Chapter 63

355 27 3
                                    

Jemputan Ruri siang itu datang terlambat, padahal biasa jika ia sudah keluar dari kelas, Ruri akan menemukan sang nanny yang tengah menunggunya di gerbang sekolah. Tapi Ruri tidak kesal karena dijemput terlambat, setidaknya ia bisa pergi ke salah satu taman yang selalu di lewatinya setiap berangkat dan pulang dari sekolah.

Itu taman bermain yang jaraknya tak begitu jauh dari sekolah, terkadang Ruri melihat beberapa anak seumurannya tengah bermain di taman tersebut, mungkin jika Ruri bermain dengan mereka, mereka tidak akan memperlakukan Ruri berbeda seperti teman-teman di sekolahnya.

Tidak banyak orang di sekolah yang ingin bermain bersama Ruri dan Leah, itu karena mereka takut akan keluarga Ruri. Seperti yang diketahui, Dhananjaya adalah salah satu keluarga berpengaruh di negara ini, para orang tua murid selalu mewanti-wanti anak-anaknya untuk tidak berhubungan buruk dengan kedua sepupu tersebut.

Langkah Ruri berhenti begitu sudah sampai di depan taman tersebut, keningnya mengerut samar begitu melihat taman itu dalam keadaan kosong, padahal di jam seperti ini seharusnya empat sampai lima anak tengah bermain di tengah-tengah taman.

"nyebelin banget," omel Ruri kesal.

Ia tak ingin kembali ke sekolah lagi, jadi pilihannya adalah berjalan mendekat ke salah satu ayunan kosong di taman tersebut. Tapi karena keteledoran nya sendiri, Ruri yang tidak mengikat tali sepatunya dengan kuat pun tersandung oleh salah satu tali sepatunya yang telepas.

Anak itu jatuh tersungkur di atas tanah, Ruri meringis kesakitan ketika merasa sakit di bagian lututnya, lututnya terluka dan mengeluarkan darah, itu bukan luka serius hanya lecet tapi rasanya begitu menyakitkan bagi Ruri.

Ruri mengepalkan tangannya, kedua matanya mulai berkaca-kaca, ia marah, kesal, malu, dan juga lelah. Semua emosi itu bercampur menjadi satu hingga akhirnya menimbulkan tangis. Dengan tangannya Ruri menutupi wajahnya sendiri dan menangis sekencang mungkin, hari ini begitu melelahkan baginya.

Tangisan Ruri sedikit mereda ketika ia merasa seseorang meniupi luka di lututnya, ia mengintip dari balik jari-jari tangannya, di sana ia melihat seorang anak perempuan seumurannya yang kini tengah berjongkok dan meniup lututnya.

"hiks... kamu ngapain?" tanya Ruri dengan suara seraknya.

Anak perempuan itu menatapnya, "kata mama, kalau lukanya di tiup bisa sembuh," jawab anak itu polos.

Ruri mengerang kesal, "mana bisa kayak gitu! Ini harus di bawa ke rumah sakit tau!" serunya marah.

Anak perempuan itu hanya bisa mengerjapkan matanya, ia tak paham kenapa anak laki-laki di depan nya ini terlihat begitu marah padahal niat nya baik.

"kamu kenapa di sini? Anak mahal kayak kamu harusnya gak main di sini," ucap anak perempuan itu sambil melipat tangan nya dan menaruh di atas lututnya, ia memperhatikan Ruri di kepala hingga ujung kaki, disebut anak mahal karena anak perempuan itu tau yang baju, sepatu, hingga tas yang digunakan Ruri adalah barang mahal dan terlihat sangat bagus.

Ruri menarik hingus nya cepat, "aku mau main, tapi gak ada orang," jawabnya.

"anak-anak di sini sudah pada pindah."

Giliran Ruri yang menatap nya polos, "kok pindah?"

"ini daerah pembangunan ulang, banyak yang pindah."

Ruri tidak paham dengan maksud ucapan anak perempuan itu, mata Ruri sedari tadi pun tidak berhenti memindai anak perempuan di depannya, tubuh anak itu cukup kurus dengan kulit berwarna putih tapi cukup kusam, baju yang dikenakan pun tampak sudah cukup lama, dilihatnya sendal yang dipakai oleh anak itu, sandal tersebut pun terlihat kotor.

Ruri tidak pernah bertemu dengan orang seperti ini dikehidupan nya, ini pertama kali nya Ruri melihat anak seumurannya berpakaian aneh. Risih melihat ada noda yang menempel di pipi kiri anak perempuan itu, Ruri pun mengeluarkan sapu tangannya dari dalam tas dan menyerahkan sapu tangan itu ke anak perempuan tersebut.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang