Keesokan harinya...
Menurut Alesha hari senin adalah hari yang sangat menjengkelkan baginya. Di mana ia harus dijemur layaknya rengginang kering. Yup, upacara baru saja dimulai. Sebenarnya bukan upacaranya sih yang lama. Melainkan harus menyesuaikan barisan.
Belum lagi, ngadepin anak yang susah diatur. Barisan yang sudah enak-enak rapi. Malah amburadul lagi. Biasalah kelakuan ciwi. Apalagi kalo bukan ngerumpi bareng geng nya. Alay sekali. Ingin sekali Alesha menjitak satu per satu kepala mereka.
"Menyanyikan lagu wajib", intruksi lantang dari pembawa protokol upacara.
Lagu belum juga usai. Tapi tunggu, kayaknya ada yang tidak beres dengan perut Alesha hari ini. Perasaan hari ini ia juga sarapan walaupun cuma sedikit. Atau jangan-jangan ini kontraksi mau BAB. Tapi rasanya beda, lebih ke ingin muntah. Apa terlalu banyak pup yang dipendam. Jadinya bingung, pup nya mau lewat atas atau bawah. Sungguh menjijikkan.
"Jangan-jangan terlalu lama nyimpen pup bisa darah tinggi ya. Pala gue pusing amat. Aelah bisa nggak sih Pup nanti aja. Nanggung woi. Atau paling enggak daritadi kek sebelum upacara mulai." Dumel Alesha dalam hati. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ditambah keringat dingin yang sudah bercucuran di dahinya.
Sudah sampai ke pembacaan UUD 1945. Alesha berharap upacaranya segera selesai. Ia sudah tidak betah, berlama-lama di sini. Bisa-bisa ambruk.
"Van, ini yang baca UUD kok suaranya gini sih. Bikin kuping gue engap, pengen muntah." Sarkas Alesha sambil menarik sedikit lengan Vani.
"Eh, apa nggak denger Sya. Wait wait, muka lo pucet banget woi. Mending ke belakang bentar istirahat.", Seru Vani kaget.
"Nggak deh, bentar lagi kayaknya udah selesai kok. Lagian malu juga diliatin banyak orang." Tolak Alesha.
5 menit berlangsung. Alesha benar-benar lemas. Kakinya yang tadinya posisi siap. Sekarang sudah tak karuan. Pandangannya mulai mengabur. Akhirnya dengan sangat terpaksa, ia bilang ke guru yang bertugas. Namun, belum sempat sampai ke tenda. Penglihatannya sepenuhnya menghitam. Ia pun tak bisa mendengar jelas suara sekitarnya. Langkah kakinya terseok-seok. Sambil dipapah kedua lengannya. Kini ia di posisi pasrah. Tidak peduli seberapa malunya dirinya menjadi pusat perhatian. Dan seberapa jauh semesta membawanya pergi.
Setibanya di tenda. Alesha menuruti intruksi yang diberikan sampai agak mendingan.
****
Rasa penat sepulang sekolah, seakan menjadi santapan Alesha setiap hari. Berjalan kaki dari angkot ke rumah. Begitupun sebaliknya saat berangkat ke sekolah. Jarak rumah menuju jalan raya bisa terbilang cukup menguras tenaga, sekitar 1 kilometer. Ditambah dengan terik matahari yang membuat peluh keringat bercucuran.
Jangan mengira, si aktor novel ini dari keluarga terpandang. Dengan gaya modis dan dikawal 2 body guard kiri kanan. Stop berekspetasi seperti layakny
sinetron. Kini Alesha hadir dengan kesederhanaannya. Cielah kayak promosi iklan.Sore hari, seperti biasanya Alesha memulai aktivitas barunya. Berchat ria di grup yang bernamakan "Random People". Seperti namanya, grup ini memang dibuat oleh orang-orang random. Dan isinya juga random. Tapi cukup menghibur sih.
Hal ini terus berulang sampai menjelang kelulusan. Namun, sekarang situasinya agak lain. Bukan hanya sambat tentang tugas di grup. Tetapi Alesha juga melakukan chat pribadi dengan Gavin dan Gio. Sungguh hal yang mengasyikkan untuk remaja semumuran Alesha yang notabenya belum pernah pacaran. Berasa punya perewangan baru. Memang teman perempuan Alesha terbilang banyak. Tetapi dari segi pemikiran tentu saja beda. Kalau perempuan jika dihadapkan sesuatu cenderung mengedepankan perasaan. Sedangkan, laki-laki dominan mengedepankan logika. Belum lagi sikap dan kebiasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Move On [END]
Teen Fiction⚠️ Siap-siap cerita ini mengandung bawang. Harap baca urut, biar paham alurnya !! Baca sampai tuntas. Sampai kalian nemuin part terindah yang bikin gagal move on😍 **** Jika aku tahu, kebahagiaan ini hanya sebatas singgah. Maka, lebih baik aku tidak...