"kak... mama sudah gak ada.... Mama meninggal, kak..."
Dunia Rumi berhenti berputar saat itu juga, ia menjatuhkan ponsel yang ada digenggamannya, tatapannya menjadi kosong, untuk sesaat Rumi merasa tuli, ia tak mendengar dengan jelas suara teman-temannya, ia hanya dapat merasakan goncangan dari Tiara yang kini menatapnya penuh ke khawatiran.
"RUMI!"
Seruan nyaring itu berhasil menariknya kembali pada kenyataan, Leah kini berdiri di hadapannya, mengenggam kedua bahu Rumi dengan erat dan menatapnya khawatir.
"Le... gue kayaknya harus pulang sekarang..." ucap Rumi dengan suara pelan dan pandangan yang tetap kosong.
Vanna tanpa pikir panjang langsung memanggilkan taksi yang kebetulan lewat di depan mereka, "ayo, Rum! Gue ikut sama lo, ya?"
Rumi menggeleng, "enggak perlu, Van. Gue bisa kok," ucapnya lalu masuk ke dalam taksi dan dengan cepat menutup pintu.
Selama di perjalanan, Rumi tidak dapat berpikir apa pun, ia hanya menatap jari-jari tangan nya yang bergetar di atas pangkuan nya. Ia tak mempercayai ucapan Katya beberapa saat lalu sampai diri nya bisa melihat sang mama dengan kedua matanya sendiri.
Taksi yang ditumpangi oleh Rumi berhenti di depan sebuah rumah sakit besar tempat di mana Davira melakukan perawatan, Rumi tau jika kondisi Davira akhir-akhir ini memang menurun, dokter juga mengatakan jika tidak ada lagi harapan untuk wanita itu bisa sembuh dari penyakitnya, kemoterapi yang dilakukan pun sudah tidak mempan lagi.
Padahal baru tadi pagi, sebelum Rumi berangkat ke acara pertunangan Ruri dan Hanum, dirinya masih melihat Davira yang tengah duduk di sofa ruang tengah, hari ini Davira juga memiliki jadwal kemoterapi. Tadi pagi, Rumi masih bisa melihat senyum sang mama, ia masih bisa merasakan hangat tubuh Davira saat mereka berpelukan tadi pagi.
"kakak jaga diri, ya?"
Siapa sangka jika itu adalah ucapan terakhir Davira untuknya, Rumi melangkah masuk ke dalam rumah sakit, ia membaca pesan yang dikirim oleh Katya sekali lagi, memastikan kemanakah dirinya harus pergi. Adiknya itu mengatakan jika mereka tengah berada di ICU saat ini.
Sesampainya di depan ruang ICU, Rumi melihat Katya yang kini tengah memeluk erat Iva, adik kecil mereka itu tengah menangis meraung-raung, berusaha lepas dari pelukan Katya, kedua tangan kecilnya terangkat ke atas mencoba untuk menggapai tubuh kaku Davira yang berbaring di atas bankar rumah sakit dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh wanita tersebut.
"Katya... Iva..." panggil Rumi dengan suara serak.
Kedua adiknya itu menoleh dengan cepat, tanpa pikir panjang Rumi langsung memeluk mereka, menenangkan kedua adiknya tersebut dengan pandangan mata yang terus tertuju pada sosok yang kini sudah meninggalkan mereka untuk selamanya.
"kita... kita gimana habis ini, kak?" tanya Katya disela tangisnya.
Rumi mengigit bibir bawahnya, ia menarik nafasnya dalam-dalam, Rumi pun kebingungan, bagaimana nasib keluarganya setelah ini?
"tenang, kalian ada kakak," ucap sang tertua sambil terus mengusap punggung kedua adiknya.
"papa mana?" tanya Rumi, ia tak melihat kehadiran Dipta sejak awal masuk ICU.
"lagi ngurus administrasi, papa bakal nyewa ruang duka di sini, jadi kita gak bawa mama pulang ke rumah."
Setelah beberapa menit kemudian, suara tangis kencang dari Iva sudah mulai menurun, anak itu sudah jatuh tertidur di pelukan kedua kakaknya.
"kamu bawa Iva keluar," perintah Rumi.
Katya mengangguk paham, ia baru sadar jika sejak awal kakaknya itu belum melihat keadaan sang mama dengan perlahan Katya menggendong tubuh Iva keluar dari ruang ICU. Rumi perlahan bangkit dari posisi duduknya, ia berjalan mendekat ke arah bankar dan membuka selimut yang menutupi wajah Davira perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Teen Fiction"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...