Kai sampai di rumahnya dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka kunci ponsel lalu masuk ke aplikasi instagramnya. Kedua ibu jarinya langsung mengetuk-ngetuk layar untuk melakukan pencarian atas nama pria itu.
Tidak susah menemukannya karena pria itu memakai foto dirinya sebagai profil picture. Kai bagai mendapat harta karun. Ia tersenyum senang lalu membuka akun yang kebetulan tidak terkunci itu. Ia bisa melihat semua postingan pria itu. Ia menscroll dengan hati-hati dan menatap tiap postingan. Isi beranda akun itu lebih banyak didominasi oleh foto kafe dan alam sekitar. Sepertinya pria itu menyukai fotografi karena semua gambar yang diambil dan ditampilkan di akun tersebut sangat bagus dan memanjakan mata. Ada beberapa foto sendiri yang bisa ia temukan. Senyum Kai semakin semringah. Ia menatap satu foto pria itu yang sedang berdiri di sebuah taman. Sebelah tangan pria itu memegang ujung skateboard dengan wajah tersenyum ke arah kamera.
Suara ketukan di pintu membuat konsentrasinya buyar. Ia menatap ke arah pintu yang mulai terbuka setelah ia menjawab dan melihat wajah ayahnya menyembul dibaliknya.
"Makan, yuk." ajak pria itu sambil berdiri di ambang pintu yang sudah terbuka setengah.
"Papa duluan aja." kata Kai. Ia merasa bahwa bahwa ayahnya mengganggu kesenangannya. Ia masih ingin berselancar untuk menyelami semua postingan pria itu meski itu membutuhkan waktu semalaman. Ia yakin ia tidak akan bosan. Ia akan melakukannya dengan senang hati, hingga semua raut wajah laki-laki itu tertangkap dalam pikirannya dan bisa dengan mudah ia ingat.
"Papa harus berapa kali bilang, sih? kalau Papa di rumah, Papa mau makan bareng-bareng." kata Marco. Ia telah sering mengatakan itu pada anak semata wayangnya. Mereka hanya tinggal berdua di rumah itu dan semakin lama anaknya akan semakin dewasa. Marco tidak ingin merasa jauh dari anaknya. Saat ini saja ia merasa bahwa Kai lebih sering memilih jalan bersama teman-temannya dibanding dengannya. Hal yang sebenarnya sangat wajar. Namun sekali lagi, Marco sebisa mungkin melibatkan diri dalam semua kegiatan gadis itu. Pertumbuhan gadis itu baginya terasa sangat cepat. Sepertinya baru kemarin ia menemani gadis itu untuk hari pertamanya di sekolah dasar, kini gadis itu sudah kuliah. Mungkin sebentar lagi gadis itu akan bertemu laki-laki yang disukainya lalu menikah. Hati Marco entah kenapa merasa nyeri. Ia sepertinya belum siap jika harus kehilangan gadis itu.
Meski dengan decakan, Kai tetap turun dari ranjangnya. Ikut serta membawa ponselnya dan keluar dari kamar. Ia mengekori ayahnya menuju ruang makan. Di atas meja makan yang hanya selalu diisi hanya mereka berdua sudah ada satu porsi sapo tahu dan satu piring ayam goreng mentega juga mangkok besar berisi nasi.
Mereka memang punya mbak yang hanya datang untuk bersih-bersih dari pagi sampai pekerjaannya selesai. Untuk makan, Marco memilih roti, atau sereal untuk sarapan, atau membuat nasi goreng sesekali. Sedang makan malam, ia akan membelinya.
Kegiatan makan mereka selalu diselingi dengan obrolan mengenai apa saja yang terjadi dengan Kai hari ini. Hal yang sebenarnya membuat Kai bosan. Tapi ayahnya tidak pernah absen menanyakan itu. Dan karena tumbuh tanpa sosok Ibu dan hanya berdua dengan ayahnya. Kai tahu seberapa besar kasih sayang ayahnya padanya.
Kai menceritakan apa yang terjadi hari ini. Mata pelajaran yang ia ikuti dan apa saja yang ia lakukan bersama teman-temannya. Ia belum berani bercerita mengenai Rayi. Ini adalah kali pertamanya menyukai laki-laki. Ia tidak tahu akan seperti apa tanggapan ayahnya jika pria tahu.
Lagipula, Kai tidak pernah menaruh harapan pada Rayi. Ia tidak pernah mengharapkan apapun meski ia sudah menyadari perasaannya. Ia cukup tahu diri. Tidak akan ada yang suka dengan gadis tomboy dengan muka kusam penuh jerawat. Sama sekali tidak ada yang menarik dari dirinya. Ia hanya... suka menatap wajah itu, juga senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
MizahKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...