Selama empat tahun Fattah menghilang, Kai tidak pernah memimpikannya sama sekali. Ia menjalani hidupnya dengan sangat baik. Ini adalah pertama kalinya ia memimpikan laki-laki itu. Ia tersenyum melihat Fattah berbaring di dekatnya. Laki-laki itu tertidur pulas. Gurat-gurat lelah tidak bisa disembunyikan oleh wajah tampannya.
Tangan Kai terulur. Ia menaruh telapak tangannya di pipi Fattah. Jarinya-jarinya bergerak. Ia terdiam saat merasakan sentuhan itu terasa sangat nyata. Matanya terbelalak saat Tangan Fattah menyentuh tangannya yang masih ada di pipinya.
Ini bukan mimpi, pikir Kai. Ia berusaha menarik tangannya, tapi pegangan tangan Fattah sangat kuat. Ia kebingungan apakah laki-laki itu benar tidur atau tidak.
Kai memindai sekeliling dan tersadar bahwa ia ketiduran di ruang baca. Ia pasti terlalu lelah hingga tidak mendengar kedatangan Fattah. Ia menatap jam dinding di ruangan itu. Sudah hampir jam tujuh malam.
Ia menarik sekali lagi tangannya sekuat tenaga.
"Mau ke mana?" Fattah bersuara meski kedua matanya terpejam.
Kai terdiam sejenak dan berpikir laki-laki itu mengigau. Kai bangun dari posisinya dan terduduk di samping Fattah yang matanya masih terpejam.
"Mau ke mana, sih?" Kai mendengar suara itu lagi saat ia berusaha menarik kembali tangannya. Saat itu, ia tahu kalau Fattah tidak sepulas yang ia kira. Benar saja, sesaat kemudian kedua kelopak matanya terbuka. Tatapan mereka langsung bersirobok.
"Aku mau pulang." Kai masih berusaha menarik tanganya. Tapi Fattah tidak membiarkan gadis itu lepas begitu saja. Tangan gadis itu masih terapit antara pipi dan telapak tangannya.
"Ngapain buru-buru? Baru jam tujuh." katanya setelah ia melihat penunjuk waktu di ruangan itu. Ia bangun dari posisinya, tapi tak melepaskan tangan Kai dari genggamannya. Mereka duduk berhadapan.
"Kamu di sini dari jam berapa?" Kai bertanya. Ia tidak pernah menyangka Fattah akan pulang cepat hari ini.
"Belum lama." jawab Fattah. "kamu ke mana aja hari ini ini?"
"Wall climbing, muter-muter ke toko olahraga, ice skating, makan. Udah." jelas Kai.
"Bukannya kamu harusnya tidur seharian di rumah karena ini weekend?"
Kai tersenyum, "tergantung kegiatannya. Kalau diajak jalan-jalan nggak jelas, ya memang lebih baik tidur."
"Sama Gio?" Fattah bertanya lagi.
Kai mengangguk.
Fattah berdecak. Tidak berusaha menyembunyikan perasaan kesalnya. "kenapa, sih?" Fattah menatap jengkel pada Kai yang masih berusaha menarik tangannya.
"Ini... nggak nyaman..." lirih Kai.
Fattah tersenyum. Kegugupan gadis itu mulai terlihat. "kalau kayak gini gimana?" Tepat saat mengatakan itu, ia menarik tangan Kai hingga jatuh dalam pelukannya.
Tubuh Kai menegang. Kedua tangannya yang berada di depan dada menyentuh dada bidang Fattah. Secara tak sadar jari telunjuknya menekan dada laki-laki itu. Ia bisa merasakan otot dibalik kaos itu.
"Aarrgghhhhhhh." Kai menjerit tepat di samping telinga Fattah, membuat laki-laki itu refleks menutup kedua telinganya. Kai beringsut menjauh dan menatap Fattah yang terlihat syok.
"Kamu tuh kenapa, sih? Udah kayak masuk ke kandang macan aja."
"Aku nggak suka, ya!" Kai melotot. Ia melakukan itu sebagai bentuk pertahanan diri. Ia berteriak karena merasakan detak jantungnya mulai menggila. Ia takut jika laki-laki itu menyadarinya. Semuanya terlalu tiba-tiba hingga tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
![](https://img.wattpad.com/cover/325342162-288-k892603.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
HumorKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...