CHAPTER TIGA PULUH

673 109 8
                                    

Fattah tidak pernah menyangka akan mendapati tatapan Kai sedingin itu padanya. Pertemuan mereka tak ubahnya pertemuan dua orang asing. Saat ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, gadis itu malah memilih untuk menghindarinya. Perasaannya semakin kalut saat melihat gadis itu datang bersama laki-laki yang tidak bisa ia tebak pacarnya atau bukan.

Fattah berpikir akan menemui gadis itu paling tidak satu tahun lagi dan memulai semuanya dari awal. Namun kejadian itu membuatnya tahu bahwa jika ia tidak kembali secepatnya, ia mungkin akan kehilangan gadis itu.

Pertemuan singkat mereka bahkan membuat ia mengingat gadis itu dengan sangat detail. Tubuh tinggi kurusnya, rambutnya yang panjang, pipinya yang merona karena blush on dan bibirnya yang cantik dengan pewarna. Tapi makian langsung keluar dari mulutnya kala ia mengingat gadis itu menggamit lengan laki-laki lain. Ia tahu ia tidak pantas cemburu. Tapi ia tidak bisa mengindahkan perasaan terbakar itu.

Fattah keluar dari kamar dengan langkah gontai. Ia baru kembali dari luar kota tadi malam dan tetap tidak bisa istirahat karena terus menerus memikirkan Kai. Sejak dulu, ia tahu betapa besarnya pengaruh gadis itu, hingga akhirnya ia berani memutuskan untuk tak menemuinya sama sekali. Ia sadar jika sekali ia bertemu dengan gadis itu, ia ingin terus menerus bertemu. Jika ia bertukar pesan atau mendengar suaranya, ia tidak akan bisa menahan diri, sedang saat itu ia butuh fokus pada banyak hal.

Tapi kini, ia tidak punya alasan untuk diam di tempat. Ekonominya sudah membaik, sangat baik. Ia punya rumah, apartemen, mobil, bisnis dan segala hal yang dulu tidak ia punya. Ia akan kembali pada Kai dan menepati janjinya. Persetan jika laki-laki itu pacarnya. Ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan.

Ia pergi ke dapur dan menemukan Andreas sudah ada di sana. Laki-laki itu menggantikan peran Freya sebagai manajernya setelah kakaknya menikah. Ia duduk di salah satu kursi kosong dan melihat sudah ada roti lapis di atas meja.

"Mau kopi atau teh?" Andreas bertanya saat Fattah tengah menuang air dari teko ke gelas kosong.

"Kopi aja." jawabnya. Ia menatap punggung Andreas yang membelakanginya. Selama beberapa saat laki-laki itu sibuk dengan cangkir dan sendoknya. Ia menatap tablet di atas meja dan meraih dengan sebelah tangannya. Tabel jadwal hariannya langsung terpampang di layar.

"Bisa kosongin jadwal gue besok nggak?" Ia bertanya saat Andreas menaruh cangkir di depannya.

"Nggak bisa. Besok ada jadwal reading." Andreas duduk di seberang Fattah. "seminggu ke depan jadwal lo nggak bisa di otak-atik." tambahnya.

Fattah menghela napas berat. Ia menaruh lagi tablet itu di atas meja dan menyesap kopinya.

"Gue butuh libur satu hari." kata Fattah, "atau kalau nggak, free sekitar jam empat sampai malam." pintanya. Ia menatap Andreas menyambar tabletnya dan menatap layar lamat-lamat.

"Ada apa sih? Penting banget?" tanyanya tanpa melepas tatapannya dari layar. Selama ini, Fattah tidak pernah komplain dengan jadwalnya yang padat. Laki-laki itu gila kerja dan selalu profesional.

"Penting." Fattah mengambil roti dan menggigitnya.

Mata Andreas menatap sepenuhnya pada layar. Wajah laki-laki itu terlihat serius.

"Nggak bisa. Nggak bisa minggu ini." katanya.

"Coba pikir dulu. Masa nggak ada yang bisa di reschedule, sih?" Fattah menatap Andreas dengan jengkel.

Mata Andreas kembali menatap layar.

"Di talkshow nanti sore, mungkin gue bisa minta kru untuk masukin lo di sesi pertama. Tapi jam sembilan lo harus syuting di stasiun TV lain. Jangan sampai telat karena acaranya live. Gimana?" Andreas mengangkat wajah dan menatap Fattah. "lo free dari jam lima sampai jam delapan."

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang