktinya dirinya tak bersalah menjadi sia-sia. Cewek itu berdiri di depan cermin, menataap pantulan dirinya yang kini sudah berpakaian SMA lengkap dengan almameter kebanggan SMA Kencana.

"kak, sudah siap belum?" tanya Dipta dari luar kamar.

Hari ini adalah hari sidang komite disiplin Rumi, Dipta akan datang sebagai walinya. Ketika Rumi keluar dari dalam kamar, ia melihat papa nya sudah berpakaian dengan rapi menggunakan tuxedo berwarna hitam. Rumi juga melihat sang mama yang tengah duduk di sofa dengan wajah yang kian memucat.

Davira tersenyum lemah, ia merentangkan kedua tangannya dan tanpa menunggu lama Rumi langsung memeluk Davira, hatinya merasa sedikit lebih tenang ketika merasakan elusan lembut dari tangan sang mama di belakang kepalanya. Tidak hanya itu, Rumi juga merasakan ada seseorang yang kini turut memeluknya.

Ia membuka matanya dan melihat Iva yang kini tengah memeluk dirinya juga, disusul dengan Dipta bahkan Katya yang tak terlalu suka dengan sentuhan fisik pun ikut masuk ke dalam pelukan besar tersebut. Kedua sudut bibir Rumi perlahan terangkat, ia merasa energinya terisi ulang.

"apa pun keputusannya, kita selalu percaya sama kakak," ucap Davira lalu mengecup kening anak sulungnya tersebut cukup lama.

Setelah acara berpelukan itu selesai, Dipta dan Rumi langsung pamit untuk pergi ke SMA Kencana karena sidang komite akan diadakan jam delapa pagi. Keduanya pergi menggunakan taksi yang sudah dipesan oleh Dipta, semakin dekat jarak mereka dengan sekolah maka semakin cepat juga pacuan jantung Rumi.

Hingga akhirnya ayah dan anak itu berdiri di depan gerbang SMA Kencana, Dipta memegang tangan anak tersebut, memberikan sedikit kekuatan untuk Rumi. Pria itu tersenyum kecil begitu pandangannya bertemu dengan sang anak, mereka perlahan masuk ke dalam lingkungan sekolah.

Parkiran sudah cukup sepi karena memang ini hampir jam masuk kelas pertama, sidang komite pagi ini dilaksanakan di aula sekolah, Rumi melepaskan genggaman tangannya dengan Dipta begitu merasakan HP-nya bergetar kecil.

Ruri D.: semangat buat hari ini

Ruri D.: lo sudah berjuang sejauh ini, Rum. Gue bangga sama lo❤

Anehnya, jantung Rumi yang sedari tadi berdetak dengan begitu cepat perlahan mulai kembali normal, perasaan dingin dan cemas yang dirasakannya pun perlahan memudar. Jari-jarinya pun mengetikkan pesan balasan untuk Ruri dan segera menekan ikon kirim begitu selesai.

"itu bukannya Ruri, ya, kak?" ujar Dipta.

Mendengar nama cowok itu disebut, Rumi dengan cepat mengalihkan pandangannya dari layar HP, dari kejauhan ia melihat Ruri yang kini sedang berjalan dengan langkah cukup cepat, cowok itu berbelok ke arah gudang belakang sekolah. Rumi lalu melirik ke arah jam di HP-nya, pukul 07.35 masih ada waktu 25 menit sebelum sidang dimulai.

"papa duluan aja ke aula, kakak mau ke toilet sebentar," ucap cewek itu, ia dengan segera berbalik arah begitu selesai berbicara.

***

"tell me it's not you."

Begitu melihat keberadaan Leah yang ternyata sudah sampai terlebih dahulu di gudang belakang, Ruri tanpa mau membuang waktunya dengan segera menanyakan pertanyaan yang sudah ada dibenaknya sejak sore kemarin. Jika saja Leah tidak sulit untuk dihubungi kemarin, mungkin Ruri sudah menemukan jawabannya sejak tadi.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang