Sejak kejadian tersebut, baik Rumi dan Ruri tak ada bertemu satu sama lain. Jika keduanya berpapasan pun mereka akan saling mengabaikan, tak ada yang tau akan kejadian sore itu, mereka sama-sama menutup mulut.
"panggilan untuk Arumi Dewandaru agar segera pergi ke ruangan Ibu Anjani sekarang."
Rumi mengerutkan keningnya bingung, ini pertama kalinya ia mendengar namanya di panggil dari meja piket. Cewek itu lalu berpamitan kepada teman-temannya yang sedang sibuk menikmati makan siang mereka.
Cewek itu menatap pintu bercat coklat dengan tulisan 'Ibu Anjani' ditengah-tengah pintu, Rumi menghela nafasnya sebentar lalu mengetuk pintu sebanyak tiga kali, tak lama kemudian suara sahutan terdengar dari dalam ruangan dan Rumi membuka pintu tersebut dengan pelan.
Bu Anjani menyambutnya dengan senyuman hangat dan mempersilakan Rumi untuk duduk di hadapannya, Rumi duduk di hadapan gurunya tersebut dengan perasaan tak karuan. Ibu Anjani adalah guru yang bertugas untuk mengatur beasiswa atau surat rekomendasi bagi para murid.
"ada apa, ya, bu?" tanya Rumi dengan perasaan was-was.
Bu Anjani tersenyum kecil, "ibu mau mohon maaf sebelumnya, tapi... kepala sekolah mutusin buat nahan surat rekomendasi kamu."
Rumi merasa seperti ada sebuah boom yang diledakkan di kepalanya, cewek itu terdiam cukup lama untuk mencerna arti dari ucapan guru tersebut. seingatnya dirinya tak membuat masalah disekolah sampai-sampai surat rekomendasinya harus ditahan.
"kok... bisa, bu?" suara cewek itu mulai bergetar.
Bu Anjani menghela nafasnya kecil, "ibu juga enggak tau, kepala sekolah enggak jelasin apa pun ke ibu."
Rumi membuang nafasnya kasar disertai dengan air matanya yang berjatuhan, surat itu satu-satunya cara bagi Rumi untuk bisa melanjutkan pendidikannya. Keadaan ekonomi keluarganya sedang memburuk dan ia tak ingin menambah beban kedua orang tuanya. Dengan kehilangan surat tersebut Rumi tak yakin dirinya bisa lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tahun ini.
"ibu bakal coba buat bujuk kepala sekolah lagi, tolong jangan putus asa dulu, Rumi," ucap Bu Anjani yang jelas tau bagaimana kalutnya Rumi saat ini.
Setelah berbincang sebentar, Rumi pada akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan Bu Anjani, tadinya ia berniat untuk pergi ke kelasnya menceritakan kejadian yang baru saja ia alami tapi seorang adik kelas menghampirinya.
"kak Rumi dipanggil sama kak Ruri, di suruh ke rooftop katanya," ucap sang adik kelas lalu setelah itu langsung pergi dari hadapan Rumi.
Tadinya Rumi ingin mengabaikan pesan tersebut, tapi baru melangkah beberapa saat, Rumi kembali teringat akan kejadian seminggu yang lalu. Saat dimana Ruri sempat mengancamnya menggunakan surat rekomendasinya, cewek itu melebarkan bola matanya lalu tanpa pikir panjang langsung berlari menuju ke rooftop.
Ia pikir masalahnya dengan cowok itu sudah selesai, tapi sepertinya Ruri tak berniat untuk melepaskan Rumi dengan begitu mudah.
***
"jangan buat masalah, Ruri!"
Mendengar wejangan dari kakak tertuanya itu untuk kesekian kalinya membuat Ruri hanya bisa tersenyum kecil, ia memandang ke bawah gedung tepat dimana parkiran para guru berada, Ruri majukan salah satu kakinya membuat hanya kaki kirinya saja yang berada di pembatas rooftop.
"makasih buat bantuannya, ya, Kak Shana yang cantikk!!" puji cowok tersebut yang tak membuat Shana merasa senang sama sekali.
Perempuan berusia 28 tahun itu menghela nafasnya kasar, "kamu sebaiknya jangan buat masalah besar, Ruri. Kalau sampai papa tau dia sama sekali enggak bakal maafin kamu kali ini." Shana memperingati sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Fiksi Remaja"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...