Ruri D.: kalau Rumi gk msk, gue gk msk.
"anjing, employee apaan nih!" maki Lorenza begitu mendapat pesan dari Ruri.
"kenapa? pegawai lo ada yang gak becus kerjanya?" tanya Hilda sambil menyeruput milkshake coklatnya yang baru datang,
Sore itu Hilda, Ben, dan Danver memutuskan untuk mengunjungi café milik Lorenza.
"Ruri, tuh," ucap Lorenza kesal, cewek itu mengambil satu buah croffle milik Ben dan memakannya.
"berulah apa lagi tuh anak?" tanya Ben penasaran.
"dia bilang gak masuk kerja gara-gara Rumi gak masuk juga."
"Rumi?" ulang Danver, ia merasa sedikit tak asing dengan nama tersebut.
Lorenza mengangguk kecil, "iya, itu loh cewek yang dia kenalin pas grand launching waktu itu."
"yang mana?!" seru Hilda heboh, sekarang ia menyesal karena tidak dapat hadir dalam acara perusahaan beberapa hari yang lalu.
Tanpa banyak bicara, Lorenza pun menyerahkan HP-nya kepada Hilda menunjukkan kepada sepupunya itu foto Rumi yang memang tidak sengaja tersimpan di HP-nya. Danver yang duduk di sebelah Hilda pun ikut melirik sesaat ke layar pipih tersebut.
"mereka emang sedekat itu, ya?" tanya Danver dengan pandangan lurus ke Lorenza.
Lorenza mengangguk, "dari yang gue liat, mereka berdua dekat banget, sih. Ruri juga sering nganterin Rumi pulang."
Ben menatap ekspresi wajah Danver, "itu artinya lo gak perlu musuhin Ruri lagi mulai sekarang," ucap cowok berambut ikal tersebut.
"Ruri gak salah," ucap Hilda, "lo juga gak salah!" cewek itu berucap dengan cepat ketika melihat mulut Danver yang hampir terbuka untuk menyanggah ucapannya.
"yang salah itu orang dewasa," sambung Hilda terdengar lebih dewasa, "harusnya mereka gak mencampuri hubungan pertemanan kalian."
Danver tak berucap apa pun, ia ingin melawan ucapan Hilda tapi yang dikatakan oleh cewek itu adalah sebuah kebenaran. Tapi ia masih enggan untuk bermaafan dengan Ruri, katakan saja jika ego nya masih terlalu besar untuk mengucapkan kata maaf.
***
Setelah makan malam Ruri langsung masuk ke dalam kamarnya, duduk di atas kasur dengan laptop yang berada di hadapannya, jari-jarinya sibuk bergerak di atas keyboard. Ada beberapa tugas sekolah yang harus diselesaikannya malam ini juga.
Ketika sedang sibuk dengan pekerjaannya, cowok itu tiba-tiba saja menerima video call dari Rumi, tak ingin membuat cewek itu menunggu, tanpa pikir panjang Ruri langsung menerima video call tersebut.
"KAK RURI!"
Tapi bukan sosok Rumi yang berada di layar laptopnya, melainkan wajah Iva, wajah anak itu penuh dengan bedak putih dan rambut yang basah, Ruri pun melirik ke arah jam digital yang ada di sampingnya.
"ini sudah jam tujuh, kok baru mandi?" tanya Ruri kebingungan.
Iva mengangguk penuh semangat lalu menaruh HP milik kakak pertamanya di atas meja belajar, "iya, soalnya Iva baru pulang dari rumah tante!"
Ruri tersenyum kecil, "tan—"
"Iva ngomong sama siapa? Sudah kakak bilang buat keringin rambutnya dulu, 'kan!"
Itu suara Rumi, cewek itu masuk ke dalam kamar sambil membawa sebuah handuk kecil berwarna putih. Rumi sepertinya tak menyadari akan keberadaan Ruri, ia terus mengomeli sang adik bungsu karena setelah mandi malah langsung berlari ke kamar menyebabkan lantai rumah mereka jadi basah karena Iva yang belum membilas tubuhnya dengan benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Teen Fiction"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...