CHAPTER TIGA PULUH EMPAT

613 120 11
                                    

Fattah mengajak Kai berkeliling. Ke tiap ruangan yang ada di rumahnya. Hingga akhirnya mereka sampai di home theater, ruangan paling pojok di sisi kiri rumah itu. Gelap menyambut mereka berdua. Fattah menekan stop kontak dan membuat ruangan itu temaram.

"Waah..." Kai terpaku melihat layar lebar di depannya. Lalu ke delapan buah sofa yang tampak nyaman. Ada kulkas di sisi sebelah kiri dan rak berisi cemilan.

"Ruangan favoritnya Kak Freya." kata Fattah saat ia berjalan mendekati kulkas. Ia membuka dan mengambil dua buah minuman kaleng dari sana.

Mata Kai masih meneliti sekeliling. Baginya rumah itu luar biasa. Fattah punya perpustakaan kecil berisi lemari penuh buku, ruang fitness, banyak area bersantai, bahkan ada sauna juga di sana. Ia akan berdiskusi dengan ibunya untuk membuat home theater juga di rumahnya.

Kai masih berdiri saat Fattah mendekat dan mengulurkan kaleng minuman. Ia menerimanya dan duduk di sofa terdekat. Fattah mengambil remote dan menekan tombol untuk membuat layar itu menyala. Ia juga menyalakan pendingin ruangan.

"Nih..." Ia menyerahkan remot pada Kai yang langsung menerimanya.

Kai memulai pencariannya.

"Kamu nggak suka nonton di bisokop, ya?"

"Tergantung filmnya. Kalau bagus pasti ke bioskop." Kai menekan tombol dan menatap deretan poster film di layar. Ia berhenti sejenak lalu menoleh saat mengingat sesuatu.

"Di film kamu yang paling baru, kata teman aku ada adegan ranjangnya. Beneran?"

Fattah yang sedang menyesap minumannya tersedak mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. Ia menepuk dadanya dan menyambar tisu untuk menyeka bibirnya.

"Kenapa kamu nanya gitu?"

"Penasaran aja."

"Adegannya biasa aja kok. Kissing sama akunya aja yang shirtless ." jawab Fattah, "yang lainnya kan ditutup selimut. Dibantu sama angle kamera juga."

Kai mengangguk, "lawan main kamu kan cantik banget, kamu nggak nafsu beneran."

Kali ini Fattah tersedak ludahnya sendiri. Ia tidak membayangkan akan mendengar pertanyaan itu dari mulut Kai.

"Kita harus banget ngomongin ini?" Fattah mulai terlihat tidak nyaman sementara Kai menatap penuh minat.

"Ya aku penasaran aja."

"Nggak lah. Kan profesional." jawab laki-laki itu.

Kai menatap laki-laki itu dengan tatapan menyelidik, lalu mengulum senyum. Tatapannya kembali pada layar di depannya. Ia melanjutkan pencarian hingga akhirnya menemukan series yang ia cari.

"Aku dulu sempat ngebutin series ini, tapi nggak kuat saking udah banyaknya." Fattah menatap series Breaking Bad yang berputar di layar. "akhirnya langsung lompat ke EL Camino."

"Aku tinggal satu season lagi, nih. Telat banget karena baru tahun awal tahun ini."

Fattah tidak peduli dengan adegan demi adegan yang berputar di layar. Ia fokus pada Kai yang duduk di sebelahnya. Tatapan gadis itu sepenuhnya tercurah ke layar. Senyum gadis itu sesekali melengkung, atau tiba-tiba wajahnya terlihat tegang. Ia memerhatikan tiap ekspresi gadis itu. Ia tidak ingin melewatkan sedikitpun. Ia ingin menyimpan dalam memorinya dengan baik, hingga jika ia merindukannya, ia tidak akan pernah lupa detail wajahnya.

Jika bisa, ia ingin waktu berhenti saat ini. Ia ingin gadis itu tetap di kusinya untuk waktu yang lama, hingga ia bisa terus menatapnya.

Suara yang memenuhi ruangan sama sekali tidak memecah konsentrasinya. Wajah gadis itu jauh lebih menarik dibanding semua film terbaik yang pernah ia tonton.

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang