CHAPTER EMPAT PULUH TUJUH

603 108 14
                                    

Ini hari senin, tapi Kai bangun lebih lambat dari biasanya. Saat ia turun ke lantai bawah, semua penghuni yang lain sudah berangkat. Rumahnya sudah sepi. Ia menaruh tasnya di kursi meja makan dan mengambil air dari dalam kulkas.

Sambil menyantap sarapan yang sudah ada di atas meja, ia memeriksa ponselnya. Ia membaca pesan yang belum sempat terbaca sejak semalam. Termasuk pesan Fattah yang memberitahu bahwa ia baru sampai rumah jam sebelas malam dan akan langsung tidur karena lelah.

Kai meletakkan benda pipih miliknya di atas meja dan fokus pada makanannya. Suara pintu dibuka terdengar dan tidak lama wajah seorang wanita muncul di dapur.

"Mbak Kai tumben belum berangkat." Asisten rumah tangga yang baru datang menyapanya. Wanita itu bekerja dari siang hingga sore.

"Iya, Mbak."

Saat asisten rumah tangganya mulai sibuk dengan pekerjaan rumah, Kai menyelesaikan sarapannya. Ia lalu bergegas keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Ia menyusuri jalanan yang masih ramai menuju kediaman Fattah. Ia menyalakan musik dan bersenandung kecil.

Mereka berdua sudah tidak bertemu selama hampir dua minggu karena Fattah berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Kai merasakan bucahan perasaan senang. Entah sejak kapan, Kai mulai merasa merindukan laki-laki itu. Setiap hari, tanpa ia sadari ia kerap menunggu pesan dan telepon laki-laki itu meski tahu jam senggang laki-laki itu tak beraturan.

Empat puluh menit kemudian, mobilnya berhasil melesak di halaman rumah Fattah. Saat ia melepas safety beltnya, ia melihat Andreas keluar dari rumah dengan ransel di punggungnya.

"Udah mau jalan?" Kai bertanya saat ia keluar dari mobil. Ia memang tidak tahu apakah Fattah ada jadwal hari ini atau tidak.

"Nggak kok. Gue baru mau balik. Fattah masih tidur." Andreas menjawab sambil mendekat.

"Oh. Hati-hati." ujar Kai. Ia melihat Andreas mengangguk lalu masuk ke dalam mobil. Kakinya melangkah mendekati pintu lalu memindai sidik jari hingga terdengar bunyi klik.

Senyap langsung menyambutnya saat ia membuka pintu. Langkahnya menyusuri bagian rumah lebih dalam. Setelah menaruh tasnya di sofa, ia naik ke lantai atas. Ia berhenti di depan pintu kamar Fattah yang terbuka setengah. Tangannya terulur untuk menutup pintu. Namun gerakannya tertahan saat melihat sepatu dan jaket tergeletak di lantai.

Ia akhirnya melangkah masuk. Ia mengambil sepasang sepatu dan menaruhnya di rak dekat meja. Ia juga menggantung jaket di gantungan yang tersedia. Matanya lalu melirik ke arah ranjang di mana Fattah tertidur dengan pulas. Ia mendekat dan berjongkok di depan Fattah hingga akhirnya mencium bau alkohol dari napasnya yang teratur.

Ia terdiam sebentar. Ia tahu laki-laki itu baru sampai di bandara Soekarno Hatta jam sepuluh malam karena sempat meneleponnya saat itu. Satu jam kemudian, Fattah memberi kabar kalau sudah sampai di rumah dan akan langsung tidur. Pesan yang tidak sempat ia baca karena ia tidur lebih dulu.

Kai berdiri dari posisinya dan keluar dari kamar. Ia menuruni tangga dan berjalan menuju dapur. Dua hari yang lalu, ia datang untuk mengisi kulkas karena Fattah bilang akan pulang dalam waktu dekat.

Ia membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan dari sana. Ia mengolah semua bahan menjadi sup ayam, dan tidak lupa memasak nasi secukupnya. Ia duduk di meja makan sementara menunggu air dalam pancinya mendidih setelah memasukkan semua bahan.

Ia berpikir menutup mata atas kehidupan karir Fattah adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan. Ia berpikir itu bisa menjauhkan dari rasa cemburu ataupun segala macam overthinking. Namun ia ingat lagi bagaimana kecewanya ia dulu saat tak tahu apapun tentang Fattah. Ia masih ingat bagaimana rasanya seperti bukan siapa-siapa bagi seseorang.

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang