CHAPTER EMPAT BELAS

687 113 6
                                    

Keesokan harinya, Kai kembali seperti semula. Ia tidak punya nyali lagi. Ia tidak lagi memakai liptint itu karena tidak akan sanggup mendapat ejekan seperti sebelumnya. Ia tidak menjawab apapun saat ayahnya bertanya apa ia sedang ada masalah. Ayahnya tahu moodnya sangat jelek sejak semalam.

Ia hanya fokus pada perawatan wajahnya. Ia pikir itu lebih penting. Orang-orang hanya akan melihat perubahan wajahnya perlahan-lahan. Wajahnya akan lebih baik dan lebih baik lagi. Hal yang prosesnya tidak orang lain tahu, tapi mereka bisa melihat hasilnya.

Kai meminta ayahnya mengantar sampai fakultasnya. Mobil itu berhenti di parkiran.

"Papa besok ada acara nggak?" Kai bertanya sambil melepas safety belt.

"Kayaknya nggak. Kenapa?"

"Jalan-jalan, yuk." ajaknya.

Marco tersenyum. "ke mana?"

"Ke mall. Nonton atau ke toko buku mungkin."

"Oke." kata Marco. Kai mencium telapak tangannya dan keluar dari mobil. Ia ikut keluar dan melihat punggung anaknya menjauh. Ia masih di sana saat melihat anaknya membalik badan dan kembali melambai sambil tersenyum.

Kai pergi ke kantin karena masih ada setengah jam sebelum jam pertama. Ia juga menunggu Nada dan Gita. Ia mengambil air di kulkas dan membayarnya sebelum duduk di kursi kosong yang tersedia. Ia mengedarkan pandangan dan melihat Fattah ada di sana. Duduk bersama Freya, mahasiswi paling cantik di fakultas ekonomi. Kedua terlihat mengobrol sambil menyantap sesuatu di mangkok entah apa. Kai sampai lupa apa sebenarnya hubungan keduanya. Jika mereka pacaran, tidak heran. Keduanya cocok. Tapi ia tidak pernah mendengar gosip semacam itu.

Kai masih menatap mereka saat tatapannya bersirobok dengan Fattah. Jika Fattah langsung tersenyum, Kai justru membuang muka ke arah lain. Ia tidak ingin dikira melihat mereka secara terang-terangan meski akhirnya tertangkap basah. Ia meneguk air dalam botolnya lalu mengeluarkan ponselnya.

Ibu jari Kai masih menggulung layar saat seseorang duduk di depannya. Ia menengadah dan melihat senyum Fattah. Ia lalu melirik sekeliling dan menyadari bahwa beberapa pasang mata melirik mereka diam-diam. Freya sudah tak ada di meja itu.

"Ngapain ke sini?" lirih gadis itu sambil terus menunduk.

"Memangnya kenapa? Kan kursinya kosong."

"Lo narik perhatian orang-orang. Gue nggak suka." Kai kembali fokus pada benda pipih di tangannya. Ia mendengar laki-laki di depannya terkekeh ringan.

"Narik perhatian tuh begini..." Fattah mengusap pucuk kepala Kai. Membuat gadis itu langsung menengadah dan melotot. "terus gini..." Ia mencubit pipi gadis itu yang bola matanya semakin terlihat ingin loncat dari tempatnya.

"Fattah!!!" Kai menggeram.

"Iya... Sayang..." Fattah sengaja meninggikan nada suaranya hingga kini semua mata menatap mereka secara terang-terangan. Dengan raut wajah penasaran.

"Fattah..." Kai meninju bahu laki-laki itu sambil mengumpat. Fattah semakin terkekeh. Tidak peduli dengan wajah Kai yang sudah seperti kepiting rebus. Gadis itu menunduk dalam-dalam. Menyembunyikan wajah merahnya.

"Kok lo nggak pakai liptint lagi?"

"Bodo amat." Kai mendengus. Ia tidak berani mengangkat wajah. Ia tidak berani melihat sekitarnya.

"Besok jalan yuk." ajak laki-laki itu.

"Nggak bisa." jawab Kai langsung.

"Nggak bisa apa nggak mau?"

"Nggak bisa dan nggak mau."

"Kenapa?"

"Gua mau jalan sama bokap gue."

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang