Kai memikirkan kata-kata Fattah sejak kemarin. Ia melirik Gio yang menyetir di sebelahnya. Mereka berdua dalam perjalanan pulang dari acara pernikahan salah satu teman Gio.
Kai ingin menegaskan batas itu. Tapi ia tidak ingin dianggap terlalu percaya diri. Bagaimana jika Gio memang sudah tidak memiliki perasaan padanya. Bagaimana kalau ia yang berpikir berlebihan.
"Kai, besok nonton yuk. Banyak film baru." ajak Gio, tepat saat mobilnya memasuki komplek perumahan Kai.
Kai tidak langsung menjawab. Ia berdehem. "Nggak bisa, Gi. Gue ada acara." jawabnya.
"Kalau minggu gimana?" Gio memutar setir untuk berbelok.
Kai belum menjawab hingga akhirnya mobil itu berhenti di depan rumahnya.
"Nggak bisa, Gi." jawabnya. Kai telah seringkali menolak ajakan Gio. Namun kali terasa lebih berat dari biasanya. "gue juga nggak bisa wall climbing minggu ini."
"Tumben." kata Gio. Ia menoleh untuk menatap gadis di sebelahnya.
Kai menelan ludah hingga akhirnya berkata, "Gue ada rencana nikah dalam waktu dekat, Gi." Kai melihat kedua mata Gio membulat tidak percaya. Laki-laki itu terkejut.
Gio terdiam dan menatap Kai. Menilik apakah gadis itu serius atau bercanda dengan ucapannya.
"Nikah? Sama siapa?" Suara Gio mendadak serak. Ia jelas sama sekali tidak menyangka akan mendengar hal itu. Yang ia tahu, Kai sedang tidak terlibat hubungan serius dengan siapapun. Hal yang membuatnya yakin untuk tetap dekat dengan gadis itu.
"Gue nggak bisa kasih tahu siapa orangnya."
"Jadi selama ini lo punya pacar?" Gio tidak sadar saat sebelah tangannya mencengkeram setir dengan erat.
Kai mengangguk. Jelas terganggu dengan raut yang ditunjukkan Gio. Ia mulai meyakini bahwa apa yang dikatakan Fattah ada benarnya.
Gio tersenyum sinis. Ia merasa sangat bodoh. "Kai, lo ingat nggak pas gue nembak lo. Lo bilang nggak mau pacaran. Bahkan nggak kepikiran buat nikah. Terus sekarang..." Gio tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia jelas kecewa. Ia pikir selama ini ia hanya perlu meyakinkan gadis itu. Ia tidak bisa memungkiri bahwa perasaannya pada gadis itu tidak berubah sama sekali.
"Gi, gue juga bilang kalau gue nggak punya perasaan sama lo, kan?" Kai tidak ingin Gio melupakan perkataannya yang itu.
"Kai, perasaan gue sama sekali nggak berubah. Gue pikir selama ini gue punya kesempatan."
Kai bukan orang jahat. Tapi kali ini, ia merasa jahat karena membuat laki-laki itu berharap sedemikian rupa. Selama ini, ia tidak pernah menangkap maksud laki-laki itu. Jika tahu, ia akan memberi batas yang jelas sejak dulu.
"Bisa-bisanya gue berharap sampai sejauh ini. Tapi kenapa Kai? Kenapa lo nggak pernah bilang kalau lo punya pacar?" Gio masih tidak habis pikir.
"Gi... Sorry..." Kai tidak yakin apakah ia perlu meminta maaf. Tapi itu adalah satu-satunya kata yang terpikir olehnya.
Gio tersenyum lebih lepas kali ini. Ia masih ingat malam itu. Saat menolaknya karena tak punya perasaan yang sama, Kai juga bilang bahwa dia tidak ingin terlibat dengan hubungan apapun. Gadis itu bahkan bilang tidak terpikir untuk menikah. Gadis itu selalu bilang bahwa ia menikmati hidupnya yang sekarang dan tidak ingin menggadaikannya demi sebuah hubungan. Rasanya jelas aneh saat mengetahui gadis itu punya pacar, bahkan akan menikah. Bagaimana bisa gadis itu berubah pikiran sebegitu cepat.
Kai tidak mudah terbaca. Tidak peduli berapa banyak mereka menghabiskan waktu bersama, ia tidak pernah benar-benar bisa membaca perasaan gadis itu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
HumorKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...