Chapter 16

555 44 0
                                    

Padahal hubungannya dengan Ruri belum genap satu bulan dan selama itu pun Rumi tak membuat kemajuan dalam hubungan mereka, cewek itu bingung harus berbuat apa supaya Ruri tertarik padanya. Karena seperti yang dilihatnya, Ruri itu orang yang jago berakting, jadi Rumi kesulitan untuk menebak apa yang sebenarnya dirasakan oleh cowok tersebut.

"Rumi!" langkahnya terhenti ketika seseorang memanggil namanya begitu keras saat dirinya baru keluar dari toilet.

Ia menoleh ke belakang dan menemukan Ratna yang sedang berjalan ke arahnya, melihat Ratna membuatnya kembali teringat akan kejadian di kantin tadi siang. Ia ingin marah pada cewek tersebut, ingin mengabaikan panggilan Ratna dan terus berjalan ke kelasnya.

Tapi melihat dari ekspresi wajah khawatir cewek itu membuat Rumi mengurungkan niatnya.

"kenapa, Na?" tanya Rumi berusaha terlihat normal.

"Ruri sakit."

"tapi tadi pagi dia baik-baik aja."

Ratna kemudian mengajak Rumi untuk pergi ke UKS.

"tuh anak emang gitu, Ruri kalau insomnia kambuh pasti bakal demam tinggi, dia cuma perlu tidur, kok, Rum. Tadi sudah coba minum obat tapi gak bisa."

Rumi mendengarkan ucapan Ratna dengan seksama, siapa tau dengan ini ia bisa jadi lebih mengenal Ruri dan tau bagaimana cara mendapatkan perhatian cowok tersebut.

"Ratna," panggilnya ditengah-tengah Ratna sedang menejelaskan.

"ya?"

"hubungan lo sama Ruri apaan?"

Pertanyaan yang sedari tadi menghantui pikirannya akhirnya di keluarkan oleh cewek tersebut, Rumi rasa ini saat yang tepat untuk menanyakan hal tersebut. karena jika benar keduanya memiliki hubungan lebih dari sahabat, maka Rumi akan bersedia untuk mundur. Ia tak ingin masa SMA-nya dihabiskan dengan mengejar orang yang sudah memiliki kekasih.

Ratna mengerjapkan matanya beberapa kali, tak menyangka jika Rumi akan bertanya secepat ini tapi juga bersyukur cewek itu bertanya.

"gue tau hubungan gue sama Ruri keliatan ambigu, tapi kita gak ada hubungan lebih selain sahabat," jawab Ratna.

Rumi tersenyum pahit, "lebih ambigu hubungan gue sama Ruri kayaknya," ucap cewek itu pelan.

Ratna tersenyum kecil, "Ruri emang brengsek karena sudah nempatin lo dalam posisi yang sulit."

Rumi terkekeh kecil mendengar ucapan Ratna, "kalau gitu gue ke UKS dulu," pamitnya pada cewek itu.

***

Ruri menaikkan sebelah alisnya melihat kedatangan cewek itu, ia tidak mengabari Rumi sama sekali jika sedang berada di UKS. Karena yang Ruri perlukan sekarang ada tidur dan ketenangan.

"sudah minum obat, 'kan?" cewek itu duduk di kursi kecil yang ada di samping kasur.

"lo gak perlu ke sini." Rumi menutup kedua matanya dengan lengan kirinya.

"gue pacar lo."

Ruri hampir tertawa mendengar ucapan yang dilontarkan Rumi, cowok itu lalu menyingkirkan tangannya dan menoleh ke samping, menatap Rumi dengan pandangan sendu. Ruri meneguk salivanya pelan, ucapan Agnia beberapa saat lalu kembali berputar diotaknya.

Cowok itu mulai berandai-andai, apa yang akan Rumi lakukan jika perempuan itu tau seburuk apa kepribadiannya? Jawaban yang paling jelas adalah Rumi akan melarikan diri, sama seperti yang sebelumnya. Hanya orang gila yang tetap bertahan bersamanya.

"lo gak perlu buang waktu lo, mending masuk kelas daripada di sini."

"tapi gue mau di sini," jawab Rumi berani.

Ruri kemudian mengalihkan tatapannya ke arah dinding di sebelahnya, tak lagi menatap Rumi.

"keras kepala," gumamnya lalu menutup mata, mencoba untuk tertidur walau Ruri tau ini hal yang sia-sia.

Tak lama setelah ia menutup matanya, Ruri merasakan elusan lembut di rambutnya, cowok itu membuka mata kembali dan menatap ke arah Rumi. Tangan cewek itu dengan teratur mengelus rambutnya sementara ia menatap Ruri dengan senyum kecil.

"lo mau gue bacain dongeng juga, gak?" candanya.

Ruri mendengus kecil, "dikira gue bocah."

Rumi tersenyum geli dan mulai mengeluarkan HP dari saku roknya, "adek gue yang paling kecil, gak bisa tidur kalau enggak dibacain dongeng."

Ruri tak menanggapi ucapan Rumi karena ia terlalu nyaman dengan elusan tangan cewek tersebut.

"di suatu hutan belantara, hiduplah banyak satwa salah satunya seekor kancil yang cerdik—"

"ppftt,"

Rumi berhenti bicara begitu mendengar suara tawa tertahan Ruri, ia mengalihkan tatapannya dari layar pipih di depannya, menatap Ruri dengan alis bertaut bingung. Sementara yang di tatap sedang menutup bibirnya dengan jari-jari tangannya.

"gue bukan bocah! Gak per—" jari telunjuk Rumi langsung berada di depan mulut Ruri, menahan cowok itu untuk berbicara lebih banyak.

Bahkan di saat sakit pun cowok ini masih saja menyebalkan, Rumi menatapnya tajam seolah tatapan itu mampu membuat Ruri menciut takut tapi dibandingkan takut Ruri malah terhibur melihatnya.

"udah, diem!"

Cowok itu kemudian menutup mulutnya, ia dengan setia mendengarkan dongeng kancil dan para buaya yang diceritakan Rumi sambil menikmati elusan tangan cewek tersebut. anehnya semakin mendengarkan cerita tersebut kedua mata Ruri jadi semakin berat, cowok itu berkedip beberapa kali, mencoba mengusir rasa kantuk yang mulai menyerangnya tapi ia sudah tak tahan. Pada akhirnya Ruri jatuh tertidur sebelum ia bisa mendengarkan akhir cerita dari Rumi.

"Kancil pun dengan bebas memakan buah-buahan yang ada di sebrang sungai untuk menghilangkan rasa laparnya."

Rumi mematikan HP-nya begitu ia selesai berbicara, ia menatap Ruri yang kini sudah jatuh tertidur entah sejak kapan. Cewek itu tersenyum kecil memandangi wajah tertidur cowok tersebut, ia tak menyangka jika Ruri bisa jauh lebih tampan jika sedang tertidur. Punggun tangannya lalu menyentuh jidat Ruri.

"sudah agak turun," gumam cewek tersebut.

Ia lalu mengambil beberapa tisu dan mengelap keringat yang membasahi wajah Ruri. Aneh rasanya melihat Ruri dalam kondisi yang lemah seperti ini, padahal sebelumnya cowok itu banyak tingkah.

"cepat sembuh, Ruri."



TBC.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang