Chapter 1

1K 71 0
                                    

Siang itu kelas 12 IPA 3 yang dijadwalkan melaksanakan mata pelajaran Fisika sedang jam kosong karena guru yang mengajar berlahangan hadir, tak ada tugas yang diberikan membuat murid-murid di kelas tersebut bebas melakukan apapun yang mereka inginkan.

"dare!" seru Rumi ketika ujung pensil kini mengarah kepadanya. Ia lebih memilih melakukan tantangan konyol daripada harus membongkar aibnya kepada teman-temannya.

Leah tersenyum penuh arti, "tembak Ruri Dhananjaya!" ucapnya dengan lugas dan lantang.

Jelas perkataan cewek tadi langsung membuat ketiga orang cewek lainnya terdiam, terutama Rumi yang mendapatkan tantangan tersebut. tak ingin berakhir sampai disitu saja, Tiara lalu menambahi tantangan lagi.

"kalau diterima lo harus jadian sama Ruri selama tiga bulan!" seru cewek dengan bando berwarna hitam dengan pita putih tersebut.

"kalau lo bisa bikin Ruri setia sama lo! Kita bakal patungan beli tiket konser Stray Kids!" tambah Vanna cepat.

Sebelum Rumi sempat membuka mulutnya, Leah pun kembali berucap, "bangku paling depan!" seru cewek itu dengan ekspresi yang begitu meyakinkan.

Rumi menatap ketiga temannya itu bergantian, "lo pada sudah gila, ya?" ucapnya setelah memastikan jika tak ada lagi kalimat yang akan keluar dari mulut ketiganya.

Vanna tertawa kecil, "ya, 'kan, kalau diterima, Mi. kalau enggak?"

"paling lo malu doang, si," ujar Tiara sambil mengangkat kedua bahunya.

"lo harus nembak dia ditengah lapangan, pulang sekolah pakai toa!"

Rumi jelas langsung menatap tajam Leah, cewek itu punya dendam apa sampai ingin mempermalukan dirinya seperti ini?

"kalau beneran diterima, tiket konsernya, ya? Gue juga mau sama tiket fan-sign nya! Kalau sampai enggak dibeliin awas aja!" ancam cewek tersebut dengan wajah galaknya.

Tiara mengibaskan tangannya, "tenang aja, ntar gue suruh kakak sepupu gue nyariin tiketnya buat lo!"

Kapan lagi Rumi bisa mendapatkan tiket konser gratis? Cewek itu tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Menembak Ruri bukanlah hal yang susah, jika ia ditolak oleh cowok tersebut pun Rumi hanya akan melupakannya.

***

"gue mau jadi cowok lo!"

Rumi refleks menggelengkan kepalanya ketika kalimat yang sudah didengarnya sejak tiga hari lalu kembali menghantui kepalanya. Ia lantas membasuh wajahnya dengan air wastafel supaya pikiran tersebut segera menghilang. Tak pernah terlintas di pikiran Rumi jika dirinya akan menjadi kekasih dari Ruri, cowok dengan title 'playboy' di sekolahnya.

Seperti rumor yang beredar, Ruri kerap kali gonta ganti cewek. Ia tak pernah serius dalam hubungan asmara dan tidak suka dikekang. Ruri mencintai kebebasan tapi ia juga ingin dicintai, itu alasan kenapa ia selalu berpindah dari satu perempuan ke perempuan lainnya.

"gue kira dia enggak bakal tertarik sama gue," ucap Rumi kepada dirinya sendiri.

Selesai mencuci tangan dan mengelap wajahnya, Rumi segera beranjak dari WC sekolah. Ia harus segera menyusul teman-temannya yang sudah terlebih dahulu pergi ke kantin. Sudah tiga hari ini Rumi sebisa mungkin jarang untuk keluar dari kelas dan menampakkan dirinya.

Karena setiap ia melangkah keluar dari kelas, maka akan ada banyak mata yang menatap kearahnya, para adik kelas dan teman seangkatan yang bergosip akan dirinya yang sekarang statusnya menjadi kekasih Ruri. Banyak perempuan yang iri, jelas saja. saat Rumi menembak Ruri sewaktu itu cowok tersebut sedang dalam masa jomblo-nya dan perempuan-perempuan itu berharap bisa menjadi pacar Ruri.

Bagi mereka tidak papa menjadi kekasih semalam cowok tersebut, asalkan mereka bisa dekat dengan Ruri barang sejenak itu sudah cukup.

"setelah buat keributan waktu itu, sekarang lo jadi sembunyi-sembunyi gini, ya?"

Rumi terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang dari belakangnya, ia segera menoleh ke belakang dan menemukan sosok Ruri yang kini berdiri dihadapannya. Cowok itu memasukkan sebelah tangannya ke saku celana, Ruri melemparkan senyum kecil kepadanya.

"lo ngapain di sini?!" Rumi berucap kaget sambil melihat ke kanan dan kiri, memastikan jika tak banyak orang disekitar mereka.

"gue lagi nyariin pacar gue, dia ngilang mulu setiap kali gue nyariin." Ruri mengusak poni Rumi gemas.

Sementara Rumi yang menerima perlakuan seperti itu hanya bisa terdiam mematung, ini pertama kalinya ia menerima perlakuan seperti ini dari lawan jenisnya. Bisa dibilang sejak lahir Rumi belum pernah merasakan apa yang namanya pacaran. Ia selalu disibukkan dengan fan-girlingan-nya, sehingga tak banyak cowok ingin mendekatinya.

"gu-gue udah bilang waktu itu, 'kan!" Rumi melangkah mundur, ia tak berani menatap kearah Ruri karena takut cowok itu melihat wajahnya yang merah seperti tomat.

"hubungan kita cuman gara-gara truth or dare! Terus Cuma bertahan tiga bulan!" ucapnya dengan wajah menatap ke lantai.

Tapi Ruri kurang menyukai hal tersebut, ia pun menarik dagu Rumi keatas sama seperti yang dilakukannya ditengah lapangan waktu itu. Sudut bibir Ruri sedikit naik ke atas melihat wajah memerah Rumi, hiburan sekali baginya melihat cewek itu salting bahkan dengan hal-hal kecil saja.

"lo juga bilang mau buktiin kalau bisa buat gue setia, mana buktinya?" tanya Ruri sambil menatap lurus ke pupil mata Rumi.

Rumi tak tahan jika harus lama-lama melihat wajah Ruri. Cowok itu tampan, wajar jika banyak perempuan menyukainya, wajar jika Ruri memanfaatkan ketampanannya itu untuk memikat banyak perempuan. matanya tajam, alis tebal, hidung mancung dan bibir yang tebal, jangan lupakan juga rahang yang tajam serta tubuh yang terlihat bugar tersebut.

"Lee Know lebih ganteng! Lee Know lebih ganteng!" batin Rumi sambil terus membayangkan wajah biasnya agar ia tak memikirkan proporsi tubuh Ruri lagi.

"dimuka gue ada apaan sampai lo enggak berani natap gue?" tegur Ruri yang melihat arah mata Rumi yang tak fokus.

"eng-enggak! Enggak ada apa-apa!" Rumi menggeleng kecil, ia berusaha melepaskan tangan Ruri dari dagunya tapi cowok itu tetap menahan tangannya di sana.

"gak bakal gue lepasin kalau lo gak natap gue langsung!"

Ruri kurang suka dengan orang yang berbicara tak menatap langsung ke wajah lawan bicaranya, baginya itu sikap kurang sopan. Karena melihat Rumi yang enggak menatap ke arahnya membuat Ruri lantas mempersempit jarak wajah mereka.

Jarak diantara keduanya menjadi begitu dekat bahkan ujung hidung mereka pun saling bersentuhan, Rumi refleks menahan nafasnya. Ini terlalu dekat, otaknya memberikan sinyal untuk segera menjauh tapi tubuhnya sama sekali tak dapat digerakkan. Tatapan mata Ruri seolah menghipnotisnya untuk terus menatap kearah cowok tersebut.

"lo bilang mau buat gue setia, tapi kerjaan lo kabur-kaburan, gimana mau buktiinnya kalau gitu?" bisik Ruri dengan pandangan lurus ke pupil mata Rumi.

"gu-gue..."

"gu-gue..."

Kening Ruri berkerut tipis, "gue apaan?" ucapnya tak sabaran.

"g—gue su—susah naf—nafas..."

Akibat jarak yang terlalu dekat membuat Rumi jadi enggan untuk menarik udara disekitarnya, cewek itu tak berani menarik nafas karena terlalu shock. Mendengar jawaban itu lantas membuat Ruri melepaskan tangannya dari dagu Rumi dan mundur sebanyak dua langkah.

Ia memperhatikan bagaimana cewek itu menarik nafasnya dalam-dalam untuk mengisi oksigen diparu-parunya. Ruri mendengus kecil.

"lo harus mulai terbiasa sama hal-hal kayak tadi mulai sekarang," ucap Ruri setelah melihat cewek di depannya jadi jauh lebih tenang.

"kenapa?" Rumi menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangannya.

Ruri lalu mengeluarkan sapu tangan hitamnya dari saku celana dan memberikan kepada cewek tersebut, "karena lo pacar gue."

Hanya itu jawabannya sebelum akhirnya meninggalkan Rumi yang terdiam mematung sambil memegangi sapu tangan milik cowok tersebut.

"gue bisa gila..."



TBC.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang