CHAPTER TIGA PULUH SEMBILAN

599 112 15
                                    

Hujan deras mengguyur Jakarta sore ini. Kai berdiri di depan jendela kantornya dan menatap rintik hujan yang menggedor kaca di depannya. Jalanan di bawah terlihat macet. Payung-payung terlihat di trotoar. Warna-warni terlihat dari jas hujan pengendara motor yang memenuhi jalanan.

Suara pintu yang diketuk membuatnya menoleh. Rekan-rekan kerjanya sudah pulang, meninggalkannya seorang diri di ruangan itu.

"Masuk, Gi." katanya saat melihat wajah Gio menyembul dari balik pintu.

Laki-laki itu mendekat dengan dua buah cup kopi di tangannya.

"Macet banget di depan." Gio memberitahu saat ia duduk di kursi kosong di depan meja. Kai mengangguk dan berterima kasih saat menerima cup hangat dari tangan Gio.

"Iya. Bikin malas pulang." Kai duduk di kursinya dan menatap Gio yang sedang menyesap kopi panasnya.

Kai menatap laki-laki berkacamata di depannya. Satu-satunya laki-laki yang dekat dengannya selama dua tahun terakhir.

Kai sadar ia tidak pernah punya perasaan apapun pada Gio. Tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa Gio selalu ada untuknya. Kai tidak punya banyak teman dekat hingga jika butuh seseorang, ia akan menghubungi laki-laki itu. Gio selalu ada waktu untuknya. Dan tidak pernah tersinggung jika ia menolak ajakannya. Laki-laki itu seperti tahu bagaimana dirinya dan mengerti bagaimana ia ingin menjalani hidup.

Setelah pergi selama empat tahun, Kai sadar ia pasti tampak asing bagi Fattah, begitu juga sebaliknya. Ia sadar mereka menjalani hidup dengan cara yang berbeda. Ia tidak tahu apakah laki-laki itu bisa mengerti dirinya. Sama seperti ia tidak tahu apakah ia bisa mengerti laki-laki itu.

Suara dering ponsel terdengar saat ia sedang mengobrol dengan Gio. Ia menyambar gawai di atas meja dan melihat foto ibunya di layar. Ia mengangkatnya.

"Kai, kamu di mana?" Suara ibunya terdengar di ujung sambungan.

"Masih di kantor, Ma. Kayaknya Kai pulang agak malam deh. Macet banget di depan."

"Jangan lewat jalan biasa, banjir. Macet parah juga."

"Gitu, ya." Kai mengusap tengkuknya.

"Atau nggak kamu tidur di apartemen aja. Kan tinggal nyebrang. Kamu bawa kartu aksesnya kan? Mama udah satu jam ini nggak gerak."

"Bawa sih. Yaudah kalau gitu. Mama hati-hati di jalan, ya."

Kai menutup sambungan dan menaruh kembali ponselnya di atas meja.

"Jalanan yang biasa gue lewatin katanya banjir."

"Oh, ya?"

Kai mengangguk dan kembali menyesap cup dalam gelasnya. Mereka berdua mengobrol banyak tentang pekerjaan. Buku-buku yang akan rilis. Buku-buku yang akan dibuat versi audiobook maupun audio visual. Juga sederet kegiatan kepenulisan yang akan datang.

Jam menunjuk pukul setengah delapan saat Kai melihat ke arah jendela. Intensitas hujan sudah mulai berkurang.

"Balik, yuk." Kai mengambil tasnya dari laci dan memasukkan barang-barang pribadinya.

Gio bangun dari posisinya, "jadi lo lewat mana?"

"Gue tidur di apartemen kayaknya." Kai sudah menyantelkan tali tas ke bahunya.

"Oh. Tinggal nyebrang aja ya."

Kai mengangguk sambil tersenyum. Keduanya keluar dari ruangan. Sementara Gio masuk ke ruangannya, Kai langsung melewati resepsionis dan berjalan menuju lift.

Kai naik ke mobilnya dan melaju menuju apatemen milik ibunya tak jauh dari sana. Ia hanya pelu memutar balik dan berbelok menuju kawasan gedung perkantoran dan apartemen yang menjulang tinggi di sisi jalan.

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang