CHAPTER DUA PULUH ENAM

563 100 5
                                    

Kai tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki saudara. Selama ini, ia menjadi anak tunggal yang selalu menjadi pusat di kehidupan ayahnya. Karena selalu sendiri, ia juga tidak terlalu menyukai anak-anak. Baginya mereka semua berisik dan mengganggu. Kai yang suka sendiri dan menjunjung tinggi ketenangan selalu tahu bahwa ia tidak akan cocok dengan anak-anak.

Tapi hari ini, Raihan benar-benar datang ke rumahnya. Anak itu datang dengan mata agak sembab. Dia bilang ibunya melarangnya datang karena takut mengganggunya yang sedang libur kuliah. Anak itu perlu menangis dan merengek sedemikian rupa baru akhirnya dituruti.

"Nggak apa-apa, Tante. Memang Kai kemarin yang nyuruh Raihan ke sini. Kebetulan Kai juga di rumah aja." katanya pada Kinan yang menatapnya dengan tatapan tak enak. Ia mengusap Raihan yang sudah berdiri di sampingnya.

"Yaudah. Nanti kalau Raihan ganggu, kamu bilang, ya, biar Tante jemput." katanya.

"Aku nggak nakal kok." kata Raihan. Ia masih memakai seragamnya. Ransel masih menggantung di punggungnya. Ada tas kain lagi di sebelah tangannya.

Kai dan Raihan masih ada di beranda rumah saat mobil Kinan keluar dari pekarangan dan menghilang dari pandangannya.

"Yuk, masuk." ajak Kai. Ia mempersilakan Raihan masuk ke dalam rumah dan melihat anak itu langsung menjatuhkan diri di sofa.

Raihan mengeluarkan baju ganti dari tas kainnya dan bertanya di mana ia bisa mengganti baju.

"Kamu bisa ganti baju sendiri?" Kai bertanya.

"Bisa dong." jawab Raihan dengan nada bangga.

"Sana ganti di kamar Kakak aja." Kai menunjuk kamarnya dan melihat Raihan mendekat dan hilang di balik pintu. Sementara Raihan mengganti seragamnya, ia pergi ke dapur dan kembali dengan segelas air putih.

Raihan kembali ke ruang tamu. Ia melipat seragamnya dan menaruhnya di tas kembali. "Bekal makanku masih ada." kata Raihan sambil mengambil kotak makan dari dalam ranselnya. Kai memajukan tubuhnya untuk melihat isinya.

Kai melihat ada sepotong sandwich, buah potong, puding yang tersisa sedikit dan susu kotak.

"Kamu bawa bekal tiap hari?" Ia bertanya. Raihan mengangguk sambil berusaha menusuk sedotan ke susu kotaknya. "Mama yang bikinin?"

"Iya." kata Raihan lalu menyedot susu kotaknya.

"Sandwichnya buat kakak aja, nih." Raihan mendorong kotak makannya ke arah Kai.

"Kenapa nggak kamu makan?"

"Tadi aku makan buah sama kroketnya udah kenyang."

Kai menatap Raihan yang kini menyuapkan puding ke mulutnya. Sebelumnya, ia selalu berpikir bahwa anak-anak yang terlahir dari keluarga broken home akan menjadi anak-anak yang kasar dan nakal karena kurang kasih sayang. Tapi saat melihat Raihan, ia tahu kalau meski kedua orangtuanya bercerai, mereka berdua masih menjadi orangtua yang bagi untuk anak itu. Ia kadang merasa bahwa Raihan lebih dewasa darinya.

"Nih. Sandwich buatan Mama enak, lho." Raihan mengambil tangkupan roti itu dan mengulurkannya ke arah Kai yang langsung tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Setelah menghabiskan bekal makannya, Raihan mengajaknya bermain ular tangga. Anak itu membawa mainan dari rumah dan membentangkannya di atas meja. Kai duduk di lantai, begitu juga Raihan. Selama beberapa saat mereka berdua sibuk dengan dadu dan bidaknya yang berjalan dari satu kotak ke kotak lainnya.

Sepertinya punya adik tidak buruk, pikir Kai. Raihan sudah mandiri dan tahu jadwal hariannya. Selepas memenangkan dua babak ular tangga, Raihan minta makan. Kai sudah memesan makanan dan Raihan makan sendiri dengan lahap. Setelah perutnya kenyang, anak laki-laki itu minta tidur siang.

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang