Karena terlalu malas pulang ke rumah, biasanya Ruri akan menginap di apartemen Ago atau menyewa kamar hotel. Rumah yang ditempati oleh Ruri terlalu besar dan terlalu dingin untuk di tempati sendiri. Walau banyak pelayan di sana tapi tetap saja Ruri merasa rumah itu terlalu dingin.
Tak ada keluarganya di sana, sang papa biasanya menginap di kantor, kedua kakaknya memiliki apartemen sendiri dan lebih sering tinggal di sana. Di rumah itu pun Ruri mendapatkan kenangan buruk yang tak ingin diingatnya, maka dari itu cowok tersebut memilih hidup nomaden.
Jika bertanya kemana sang mama pergi, Ruri sendiri kurang suka membahas soal wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Karena sedari kecil Ruri tidak dekat dengan wanita tersebut. Dan jika Ruri ingin melihatnya, ia tinggal melihat iklan-iklan yang ada di TV atau menonton film di bioskop.
"Go! Gue pergi dulu, ya!" seru Ruri yang sedang duduk di depan pintu apartemen Ago untuk memasang tali sepatunya.
"lo beneran mau ngajak Rumi ke sana?" tanya Ago dari ruang tamu.
"iya."
"hati-hati loh, Ru! Itu anak orang dijagain!"
Ruri terkekeh kecil, ia lalu bangkit dari posisi duduknya, "kayak gue mau ngapain dia aja."
Ago memutar bola matanya malas, ia menatap Ruri yang sudah rapi. Sedikit khawatir dengan keselamatan Rumi malam ini tapi di sisi lain Ago percaya kepada Ruri, anak itu walau jarang serius tapi masih bisa dipercaya.
"hati-hati, Ru!" pesan Ago begitu Ruri membuka pintu apartemen.
"yoi!"
***
Rumi menatap penampilannya sekali lagi di cermin kamarnya, ini pertama kalinya Rumi berjalan dengan laki-laki. Cewek itu selalu menghabiskan waktu mengurus Davira atau jalan bersama dengan Hanum. Ia cantik tapi di mata kebanyakan laki-laki Rumi itu membosankan dan kurang menarik.
"cowok kakak sudah nunggu tuh di depan," ujar Katya dari luar kamarnya.
Rumi tersadar dari lamunannya, ia dengan cepat mengambil tas selempang hitam kecilnya dan keluar dari kamar. Di luar kamar, Rumi langsung di sambut dengan ekspresi datar dari adik pertamanya.
"senyum dikit kek!"
Katya tak menunjukkan ekspresi tertarik sama sekali, selesai berpamitan dengan Davira, Rumi segera keluar dari dalam rumah. Nafas cewek itu tertahan beberapa detik saat melihat Ruri berdiri di depan rumahnya tak seorang diri, melainkan bersama Dipta sang papa, keduanya tampak sedang berbincang serius sambil sesekali Dipta melirik ke arah mobil Ruri.
"paling enggak ganti olinya tiap tiga bulan sekali, sayangkan kalau mobil bagus kayak—"
"ehem... papa?" Rumi menyela pembicaraan keduanya, ia menatap Ruri seolah meminta kejelasan sementara cowok itu hanya tersenyum manis ke arahnya.
Dipta tersenyum lebar, "yang mau nge-date sama pacar emang beda, ya," goda pria tersebut.
Ruri tertawa kecil, "enggak beda, kok, om. Kalau cantik mah cantik aja."
Mendengar itu membuat Rumi langsung melotot tajam ke arah cowok tersebut, Dipta dibuat tertawa mendengar pujian Ruri kepada putri sulungnya. Hal yang sedikit jarang Rumi lihat karena biasanya Dipta hanya akan tersenyum kepada mereka, apalagi saat berbicara dengan Ruri tadi, pria itu tampak menikmati alur pembicaraan mereka.
"kalau gitu, om. Bolehkan saya bawa anaknya jalan malam ini?" izin Ruri dengan sopan.
Dipta mengangguk kecil, pria itu lalu meremas bahu Ruri pelan, "jangan pulang kemalaman, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Teen Fiction"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...