Malam itu, Rumi datang ke acara pertunangan Hanum dan Ruri mengenakan dress berwarna pink muda, ia sengaja mengerai rambutnya malam itu. matanya menelisik orang-orang yang datang ke acara, tak banyak orang yang dikenalnya, dilihatnya juga beberapa teman dekat Ruri yang turut hadir di dalam acara malam ini.
Pandangan Rumi pun tertuju pada sosok Hanum yang baru saja datang ke venue, cewek itu berjalan dengan tergesa-gesa seolah sedang dikejar oleh sesuatu.
"pesta orang kaya emang beda, ya," celetuk Tiara yang kini sudah berdiri di samping Rumi, ia baru kembali dari kamar mandi.
"biasa aja tuh," komentar Matheo.
Tiara melempar tatapan sinis nya pada cowok tersebut, "gue gak bicara sama lo!" sarkas cewek itu lalu memeluk sebelah tangan Rumi.
Matheo memutar bola matanya malas, pandangannya lalu tertuju pada Rumi yang sedari tadi hanya diam. Ia penasaran akan satu hal, bagaimana perasaan Rumi saat ini?
"lo yakin gak papa, Rum? Kalau gak kuat kita bisa pergi kok," tawar Matheo.
"gue kenapa?" Rumi menatapnya kebingungan. Beberapa detik kemudian baru Rumi sadari maksud dari pertanyaan Matheo barusan.
Ia lantas tersenyum tipis, "gue gak papa kali!" jawabnya dengan nada santai.
Baru saja Matheo ingin membuka suaranya tapi suara dari sang pembawa acara sudah mengintrupsi cowok tersebut.
"Rum! Ayo duduk!" Tiara langsung membawa Rumi untuk duduk di salah satu meja bundar yang masih kosong.
Setelah beberapa kata sambutan baik dari keluarga Ruri maupun keluarga Hanum sampailah mereka di acara puncak, yaitu acara tukar cincin. Mata Rumi sedari tadi tidak lepas menatap Ruri yang kini tengah berdiri di atas panggung.
"hati-hati natap Ruri kek gitu, nanti lo diterkam sama Hanum, Rum," tegur Matheo.
Rumi menoleh ke arah cowok itu dengan cepat, "mending liat gue, Rum," gombal Matheo.
"anjing, mau muntah gue," sarkas Tiara lagi.
***
Setelah mendengar penjelasan dari keluarga Hanum tentang apa yang terjadi, Roger meminta seluruh orang keluar dari ruang tunggu kecuali dirinya, Roland, dan Ruri. Selama lima menit lamanya, tak ada kata yang keluar dari mulut ketiga laki-laki Dhananjaya tersebut.
"itu anakmu, Ru?" tanya Roger dengan nada dingin, pria tua itu berdiri membelakangi anak dan cucunya, ia memilih menatap ke pemandangan luar lewat jendela.
"bukan," jawab Ruri jujur.
"Ruri tidak mungkin melakukan hal senekat itu." Roland mengeluarkan pendapatnya, ia berdiri langsung menatap punggung lebar sang ayah.
Roger perlahan membalik tubuhnya, tatapannya begitu tajam menatap sang anak, "tau apa kamu soal anakmu? Ini karena kalian lalai sebagai orang tua, makanya Ruri bisa di posisi saat ini!"
Roland mengeraskan rahangnya, ia ingin marah tapi ucapan Roger tepat sasaran. Pria itu lalu melonggarkan dasi yang melingkari lehernya, "kami memang lalai! Tapi yang membuat Ruri di posisi seperti ini adalah papa sendiri! Jika papa menolak dengan tegas pertunangan Hanum dan Ruri dulu, mungkin kejadian saat ini tidak akan terulang lagi!"
"berani kamu menyalahkan papa?" tanya Roger, pria itu jarang mengeluarkan aura diktator nya kecuali Roger sudah benar-benar marah, seperti sekarang contohnya.
Tak ingin kalah, Roland pun mengeluarkan aura yang sama, kedua ayah dan anak itu saling menatap tajam penuh kebencian pada satu sama lain, sebagai pelaku dari ketegangan yang tercipta saat ini, Ruri hanya bisa mengumpat dalam hati.
![](https://img.wattpad.com/cover/213157726-288-k442554.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Teen Fiction"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...