Rumi tak paham apa yang membuat Ruri bisa semarah tadi, itu pertama kalinya melihat Ruri begitu marah, menghajar Matheo tanpa ampun, tatapan matanya yang tajam dan gelap, Rumi seperti tak melihat sosok Ruri yang biasanya.
Tak ada Ruri yang manja, Ruri yang sering mengeluarkan kata-kata yang membuat Rumi kesal atau Ruri yang tersenyum hangat kepadanya. Sosok tadi seolah menunjukkan jika cowok itu memiliki dua sisi yang selama ini tak Rumi ketahui.
"lo gak papa, Rum?" tanya Matheo ketika melihat cewek itu hanya duduk diam, menatap kosong ke lantai UKS.
Rumi mengerjap beberapa kali, cewek itu mendongak dan tersenyum kecil, "gak papa, harusnya gue yang nanya," jawab Rumi.
Selesai merawat luka Matheo, anggota PMR yang bertugas menjaga UKS pun segera keluar untuk memberi dua orang itu ruang. Matheo segera turun dari ranjang UKS, cowok itu berjalan ke arah Rumi dan duduk disampingnya.
"gue gak papa, luka segini doang bukan masalah," ucap Matheo diselingi dengan nada bercanda.
"gue minta maaf, gue gak tau kenapa Ruri bisa kayak gitu tadi, dia biasanya gak kayak gini, Mat—"
"Theo," sela cowok itu, "call me Theo, please."
Panggilan itu merupakan panggilan Matheo di rumah, dulu Rumi terbiasa memanggil cowok itu dengan nama kecil tersebut, tapi setelah sekian lama tak bertemu dan saling berhubungan membuat Rumi merasa canggung, seolah ada tembok tak kasat mata diantara mereka sekarang.
Rumi tersenyum tipis, "Theo," panggilnya dengan nada lirih.
Mendengar itu membuat Matheo tersenyum senang, ia ingin kembali menyentuh tangan Rumi tapi cewek itu dengan segera menjauhkan tangannya, entah itu disengaja atau tidak.
"gue ke kelas dulu," ucap Rumi segera bangkit dari duduknya dan keluar dari UKS.
Matheo melepaskan tawa kecilnya setelah pintu UKS tertutup rapat, ia tak menyangka jika Rumi sekarang bisa berada di luar kendalinya. Ia seharusnya tetap berhubungan dengan cewek itu agar Rumi tak mudah melupakannya seperti sekarang.
"gak papa, Theo. Ruri itu bukan masalah besar," ucapnya pada dirinya sendiri.
***
"Rumi sudah keluar duluan, Ru," ucap Leah begitu melihat sepupunya itu muncul di depan kelas mereka.
"dia gak ada di parkiran, lo tau dia di mana?" tanya Ruri sambil bersandar di dinding, cowok itu mengabaikan tatapan dari orang-orang, jelas perkelahian tadi siang menarik banyak perhatian.
"bisa aja dia di WC," sambar Tiara yang baru keluar dari kelas.
Ruri segera menegakkan tubuhnya, "thank you," ucap cowok itu lalu dengan cepat berjalan ke WC.
Rumi menghindarinya, chat nya sama sekali tak di balas, jangankan di balas di baca pun tidak. Ruri tau jika cewek itu merasa ketakutan setelah melihat sisi lain dari dirinya, sisi yang mana tak seharusnya muncul dihadapan Rumi.
Cowok itu berjalan masuk ke dalam WC perempuan, mengabaikan setiap teriakan kaget dari para perempuan di dalamnya, ia membuka satu demi satu bilik toilet sampai akhirnya Ruri sampai di bilik terakhir. Awalnya ia mengetuk bilik tersebut, tapi tak ada jawaban sama sekali.
"lo di dalam, Rumi?" tanya Ruri, cowok itu bersandar pada pinggiran wastafel dan melipat kedua tangannya di atas dada.
Tak ada jawaban,tapi bisa dilihatnya dari bawah bilik jika ada sepasang sepatu yang sudah dipastikan itu milik Rumi. Ruri membuang nafas nya kasar, ia menaruh kedua tangannya di sisi badannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Teen Fiction"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...