CHAPTER DUA

1.2K 141 5
                                    

"Papa nggak perlu turun." kata Kai sambil membuka safety beltnya. Satu lagi kebiasaan ayahnya yang tak ia suka. Setiap mengantarnya ke kampus, pria itu akan ikut keluar dari mobil dan menatap punggungnya hingga menghilang dari pandangan. Seperti katanya, ayahnya sangat mudah mencuri perhatian sedang ia tidak suka menjadi bagian di dalamnya.

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Udah siang. Nanti Papa telat." Kai mencium punggung telapak tangan ayahnya. "Kai duluan. Papa hati-hati, ya." katanya sambil membuka pintu mobil dan keluar.

Ia menyantelkan tali ransel di kedua bahunya saat mendengar seseorang berteriak memanggilnya. "Kai..." Ia menoleh dan melihat Amelia tersenyum lebar padanya dan berjalan cepat ke arahnya. Ia tahu nada manis dalam suara gadis itu. Nada manja itu selalu keluar saat ia... menyapa ayahnya.

Ia menghela napas kasar lalu menoleh ke belakang dan melihat ayahnya berdiri di samping pintu mobilnya dan tersenyum ke arahnya. Ayahnya memang tidak pernah mendengarkan kata-katanya. Pria itu melambai. Memberi isyarat akan pergi jika Kai sudah masuk ke fakultasnya.

Tatapannya kembali pada Amelia, gadis paling cantik dan modis di kelasnya. Gadis dengan suara manja yang selalu dibuat-buat.

"Pagi, Om." Amel menyapa Marco sambil tersenyum. Senyum terbaiknya pagi ini.

"Pagi, Amel."

Sialnya, ayahnya membalas sapaan gadis itu dengan tak kalah ramah. Ia sudah berkali-kali bilang pada ayahnya untuk tak terlalu ramah pada teman-temannya.

"Pa..." Kai melotot pada ayahnya. Meminta dengan sangat agar ayahnya masuk ke dalam mobil dan pergi.

"Iya... iyaa..." kata Marco.

"Hati-hati, ya, Om." Suara itu terdengar lagi. Kali ini lengkap dengan lambaian tangan manja dan senyum semanis gula.

Kai nyaris muntah melihat gesture gadis di sebelahnya. Gadis itu memilin ujung rambut panjangnya sambil menatap ayahnya yang baru saja masuk ke dalam mobil. Tatapan memuja gadis itu terlihat. Ia tahu ayahnya tampan, tapi ayahnya berumur hampir empat puluh tahun. Gadis itu seharusnya tak melakukan hal itu pada laki-laki yang lebih pantas menjadi ayahnya.

"Papa duluan, ya, Sayang..." suara itu terdengar saat jendela mobil terbuka.

"Hhmm..." Kai menggumam lalu melihat mobil itu mulai berjalan menjauhinya hingga menghilang dari pandangannya.

"Oh my god... Papa lo kenapa bisa keren gitu, sih?" Amelia mulai lagi.

Kai mendesis. Ia berjalan dengan langkah cepat, meninggalkan Amelia yang masih menatap ke jalan.

"Ish... Kai, tungguin dong." Amel sedikit berteriak. Dengan hak tiga sentinya, ia terseok-seok mengejar langkah Kai yang setengah berlari dengan sepasang sepatu kets di kakinya.

Kai terkekeh. Ia menoleh ke belakang dan melihat Amelia menunduk dan berusaha mengatur napasnya. Ia tahu apa yang gadis itu akan bicarakan. Gadis itu akan bertanya bagaimana kabar ayahnya, atau apa yang sedang ayahnya sibuk lakukan akhir-akhir ini dan segala macam tentang ayahnya. Ia tak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan konyol yang keluar dari mulut gadis itu.

Gadis itu masih berlari sambil menoleh ke belakang. Ke arah Amelia yang kini sudah mulai kembali berjalan namun dengan langkah yang lebih pelan. Ia masih terkikik hingga akhirnya tubuhnya menabrak seseorang.

"Aduh..." Kai menunduk dan memegang dahinya. "jerawat gue." Ia meringis menahan perih saat jerawatnya terbentur.

"Kalau jalan lihat-lihat dong!" Suara seorang laki-laki terdengar menyentak.

Three Little Words [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang