Fattah memulai syuting web seriesnya minggu ini sehingga ia mulai sibuk lagi. Ia tidak menemukan waktu yang tepat untuk menemui Kai hingga harus puas hanya dengan menatap catatan-catatan yang ditinggalkan gadis itu.
Ia tidak bisa menelepon gadis itu di sela-sela syuting karena gadis itu sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ia juga tidak bisa menelpon saat sampai di rumah karena sudah terlalu malam.
Selelah apapun ia saat kembali ke rumah, ia akan tetap menyusuri tiap ruangan di rumahnya untuk menemukan catatan yang ditinggalkan Kai. Gadis itu selalu menulis catatan di manapun tempat yang ia datangi. Di ruang baca, di home theater, di ruang fitness ataupun tempat lainnya.
Ia tetap menaruh catatan itu di tempat semula. Tidak peduli Andreas selalu mengejeknya seperti ABG jaman dulu yang berkomunikasi dengan surat.
Semakin hari, semakin panjang catatan yang mereka tulis. Kadang bisa berlembar-lembar post it. Gadis itu membuatnya kembali bersemangat menulis tangan. Hal yang sepertinya sudah bertahun-tahun jarang ia lakukan.
Pagi ini, Fattah sudah rapi saat keluar dari kamar. Kakinya melangkah mendekati meja, mengambil kunci dan keluar dari kamar. Ia membawa mobilnya menuju kediaman Kai. Dalam perjalanan, ia mengecek gawainya dan menyadari tidak ada pesan balasan atas pesan yang ia kirim. Ia akhirnya menghubungi gadis itu, tapi tidak juga mendapatkan jawaban.
Karena jalanan minggu pagi sangat bersahabat, ia bisa sampai di rumah itu dalam waktu kurang dari satu jam. Ia berkaca di spion sebelum akhirnya keluar dari mobil dan mendekati pintu.
Ia menekan bel dan menunggu. Tak lama pintu di depannya terbuka dan menunjukkan sosok seorang pria dibaliknya.
Fattah mengucapkan salam dan mencium punggung tangan Marco yang membuka pintu.
"Apa kabar?" Marco bertanya.
"Alhamdulillah baik, Om." Mereka berbasa-basi sebentar, hingga akhirnya Fattah memberitahu maksud kedatangannya.
"Oh, Kai-nya nggak ada. Dia pergi sama Gio." Marco memberitahu.
Bahu Fattah melemas dan terlihat kecewa.
"Memang kalau hari minggu mereka biasanya wall climbing di daerah SCBD." tambahnya lagi.
"Gitu, ya, Om." Fattah melirik jam di pergelangan tangannya. Ini bahkan baru jam delapan pagi. Kai terlalu rajin untuk orang yang mengaku hobi tidur. Fattah pikir ia bisa mengajak gadis itu sarapan diluar sebelum berangkat syuting karena rindunya yang sudah menggunung.
"Memang kamu nggak WA dia dulu?"
"Udah, Om. Cuma belum dibaca. Di telepon juga nggak diangkat."
Marco menghela napas, "memang kebiasaan sih Kai itu. Kalau nggak dengar bunyi ponselnya mah, nggak akan dicek-cek."
Fattah tersenyum kecil, "yaudah kalau gitu, Om." Fattah pamit dan pergi dari sana. Ia mengecek lagi ponselnya saat mobilnya keluar dar komplek perumahan itu dan berdecak pelan. Sedikit waktu yang ia luangkan pagi ini sia-sia. Jika tidak hari ini, ia tidak tahu akan bertemu dengan gadis itu berapa lama lagi.
***
Saat pertama kali mencoba wall climbing, Kai kesulitan. Beberapa kali pijakan, lututnya mulai terasa lemas. Ini tidak semudah yang ia pikirkan. Ia yang belum familiar agak kesulitan mencari pijakan. Ia turun kembali saat sampai di tengah karena lengannya tiba-tiba kram. Namun ia tidak menyerah. Ia melakukannya lagi hingga akhirnya tahu bagaimana menaklukkan papan tinggi itu.
Kai menatap dinding yang menjulang di depannya. Wall climbing atau tebing buatan dibuat dengan poin-poin beraneka bentuk dan ukuran. Setelah memakai harness, ia merenggangkan jari-jari dan melakukan pemanasan sebentar. Gio sudah memanjat di dinding sebelahnya. Laki-laki itu terlihat lincah. Gerakannya luwes dan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [TAMAT]
HumorKai, gadis tomboy dan cuek yang tiba-tiba jatuh cinta. Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perlahan, gadis itu mulai mengubah penampilannya. Ia menjadi lebih rapi dan berusaha terlihat seperti seorang gadis pada umumnya. Ia pergi ke kedai k...