Setelah membuka helmnya, ia menoleh ke arah Kai, melambaikan tangan dan tersenyum pada Kai yang melengos. Fattah persis seperti orang yang senang karena bertemu dengan teman lama. Tak seperti Kai yang tampak sama sekali tidak ingin melihatnya.
"Gue tahu lo siapa." kata Fattah saat Kai berjalan melewatinya. Ia melihat gadis itu berhenti dan menoleh ke arahnya, lalu menatapnya dengan kernyitan di dahinya. Kai mati-matian menjaga mimik wajahnya agar tetap terlihat tenang. Meski saat ini, rasanya ia ingin mengeluarkan jurus larinya yang secepat cheetah.
"Gue yang kemarin lo tabrak, kan?" Kai menatap laki-laki itu menggeleng pelan. Fattah memajukan motornya hingga berada tepat di samping gadis itu.
"Lo Andini, kan?" tebak Fattah, "alumni SMP 68." tambahnya. Ia melihat gadis itu menggeleng pelan.
"Lo pasti lupa kalau kemarin teman gue manggil gue Kai." ujar Kai dengan nada tenang meski ia mati-matian meruntuk karena laki-laki itu mengingatnya. "gue Kai." katanya dengan nada penekanan yang jelas. Secara tak langsung meminta laki-laki itu mengingat namanya dengan baik. Dan berharap laki-laki itu menutup pembicaraan saat itu juga. Ia berharap laki-laki itu minta maaf karena salah orang lalu berlalu dari pandangannya.
"Gue yakin lo Andini. Ngaku aja. Semua orang juga bisa kalau cuma ganti nama panggilan." desak Fattah yang tak ingin ingatannya dipatahkan.
Kai menghela napas dengan tidak ketara saat tahu bahwa laki-laki itu tidak akan menyerah begitu saja.
"Lah, yang punya nama siapa? Kok lo maksa-maksa, sih?" Kai mendesis lalu kembali berjalan.
Fattah memutar kontak, menyalakan motornya lalu menjalankannya pelan bersisian dengan gadis itu.
"Ngaku aja. Gue masih ingat muka judes lo." Mendengar kalimat itu, Kai berhenti dan menatap Fattah lekat-lekat.
"Siapa, sih, lo? Kenal aja nggak, berani ngatain gue judes." Kai berkacak pinggang sambil melotot. Yang semakin meyakinkan Fattah kalau ia adalah orang yang ia kenal.
"Tuh, kan. Gue cuma kenal satu bocah songong yang kalau marah melotot sambil kacak pinggang gini." cakap Fattah. Kai langsung menurunkan kedua tangannya dari pinggang dan mengubah mimik wajahnya.
"Gue juga inget tompel di belakang telinga lo." kata Fattah lagi.
Kai melotot lalu menutup sebelah telinganya. "ini nggak cukup besar buat dibilang tompel." sentak Kai. Tanda lahir di belakang telinganya sangat kecil dan ia selalu benci saat laki-laki itu menyebutnya tompel.
"Tompel... tompel... tompel..." kata Fattah dengan nada mengejek yang membuat Kai naik darah. Gadis itu mundur selangkah lalu menyiapkan kuda-kuda. Ia mengayunkan sebelah kakinya untuk menendang motor laki-laki itu yang hampir jatuh kalau saja Fattah tak menahan dengan kedua kakinya.
"Kalau sekali lagi lo muncul dihadapan gue, gue bikin muka lo rata kayak aspal." Kai mendengus, lalu kembali berjalan.
Fattah cukup kaget mengetahui bahwa gadis itu cukup kuat. Motornya sudah pasti ambruk kalau saja ia tidak bisa menahannya dengan baik. Ia kembali melajukan motornya dan melewati gadis itu sambil terus berseru, "tompel...tompel... tompel..." Laki-laki itu menyeringai jahil pada Kai yang menatapnya seakan ingin menelannya hidup-hidup.
"Argh..." Kai mengepalkan sebelah tangannya hingga jari-jarinya memutih. Ia menahan geram dan menatap hingga motor itu menghilang dari pandangannya. "sial banget, sih, gue pagi ini." keluh gadis itu.
Kai masuk ke dalam kelas dan langsung membanting tasnya ke kursi kosong di sebelah Gita.
"Duh, gue nggak punya setrika lagi." kata Gita saat melihat Kai duduk di sebelahnya. Kai dan Nada yang ada di depannya saling pandang.
"Setrika buat apaan?" tanya Nada dengan nada bingung.
"Buat nyetrika muka Kai yang kusut banget." jawaban Gita membuat Kai mendesis. Sungguh, paginya sangat buruk hari ini dan mematahkan semua semangat yang sudah ia kumpulkan sebelum berangkat ke kampus.
Tompel...tompel...tompel... Kata itu masuk lagi ke pikirannya dan membuat darahnya langsung mendidih. Dari sekian banyak teman masa sekolahnya, ia tidak mengerti kenapa Tuhan harus mempertemukannya dengan Fattah. Saat kenaikan kelas dua, ia sudah merasa seperti mendapatkan lotre saat mendengar bahwa laki-laki itu pindah sekolah entah karena apa. Dan selanjutnya, ia menjalani hidupnya dengan sangat baik tanpa mulut menyebalkan laki-laki itu.
Dan sekarang... Kai menghela napas. Ia melipat kedua tangannya di atas meja dan menjatuhkan kepala di atasnya. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan tenang lagi. Ia hanya bisa berharap bahwa dalam waktu dekat, laki-laki itu mengalami kecelakan yang menyebabkan gegar otak dan amnesia, sehingga laki-laki itu tak lagi mengingatnya sampai akhir hayatnya.
Ia sadar bahwa doanya sangat kejam. Tapi percayalah, ini demi ketenangan hidupnya yang ia tahu akan direnggut paksa oleh laki-laki itu. Ia tahu bahwa laki-laki itu tidak akan berhenti jika sudah memilih target. Dan ia tidak siap untuk itu. Jerawat-jerawat di wajahnya yang datang silih berganti saja sudah cukup membuatnya stress, ia tidak mau tambah stress lagi jika laki-laki itu selalu muncul di depannya. Ia menggeleng pelan tanpa sadar, membuat Nada dan Gita saling pandang dan kebingungan.
"Kai, kenapa? Jerawatan lagi?" tanya Gita. Pasalnya, mereka berdua tahu bahwa masalah hidup Kai tidak jauh dari yang namanya jerawat. Gadis itu bisa stres hanya karena jerawat, padahal jerawat itu datang jika ia stres terhadap tugas-tugas kuliahnya. Jadi jika Kai jerawatan, tingkat stres gadis itu berlipat ganda.
"Gue mendingan jerawat semuka, deh." kata Kai sambil mengangkat kepalanya. Gita dan Nada menganga, menyadarkan Kai jika ia baru saja berdoa lebih baik jerawatan seluruh wajah dibanding diganggu oleh Fattah. Padahal ia tahu bahwa jerawat satu saja bisa sangat mengesalkannya.
"Nggak jadi ya Allah. Maaf... maaf, cancel doanya. Kai nggak serius." kata gadis itu sambil mengangkat kedua tangannya. Takut jika Tuhan benar-benar mengabulkan permintaannya.
"Kenapa, sih?" Nada bertanya lagi. Kali ini dengan nada serius.
Kai menghela napas kasar. Ia akhirnya menceritakan semuanya. Bahwa ia ternyata mengenal Fattah. Dan memberitahu betapa menyebalkannya laki-laki itu. Jika Nada terlihat mengangguk dan tampak mengerti dengan semua kekesalannya, Gita sebaliknya. Gadis itu menutup mulutnya yang terbuka. Gadis itu kaget saat tahu bahwa sahabatnya ternyata mengenal Fattah. Mahasiswa fakultas hukum yang terkenal ramah dan tampan. Lebih kaget lagi saat Fattah ternyata masih mengingat Kai.
"Lo harusnya senang dong, Kai. Kapan lagi bisa temenan sama Fattah. Kali aja dia sekarang udah nggak nyebelin lagi." kata Gita.
"Masih... Sekarang malah lebih nyebelin lagi." keluh gadis itu. Ia tidak akan pernah melupakan seringai jahil laki-laki itu padanya tadi. Ia tidak pernah main-main dengan kata-katanya. Awas saja, jika laki-laki itu berani mengganggunya, ia benar-benar akan membuat perhitungan, hingga akhirnya laki-laki itu menyesal telah mengingatnya kembali.
TBC
LalunaKia
30 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
HumorKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...