4. Boss Resha

4.3K 624 11
                                    


Resha tidak pernah kalah dalam bermain karena biasanya Gibran akan rela mengalah untuknya . Maka dari itu, Resha selalu merasa jika dirinya hebat dalam bermain apapun.

Bocah itu dengan percaya diri mengajak Sena untuk bermain balapan dengan mobil remot masing-masing yang tentunya di setujui Sena dengan senang.

Awalnya Resha kira dia akan menang, tapi ternyata bocah lima tahun itu lebih pintar darinya.

Mau tahu apa yang terjadi berikutnya?
Ya, Resha tidak terima atas kekalahannya dan berujung bertengkar dengan Sena.

Tapi itu kemarin, kalau sekarang keduanya sudah berbaikan.

...

"Gibran, grandma mau pergi ke rumah bibi. Nanti kalau pulang sekolah kamu jemput Resha di rumah Sena ya" ujar Grandma pada Gibran yang tengah membuat secangkir kopi.

"Gak perlu grandma, Resha biar ikut Gibran"

"Nanti kamu keganggu belajarnya. Kayak gak tahu Resha aja" ujar Grandma khawatir.

"Gak akan,Resha bisa dikasih tahu kok" jawab Gibran dengan tenang. Lagi pula Gibran tidak peduli, kalaupun Resha rewel, dia bisa membolos dengan mudah.

"Tapi kamu gak kerepotan?" andai saja grandma tahu kalau cucunya ini adalah seorang ketua geng motor begajulan yang berbahaya.

"Nggak kok"

"Soalnya grandma tiga hari disana. Grandma sudah meminta Bi Asih untuk datang mulai nanti siang jadi kamu tidak perlu khawatir"

"Iya grandma. Gibran bisa ngejaga Rhesa, grandma tenang saja" Gibran berusaha meyakinkan grandma.

"Kalau begitu, grandma berangkat sekarang"

"Grandma gak nunggu Resha bangun?" heran Gibran.

"Nanti kalau nunggu dia bangun,yang ada grandma gak jadi pergi" bukan Rezha mau ikut kok , karena bagaimanapun juga Resha tidak terlalu dekat dengan grandma. Mungkin Resha hanya akan melarang grandma pergi.

"Kalau begitu grandma hati-hati"

Sebenarnya mau Gibran ataupun Resha, keduanya tidak dekat dengan grandma.
Bahkan dari jawaban ketika ditanya saja sudah kelihatan.

Intinya hanya ada Gibran dan Resha.

...

"Eca ikut cekoyah?" tanya Resha ketika Gibran tampak bingung memilih sepatu untuk si bayi.

"Iyaaa" jawabnya masih dengan acara memilih sepatu.

"Eca oyeh awa bong?" bayi itu menunjuk ke arah akuarium berisikan puluhan kecebong kesayangannya.

Kemarin sore bayi itu merengek meminta akuarium untuk wadah kecebong karena katanya kasihan, rumahnya sempit.

"Enggak Resha. Lo bakal bau amis nanti" larang Gibran.

"Api Eca cayang bong" ujarnya masih memohon agar diperbolehkan membawa kecebong kesayangannya.

"Anjir, bisa dikira bangkrut mendadak gue kalau ni bayi bawa kecebong sialan itu" batin Gibran.

"Bawa cupang kemarin aja gimana?"

"Nda au,jeyek ! Uluk!" entah kenapa sekarang Resha jadi dendam dengan lima ikan cupang berwarna terang yang kemarin dibeli oleh Gibran.

"Ya udah,Resha mau bawa pake plastik apa toples kecil?"

"Pes ! ake antungan !" jawab Resha heboh seraya melompat tanpa sadar jika kakinya menginjak tangan Gibran yang tadi memakaikannya sepatu.

"Astaghfirullah...kalau bukan adik gue,udah gue lempar nih anak"

"Bang ! Pes na ake antungan!"

"Iya sayang, pake toples yang ada gantungan nya"

"Mau bawa berapa biji???"

"catu "

"Demi elu nih ,Sha. Gue nangkep cebong!"

"Buyuan bang! Aik bum bum !"

"Gak ! Gue gak mau pake motor"

"Napa nda au? Eca au aik bum bum!?"

"Gak !"

Hari ini adalah hari Senin yang jelasnya anak -anak akan melaksanakan upacara bendera seperti sekolah lain. Secara umum, siswa akan berangkat lebih pagi tapi jelas pengecualian untuk Gibran.

Cowok itu berjalan dengan tenang melewati banyak siswa yang tengah berlari ke arah lapangan karena teruskan ketua OSIS yang memerintah untuk segera berkumpul.

Resha yang di gendong koala sambil menenteng toples kaca itu menatap heran siswa yang tengah berlarian.

Sebagian dari mereka ada yang menatapnya bertanya-tanya karena jelasnya ini adalah yang pertama kalinya Resha ikut Gibran ke sekolah.

Ketika mereka melewati lapangan upacara untuk menuju kelas, banyak tatapan bertanya yang makin di lontarkan oleh ratusan siswa hanya karena sosok Resha yang diam dalam gendongan pangeran idaman mereka.

"GIBRAN ! PERGI KE BARISAN KAMU !" teriak si ketua OSIS,  Jeffry.

Gibran berhenti dan menatap ke belakang dimana ketua OSIS sekaligus kakak kelasnya tampak menahan amarah. Lalu matanya bergulir menatap ratusan siswa yang tengah berbaris rapi menghadap nya.

Posisi Gibran bisa dikatakan sangat menonjol karena ia berdiri di depan mimbar.

"Bacot" jawab cowok itu singkat lalu berjalan melewati guru-guru ke kelasnya.

Saat melewati lorong yang sepi, Resha mulai membuka suara.

"Bang"

"Hm,"

"Yeka Napa?"

"Mereka gak ngapa-ngapain. Lo laper gak? Mau bakso?"

"No ! Eca au ainan bong!" jawabnya heboh sambil mengangkat toples kecilnya lalu menatap kecebong kecil di dalamnya.

"Nanti mau di kelas apa main ke luar?"

"keyas ! Eca au keyas !"

"Oke bos,ntar Lo bakal ngedengerin pelajaran anak SMA dengan guru paling ditakuti,tapi enggak buat gue"

...

Bu Dwi, guru matematika tergalak di SMA N Anak Nusantara kini memandangi satu persatu anak muridnya yang tengah mengerjakan ulangan. Termasuk Gibran.

Dimana Resha?

Dimeja Gibran. Bocah itu asyik bermain dengan satu kecebong yang ia bawa lalu mengaduk airnya dengan pensil gambar tengkorak milik Lucas.

"Bong au akan? Hm ,bong yapay? Okey, ntay duyu. Eca nta ama bang duyuu"

"Bong , bong au nda ? Napa Eca bica kut koyah?

Resha tetap mengoceh dengan bahasa bayinya yang hanya bisa dipahami oleh Gibran. Sesekali anak itu menatap heran ke arah siswa yang tengah sibuk mengerjakan ulangan.

"Bang!" panggil Resha sambil memukul-mukul kertas ulangan milik Gibran.

"Kenapa?"

"Gibran ! Tanpa suara !" marah Bu Dwi meski dalam hati ia sudah bersiap-siap akan jawaban pedas yang Gibran lontarkan.

Oh ya,apakah Bu Dwi marah karena ada Resha di sini? Jelas tapi mau bagaimana lagi. Ia tidak berani macam-macam dengan adik Gibran itu.

"Bang, Eca au tuyis tuyis"

"Lo mau?"

"Hum"

Gibran memberikan buku tulisnya juga pensil untuk Resha yang mana disambut dengan senang hati. Dengan segera, bayi itu tertawa sambil membuat coretan coretan abstrak di kertas.

"Hahaha!" pekik si bayi lalu bertepuk tangan heboh membuat antensi kelas menatapnya.

Biarpun si bayi itu begitu menggemaskan tapi memang ada yang berani mendekat untuk mencubit pipi kelebihan muatan nya ?

Tidak ada yang berani !



GIRESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang