CHAPTER EMPAT PULUH ENAM

580 105 12
                                    

Setelah seharian hanya tidur di kamarnya, Kai keluar saat merasakan perutnya melilit. Ia ingat hanya memasukkan berbagai macam cemilan dan susu ke dalam perutnya. Ia menuruni tangga dan melihat kedua orangtuanya sedang menonton televisi di ruang tamu.

Ia meminta ayahnya bergeser agar mendapat tempat di antaranya.

"Kamu udah mandi belum?" Marco bertanya pada anaknya yang langsung menempel pada Kinan.

"Udah lah." Kai menggamit lengan ibunya, "lapar. Mama masak apa?"

"Rendang sama sambal ijo."

Mendengar menu hari itu, rasa lapar semakin menggerogotinya. Ia berdiri dan pergi ke dapur lalu kembali dengan sepiring nasi lengkap lauk, sambal ijo dan lalapannya. Ia kembali mengambil tempat di antara kedua orangtuanya.

"Suapin dong, Ma." Kai menyerahkan piring di tangannya sambil tersenyum manis.

"Makan sendiri. Udah gede juga." ejek Marco.

"Biarin. Papa juga masih suka disuapin." kata Kai sambil melirik pada ibunya yang tersenyum kecil.

"Kamu tumben di rumah aja." tanya Kinan.

"Memang harus ke mana? Kai kan memang biasanya di rumah aja." Ia menjawab setelah menelan isi mulutnya.

"Kamu kan belakangan ini tiap weekend selalu keluar sama Fattah." Kali ini Marco yang bicara.

"Dia lagi sibuk. Ada kerjaan diluar kota."

Marco melirik pada istrinya yang masih dengan telaten menyuapi anak perempuannya. "Fattah bilang udah serius sama kamu. Kamu sendiri gimana?"

Kai menatap ayahnya, "kapan Fattah bilang gitu?"

"Waktu dia ke sini malam-malam."

Kai ingat malam itu. Ia sudah yakin bahwa Fattah tidak hanya membicarakan pekerjaan dengan ibunya.

"Kai masih perlu waktu." jawabnya. Kai telah memikirkan semuanya seminggu ini. Dengan semua hal ditawarkan Fattah, ia tahu ia tidak punya alasan lagi untuk menolak laki-laki itu.

Fattah bersedia memberikan kehidupan seperti yang ia inginkan. Dan yang pasti, laki-laki itu rela berhenti dari dunia entertain demi mewujudkan kehidupan pernikahan impiannya. Ia hanya perlu meyakinkan dirinya sendiri. Ia perlu yakin bahwa Fattah akan menepati janjinya, seperti laki-laki itu menepati janjinya untuk datang padanya setelah sukses.

"Kamu suka cemburu nggak, kalau Fattah ada adegan mesra sama lawan mainnya?" kali ini ibunya yang bertanya.

"Nggak. Itu kan bagian dari pekerjaannya dia." Kai menjawab enteng sebelum ia menyuap lagi sendok yang diulurkan ibunya.

"Kamu nggak cinta kalau gitu." Marco menimpali.

Kai menatap ayahnya.

"Terlepas dari profesionalismenya Fattah, kalau cinta harusnya kamu ngerasain cemburu meski sedikit."

Ia menelan ludah lalu menyesap air dalam gelasnya. Kai tidak pernah lagi mengikuti karir Fattah. Ia tidak pernah menonton film-filmnya. Tidak pernah melihat laki-laki itu syuting secara langsung. Tidak pernah sengaja mencari berita tentang laki-laki itu. Ia memberi batas yang sangat jelas antara kehidupannya dan karir laki-laki itu. Ia memberikan kebebasan dan kepercayaan sepenuhnya pada Fattah.

"Sebenarnya, Kai udah lama nggak pernah ngikutin film-film Fattah. Dan nggak pernah ngikutin berita-berita tentang dia."

"Kenapa gitu?"

"Ya buat apa. Aku nggak suka sama dunianya. Aku percaya sama dia."

"Kalau kalian nikah, dunianya adalah bagian dari dirinya yang harus juga kamu terima." ujar Kinan. Ia menaruh piring kosong di tangannya ke atas meja.

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang