"Fattah, lo tuh bisa sih kalau ada apa-apa itu kunci pintu." Freya mengomel begitu Fattah bergabung dengannya dan Andreas di meja bar.
"Apaan, sih? Kalau gue kunci pintu, berarti gue niat ngapa-ngapain." Fattah duduk di samping Freya yang menatapnya jengkel. "lo aja yang datang di saat yang nggak tepat."
"Tetap aja." Freya berdecak, "sialan, malu banget lagi gue."
Andreas tertawa di depan keduanya.
"Jangan main-main sama Kai. Ingat dia anaknya siapa." Freya memperingatkan.
"Iya, tahu." Fattah mengambil roti di atas meja dan menggigitnya.
"Kalau udah yakin, kenapa nggak nikah aja, sih." Freya menatap adiknya, sementara Andreas menuangkan susu dari kotak ke gelas kosong di depan Fattah. "lo nggak ada kontrak khusus kan?"
"Nggak ada. Gue juga maunya gitu, tapi Kainya belum siap." Fattah menyesap isi gelasnya dan menatap Andreas yang fokus pada layar laptopnya.
"Yas, cariin tiket ke Singapore dong. Penerbangan terakhir hari ini."
Dua pasang mata itu langsung menatap Fattah yang tampak cuek.
"Mau ngapain?" Andreas tidak bisa menyembunyikan kebingungannya. Ia tahu pasti kalau Fattah tidak ada acara apapun di sana.
"Nyusul Kai. Kangen."
Andreas berdecak sambil menggelengkan kepala, "adik lo nih, Frey. Bucinnya udah diluar nalar."
Freya memijat pelipisnya.
"Besok lo harus sampai lokasi jam sebelas lho." Adreas mengingatkan.
"Nggak apa-apa, ikut penerbangan pertama aja."
Andreas dan Freya saling pandang.
"Gue ikut?" Andreas menunjuk dirinya sendiri.
"Terserah. Nggak ikut juga nggak apa-apa."
"Duh, Yas, mendingan lo ikut deh. Takutnya nih anak nggak balik besok. Daripada lo yang kena omel orang-orang."
Fattah mengangkat bahu tak acuh. Ia fokus pada roti di tangannya. Ia tidak peduli pada Andreas yang tengah menceritakan sikap menjengkelkannya akhir-akhir ini pada Freya. Ia tidak peduli jika kakaknya dan Andreas menganggapnya berlebihan. Di satu masa dalam kehidupan mereka, mereka pasti pernah merasakan berada dalam posisinya.
***
Kai, Jani, dan Gio turun dari taksi dan menyeberangi lobi hotel yang sudah sepi. Kedua gadis itu bersenandung dengan raut wajah senang yang tidak bisa disembunyikan, masih terbawa euphoria konser yang mereka datangi beberapa saat yang lalu.
"Besok lo beneran nggak mau ikut kita jalan, Kai?" Jani bertanya saat mereka masuk ke dalam lift.
"Nggak ah. Gue kayaknya mau tidur aja seharian." Kai menjawab. "pokoknya jangan ada yang ketuk kamar gue pagi-pagi." Ia lelah hari ini dan lebih ingin menghabiskan sisa hari besok untuk tidur sebelum kembali ke Jakarta sore hari. Ia sama sekali tidak berminat dengan ide Jani dan Gio yang hanya ingin berjalan-jalan. Itu sama sekali tidak menarik baginya.
Mereka keluar dari lift dan menyusuri lorong, hingga sampai di pintu masing-masing. Setelah mengucapkan selamat malam, ketiganya membuka pintu dan menghilang di baliknya.
Kai membuka sepatu, lalu melempar tasnya ke atas meja. Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia bersenandung di bawah pancuran air. Meski merasa seluruh energinya terkuras habis karena berada di tengah-tengah ratusan orang, ia tidak bisa menyembunyikan bahwa ia merasa senang karena bisa menonton konser penyanyi favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
HumorKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...