Chapter 65

380 24 2
                                    

"Rumi..."

Matheo segera berlari menghampiri perempuan itu ketika mereka tak sengaja berpapasan di koridor, melihat eksistensi Matheo, Rumi yang memang semenjak sidang sudah menghindari cowok itu lantas berbalik, ia berjalan dengan cepat dan tak menoleh sama sekali ketika namanya di panggil dengan nyaring.

"Arumi, tunggu!" Matheo berhasil mengapai tangannya.

Rumi menarik kasar tangannya dari genggaman Matheo, "dari mana lo dapatin cincin itu?!" todong Rumi langsung.

Ia masih ingat dengan jelas ketika Matheo datang ke ruang sidang sambil membawa barang bukti sebuah cincin yang memang sudah tak berada di tangan Rumi lagi, Ruri mengatakan kepadanya jika cincin itu sudah di jual dan mustahil untuk mendapatkannya lagi.

"gue..." Matheo menahan perkataannya.

"lo tau kalau Hanum jebak gue?" sambar Rumi langsung.

Matheo menggeleng, "gue gak tau, sudah gue bilang kalau waktu itu gue gak sengaja nemu cincin lo!"

"Ruri yang ngasih gue cincin itu, Ruri juga yang ngambil. Dia ngambil cincin itu tepat di depan mata gue, Matheo!"

"gimana kalau ternyata Ruri yang ikut ngefitnah lo?" Matheo mulai memutar balikkan fakta, ia tak ingin Rumi membencinya.

Rumi menggeleng tak percaya, "jangan nyalahin Ruri! Lo tinggal jawab iya atau enggak sama pertanyaan gue!"

Matheo meneguk salivanya kasar, "gue enggak ikut campur, yang gue katakan di sidang, itu semua kebenaran, Arumi," ucapnya dengan nada serius.

Mendengar itu membuat Rumi tersenyum kecil, "lo mau tau sesuatu?" alisnya terangkat satu, "cincin yang lo tunjukin waktu sidang, itu ukurannya lebih besar dari cincin yang Ruri kasih."

Wajah Matheo langsung pucat pasi, ia pun segera mengeluarkan cincin yang diberikan oleh Hanum dari dalam saku bajunya, tadinya Matheo berniat untuk memberikan cincin itu kembali kepada Rumi, ia pikir itu memang cincin milik Rumi tapi ia sama sekali tak menyangka jika pemilik sesungguhnya dari cincin tersebut adalah Ruri.

Matheo langsung meraih tangan Rumi, ia memasangkan cincin tersebut ke jari manis cewek itu dan hasilnya cincin tersebut longgar di jari panjang Rumi. Ukurannya beberapa centi lebih besar.

"see?" Rumi menatapnya datar, ia kembali menarik tangannya.

"Rumi... gue bisa jelasin—"

"I'm tired of explanations." Rumi memotong lebih dulu, "makasih karena sudah bantu gue buktiin kalau gue gak bersalah, tapi gue gak bisa maafin lo, Matheo."

"buang jauh-jauh ekspetasi lo kalau lo pikir gue bakal berterima kasih dan jadi lebih dekat sama lo, nyatanya sekarang gue rasa kita lebih baik gak usah berhubungan apa-apa lagi. gue gak mau lagi berada di dekat kalian."

Setelah itu Rumi pergi untuk meninggalkan Matheo, rasa lapar yang ia rasakan beberapa saat lalu kini sudah menghilang digantikan dengan rasa marah. langkahnya dibuat semakin cepat ketika Matheo kembali memanggil namanya, ia tak ingin berhadapan dengan cowok itu lagi.

Karena tak fokus dengan jalan, Rumi tak memperhatikan orang di depannya berakhir dengan kepala Rumi yang menabrak dada seseorang, ia mengusap kepalanya sendiri lalu mendongak.

"ma—" bibirnya langsung terkatup rapat begitu sadar siapa yang ditabraknya.

"lo gak papa?" tanya Ruri dengan pandangan khawatir.

"Rumi!" Matheo berdiri di belakang cewek itu dengan nafas berantakan, ia kelelahan mengejar langkah Rumi.

Pandangan Matheo sedikit menajam ketika melihat Ruri kini berdiri di hadapannya, ia baru saja ingin meraih tangan Rumi tapi Ruri terlebih dahulu mencekal tangannya.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang