Kai tidak pernah sadar betapa ia sudah sangat terbiasa dengan keberadaan Fattah. Hingga hampir dua minggu laki-laki itu tak terlihat, ia merasa sedikit kesepian. Fattah tidak lagi muncul tiba-tiba di kantinnya. Pesan yang belakangan rutin laki-laki itu kirimkan tidak datang lagi. Ia agak kebingungan karena laki-laki itu tiba-tiba saja menghilang.
Ia menatap ponselnya. Berharap ada satu pesan dari Fattah. Ia sendiri tidak punya keberanian untuk mengirimkan pesan lebih dulu. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah Fattah sedang fokus UAS, sama sepertinya dan yang lainnya.
"Kai..." Gadis itu menengadah dan melihat Gita berlari masuk ke dalam kelas dan langsung duduk di depannya. Tak hanya dirinya, teman-temannya yang lain juga langsung menoleh ke arah Gita.
"Fattah..." Gita menunjukkan ponselnya pada Kai.
Kai menatap postingan dalam salah satu akun brand kacamata. Fattah di sana, menjadi model. Foto setengah badan itu diambil di luar ruangan. Kacamata hitam menutupi kedua matanya.
Ponsel itu terlepas dari tangannya dan diambil alih oleh temannya yang ternyata berkerumun di sekitarnya. Kai diam saja saat sekelilingnya mengoceh tentang betapa tampannya laki-laki itu. Beragam pujian meluncur dari mulut teman-temannya.
"Sini balikin." Gita mengambil ponselnya dan menyuruh teman-temannya bubar.
Kai tersenyum kecil. Ia ingat pembicaraan mereka berdua mengenai tawaran yang laki-laki itu dapatkan. Ia tahu kalau laki-laki itu sudah memilih jalannya. Baginya pekerjaan itu sangat cocok dengannya.
"Fattah cocok ya, jadi model?" kata Gita pada Kai yang langsung mengangguk. "pantesan dari kemarin nggak kelihatan." Kali ini tangan Gita sudah kembali menggulung layar.
"Eh... ini Fattah juga." kata Gita. Ia kembali menunjukkan foto dalam ponselnya.
Kai menatap akun brand sepatu. Dalam potret itu Fattah tak seorang diri. Ia bersama seorang gadis berambut panjang dan duduk di sofa berwarna hitam. Foto sepatu di kaki mereka ditonjolkan sedemikian rupa.
"Wah... kayaknya nih anak bakal terkenal nih." ujar Gita. "harusnya kemarin-kemarin kita minta tanda tangannya." katanya lagi.
Kai tersenyum lagi. Ingat saat Fattah menawarinya tanda tangan untuk berjaga-jaga jika nanti dia beneran terkenal.
"Balik yuk." Kai sudah berdiri dan menyampirkan tali ransel ke sebelah bahunya. Gita mengangguk, mengambil ranselnya dan mensejajari langkah Kai keluar dari kelas.
"Libur semester ke mana?" Gita bertanya. Ia menggamit lengan Kai dan menyusuri koridor.
"Nggak ada rencana ke mana-mana sih." jawabnya. Ini memang hari terakhirnya di kampus semester ini. Mereka akan libur dua bulan dan menyambut semester baru.
Keduanya berpisah saat ojek online pesanan Gita sampai lebih dulu.
Kai: Pa, Kai ke studio sekarang, ya.
Saat ia menekan send untuk mengirim pesan itu pada ayahnya, sebuah motor berhenti di depannya. Ojek pesanannya datang dan langsung mengulurkan helm padanya.
Setelah membelah kemacetan di berbagai titik, Kai sampai di studio ayahnya. Bangunan tiga lantai yang parkirannya terlihat padat. Ia membuka pintu dengan kaca gelap itu dan langsung naik ke lantai tiga dengan tangga. Ia tidak ingin berbasa-basi dengan orang-orang yang mengenalnya di lantai dasar itu.
Ia berdiri di depan pintu ruangan ayahnya dan mengetuk pelan. Saat mendengar suara dari dalam, ia menekan handle dan membuka pintu.
"Kamu ketemu Fattah nggak?" Marco bertanya saat Kai mendekatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
HumorKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...