Harusnya sekarang Gibran sudah berangkat ke sekolah seperti biasa tapi sepertinya tidak untuk hari ini.Entah ada apa, tiba-tiba saja Resha tidak mau di tinggal. Bahkan anak itu tidak mau turun dari gendongan Gibran. Tapi tenang saja,Gibran tidak akan marah hanya karena hal sekecil itu.
Grandma juga tidak bisa berbuat apa-apa karena pada dasarnya Resha akan lebih menurut dan lebih dekat dengan Gibran daripada dengan dirinya.
"Gibran,coba kamu ajak ngobrol pelan-pelan, siapa tahu Resha mau ngomong sama kamu"
"Iya grandma"
Masih dengan seragam sekolahnya, Gibran membawa Resha yang ada di gendongan nya menuju ke kamar.
"Sha"
"Hm" dengan kepala yang dibenamkan di dada sang kakak Resha menjawab.
"Lo kenapa? Sakit?"
"Nda"
"Kalau nggak, sini duduk jangan sembunyiin wajah Lo gitu"
Resha menurut dan melepaskan genggaman tangannya pada baju Gibran. Wajahnya tampak memerah begitu pula dengan hidungnya, "Abang, Eca au etemu unda cama ayah"
Deg
Pertanyaan sederhana yang Resha tanyakan membuat Gibran terdiam. Cowok itu tidak tahu apa yang harus ia jawab. Bahkan grandma pun, biasanya akan mengalihkan pembicaraan jika si kecil sudah mulai bertanya.
"Bang..."
"Hm,ya? Resha mau jalan-jalan gak?" tanya Gibran menyembunyikan suaranya yang terdengar cukup gemetar.
Gibran tidak akan pernah gemetar di depan siapapun atau dalam kondisi apapun. Hanya di depan Resha dan saat menghadapi pertanyaan yang adiknya tanyakan lah ia akan merasakannya.
"No. Eca au etemu unda"
Gibran terdiam.
"Bang nda angen unda? Eca angen"
Telapak tangan besar itu ia bawa untuk merengkuh tubuh Resha dan memeluknya erat . "Resha mau ketemu bunda sama ayah?"
"Au ! Eca oyeh etemu unda?"
Gibran tersenyum tipis,"Mau sekarang?"
"Au ! Eca au!"
...
"Napa unda cama ayah di cana?" Resha menatap heran sebuah gerbang di depannya sementara Gibran,kini berjongkok dan memegang kedua tangan mungil sang adik.
"Resha anak kuat kan?"
Resha mengangguk.
"Resha sayang sama Abang,kan?"
"Eca cayang Abang"
"Resha harus janji dulu sama Abang. Resha bakal jadi anak baik,nurut sama Abang juga sama Grandma,oke?"
"Okey, Eca anji"
"Sekarang, Abang gendong. Kita ketemu bunda sama ayah"
Dengan raut tak paham, Resha tetap menurut ketika Gibran menggendongnya ala koala sembari mengusap punggungnya.
"Kita sampai"
"Unda cama ayah nda ada?" tanya Resha polos membuat Gibran hanya tersenyum tipis dengan lelehan air mata, menatap ke arah tiga gundukan tanah di depannya.
Itu adalah makam bunda, ayah, dan saudara mereka.
Kematian keluarganya selalu disembunyikan oleh grandma juga Gibran. Mereka ingin jika Resha tahu ketika ia sudah cukup dewasa.
Selama ini keduanya membuat kebohongan dengan mengatakan jika Ayah Bunda pergi bekerja . Tak hanya itu keduanya juga seringkali membuat harapan palsu ketika Resha menanyakan kapan keduanya akan pulang.
Mereka bertiga meninggal dunia 2 tahun yang lalu tepatnya ketika Resha masih berusia 11 bulan.
Bunda,Ayah dan Dava, yang kala itu berusia 7 tahun tengah dalam perjalan untuk mengambilkan raport kedua anak mereka yaitu Gibran dan Dava.
Resha yang masih kecil tetap di rumah bersama grandma sedangkan Gibran yang masih kelas 9 SMP ada di sekolahnya untuk menunggu kedua orang tuanya mengambilkan raport.
Namun sayangnya, kejadian yang tidak diinginkan terjadi begitu saja. Rem mobil mereka blong dan membuat mobil tak terkendali hingga menabrak truk tronton di depannya. Kecelakaan itu bisa dibilang sangat parah karena menyebabkan banyak korban jiwa.
Ayah dan Bunda meninggal di tempat sedangkan Dava sempat dirawat di rumah sakit dan koma selama satu bulan. Tapi takdir berkata lain, Dava meninggal dunia,meninggalkan dua saudaranya yang kini hanya hidup sebatang kara.
Untuk sekarang, perusahaan milik ayah Gibran dipegang sementara oleh pamannya sampai saat dimana Gibran sudah mampu untuk memegang perusahaannya sendiri.
Begitu pula dengan restoran milik bunda mereka yang dipegang sementara oleh sahabat sang bunda.
"Eca nda unya unda cama ayah..." bibir sikecil tampak bergetar ketika ia berbicara, kedua matanya berkaca-kaca.
"Sssttt, anak kuat gak boleh nangis, tadi kan udah janji sama Abang"
"Eca nda angis,"
Gibran tersenyum, lalu mengecup pipi si adik dengan sayang.
"Sha, ini makam kakak, Kak Dava"
"Eca unya akak?" tanya Resha menatap polos Gibran yang dijawab dengan anggukan mantap.
"Iya. Ayo sapa kakak, Kak Dava, ini Resha. coba"
"Ka Ava ni Eca,"
Gibran dibuat tertawa kecil ketika Resha langsung menyembunyikan wajahnya di ceruk lehernya setelah menirukan ucapannya.
"Resha mau—
"Eca au puyang!"
"Iya-iya pulang, kita pulang sekarang?"
"Pet bang! Eca au puyang!"
"Ya Allah, iya-iya! Tukang perintah lu"
"His ! Yo puyang ! Bong na Eca beyum diacih akan !"
"Astaghfirullah,Resha. Bisa-bisanya lu abis nangis masih inget cebong!"
"Buyuan bang,! Acian bong na Eca yapay"
"Bodo. Suruh puasa aja cebong Lo"
"No! Bong na acih cil !"
Biarpun kelakuan Resha yang bisa dibilang cukup aneh dan moodnya yang berubah begitu cepat,tapi Gibran tidak mempermasalahkan hal itu.
Justru Gibran tidak mau kalau Resha larut dalam kesedihannya. Lebih baik melihat Resha yang nakal daripada melihat Resha yang menangis.
"Cebong,lu masih gue maafin kali ini. Gak tahu kalau besok"
....
Tadi udah jelas ya, kemana kedua orang tuanya Giresha. Jadi sebenarnya mereka masih punya saudara lagi yaitu Dava yang udah meninggal.
Jadi jarak usia antar satu sama lain itu gak jauh.
Resha sama Dava selisih 6 tahun
Dava sama Gibran selisih 9 tahun:)
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRESHA
Teen FictionTidak ada yang bisa mengalahkan seorang ketua geng begajulan dan kejam seperti Gibran, kecuali Resha , balita aktif berumur 3 tahun yang selalu membuat geleng-geleng kepala. (BROTHESHIP) 23 September 2022